"Yang namanya hero itu, gak bakalan dan gak akan pernah selingkuh."
"Kalo seorang hero selingkuh, namanya bukan hero tapi anjing!"
-Arfin-
"Tetep hero kok, tapi heronjing!"
-Laskar-
***
"Om biarin saya ketemu Arsya sebentar Om!" Kala itu Laskar mengamuk lantaran tidak boleh bertemu atau menggegam tangan Arsya sekalipun. Arion sibuk mengklakson, menyuruh Laskar minggir. Laskar menghalangi jalannya untuk membawa Arsya ke Bandung."Laskar! Honey, what are you doing?! Go away! Don't make a problem!" Aster berteriak histeris melihat perbuatan Laskar. Laskar menggeleng. Tetap kukuh pada niatnya. Aster berlari ke arah Laskar yang kini juga sibuk dibujuk oleh beberapa perawat yang mengantar brankar Arsya.
"Honey, minggir ya. Kamu tidak boleh seperti ini," bujuk Aster. Arfin yang baru keluar dari pengobatan memarnya juga panik melihat aksi nekat Laskar. Ia berlari ke arah Laskar yang matanya menatap tajam ke arah mobil Arion.
"Bro, jangan alay gini elah. Lo kek pemain di sinetron azab!" cerca Arfin. Laskar tidak menanggapi.
"OM SAYA NGGAK AKAN MINGGIR SEBELUM SAYA KETEMU SEBENTAR SAMA ARSYA!"
"Kar, lo tambah mirip pemain azab elah. Minggir Kar, kalo gini Om Arion tambah gak mau ketemuin lo sama Arsya!"
Laskar bergeming. Tapi tangan yang direntangkannya tadi mulai meluruh.
"Iya honey. Arsya juga pasti gak mau gini. Tapi, kalo liat kamu begini, Arsya bakalan sedih banget. Kamu menghalangi jalannya sama aja kamu menghalangi pertemuan kamu dengannya."
"Yes yes. Tenang Kar, ada pepatah yang mengatakan jodoh gak akan kemana, sama juga bahwa Arsya gak akan kemana cuman ke Bandung," oceh Arfin tidak nyambung.
Laskar tetap diam, tapi ia menurut ketika Arfin menggeretnya untuk minggir. Akhirnya, Mobil Arion pun keluar dari perkarangan rumah sakit. Laskar ingin mengejar tapi ditahan oleh Arfin. Aster pun sudah memeluk Laskar sambil menangis.
"Mom tau hati kamu retak. Tapi gak gini. Arsya pasti pulang, honey." Aster menangis, ia tahu perasaan putranya itu. Laskar dan Arsya sudah bersama-sama sejak mereka masih kecil. Kemana-mana mereka pasti bersama, tak pernah berpisah. Aster adalah saksi atas kuatnya kebersamaan itu. Maka ketika Arion membawa Arsya, disitulah kehilangan pertama Laskar. Melihat mata sendu Laskar yang menatap kepergian Arsya, membuat Aster memeluknya kuat.
"Bro, gue gendong lo lama-lama kalo gini terus," Arfin mengoceh sebal karena Laskar masih berusaha berontak.
***
Terhitung sudah seminggu Arsya tidak masuk sekolah setelah insiden di rumah sakit. Ayahnya—Arion benar-benar membawa Arsya ke Bandung. Laskar yang waktu itu duduk di kursi depan ruang inap Arsya, hanya bisa tertunduk. Hatinya sedih, membayangkan harinya tanpa adanya Arsya. Arsya juga tidak mengabari, ponselnya disita oleh Arion. Bertanya pada Oma Jasmine tentang keadaan Arsya akan membuat masalah saja. Bertanya pada Aesa? Harus bertemu Oma Jasmine dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laskarsya
Teen Fiction"Dia itu ibarat jantung gue. Sumber detak kehidupan gue. Dia paru-paru gue. Sumber napas gue. Kalo dia kalah, sama aja gue mati."-Laskar "Selagi kosong dan gak menyakitkan, kenapa gak?"-Arsya