"Kar! Lo mau kita mati?!" Arfin menjerit histeris. Tangannya memegang erat kursi mobil. Matanya menatap awas jalanan di depan. Wajahnya tampak tidak santai. Laskar mengacuhkan perkataan Arfin dan terus fokus mengemudi mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Selagi mengemudi, matanya menelusuri jalan, berharap menemukan keberadaan Arsya.
"Kar, kalo lo kalo mau mati nggak usah ngajak gue! Gue belum mau mati! Gue masih pengen pacaran sama Lalisa Manoban!"
"Diem! Percaya sama gue. Mending lo liatin jalan, kali aja nemu Arsya."
"Damn it! Lo gak tau jantung gue udah konser gini hah?!"
"Gue gak peduli!"
"Kar, bisa pelan dikit gak?! Gue gak pokus liat jalan kalo ngebut gini!" cemas Arfin. Ia tak tahu bagaimana nasibnya setelah ini. Kesalahan terbesar dan terfatal yang ia lakukan hari ini adalah membiarkan Laskar memegang kemudi mobil. Laskar seperti tak peduli dengan keselamatan nyawa mereka. Arfin menahan napasnya ketika Laskar dengan santainya membelokkan mobil tanpa penurunan gas. Bagai pembalap saja.
DUAR!
Petir menyambar tepat di depan mobil mereka. Arfin menjerit histeris ketakutan. Mulutnya sibuk berdzikir semoga nyawanya terselamatkan. Ia menoleh ke arah Laskar yang acuh dan pokus menyetir.
DUAR! DUAR! DUAR!
"ASTAGFIRULLAH! ALLAHUAKBAR! YA ALLAH, MAAFIN ARFIN! ARFIN MASIH MAU IDUP! JANJI DEH BAKALAN TOBAT ABIS INI!" doa Arfin dengan hiperbolis.
"Kar, pelan dikit napa?! Gu—"
Ciiittt!!!
Laskar mengerem mendadak membuat Arfin yang tidak siap terdorong ke depan. Kepalanya membentur dashbord mobil. Laskar memukul setil kesal. Tiba-tiba saja, sebuah pohon tumbang tepat di depan mobil mereka. Ia hendak memutar mobil, ketika matanya melihat seseorang yang sepertinya tertimpa pohon.
"TOLOONGGG! SIAPA SAJA TOLONGIN GUE ARG! SAKIT BANGET! TOLONGG!!"
"ASKAR TOLONGIN GUE HUHU. GUE TAKUT! KAKI GUE SAKIT!"
Laskar membelalak mendengar teriakan itu. Sedangkan, Arfin memegang kepalanya yang memar. Keningnya mengerut ketika Laskar dengan tergesa-gesa keluar mobil.
"Arsya!"
***
"Honey, tenang ya. Dont worry, she'll be fine, okey?"
"Mom! How can i calm now?!"
"Honey, calm down! You are in hospital now!"
Samar-samar Arsya mendengar suara keributan. Ia berusaha membuka matanya. Tapi, terasa berat sekali dan membuat kepalanya pening. Badannya juga terasa pegal dan remuk. Ia berusaha sekali lagi untuk membuka matanya. Namun, setiap kali berusaha, kepalanya pening yang langsung membuatnya menutup mata kembali.
"Let me to check her. Don't bother!"
"Mom, can i follow too?"
"No! Big no, honey! You stay here!"
"But, i'm worried mom!"
"Laskar! I said stay here! Listen me! You better accompany Arfin to treat his bruise!"
Arsya mengernyit ketika nama Laskar disebut. Ia juga merasa mengenali suara perempuan yang sepertinya marah kepada Laskar. Sebenarnya ada di mana dia sekarang? Tapi, Arsya tak kuasa membuka matanya. Kepalanya akan seperti dihantam palu bila ia membuka matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laskarsya
Fiksi Remaja"Dia itu ibarat jantung gue. Sumber detak kehidupan gue. Dia paru-paru gue. Sumber napas gue. Kalo dia kalah, sama aja gue mati."-Laskar "Selagi kosong dan gak menyakitkan, kenapa gak?"-Arsya