Kakak Kenapa?

15 3 0
                                    

"Keluarga bapak Aditya?" panggil dokter itu sembari melepas sarung tangan operasinya.

"Saya, Dok" Nana berdiri sambil masih sesenggukan akibat tak berhenti menangis sejak menginjakkan kaki di rumah sakit ini.

"Tidak ada orang dewasa yang mendampingi?" Nana menggeleng. Dokter itu menghela nafas berat.

"Bagaimana papa saya, Dok?"

"Pak Aditya..."

"Bagaimana keadaannya, dokter?" ulang Nana, semakin khawatir.

"Banyak air yang masuk ke dalam paru-paru pasien. Kami harus segera melakukan operasi untuk menyelamatkan nyawanya. Namun, harus ada persetujuan dari pihak keluarga"

"Lakukan apapun dokter" pinta Nana.

"Kami perlu persetujuan dari orang dewasa, nona. Maaf, bisa panggilkan keluarga pasien yang lebih dewasa?"

"Tidak ada, Dok"

"Kalau begitu, maaf. Kami tidak bisa melakukan operasi pada pasien. Itu sudah menjadi prosedur medis disini" dokter itu hendak pergi.

"Apa nyawa papa saya tidak sepenting itu sehingga dokter ragu untuk menanganinya tanpa persetujuan orang dewasa?" tanya Nana. Dokter itu menghentikan langkahnya.

"Maaf nona, itu sudah prosedur medis disini"

"Lebih penting mana nyawa ayah saya atau goresan tinta pada secarik kertas?"

Dokter itu terdiam, "Bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, kami tidak bertanggung jawab, nona"

"Saya yang akan menanggung semua resikonya, dokter"

"Baiklah. Oh, ya. Keadaan anak kecil yang bersama pasien tadi, dia baik-baik saja. Walaupun benturan-benturan yang ia alami bisa saja merenggut nyawanya jika ia tak dibawa kesini tepat waktu, namun dugaan sementara adalah dia baik-baik saja. Kami akan melakukan observasi lanjutan untuk memastikan keadaannya"

"Baik, Dok"

Nana kembali mendudukkan dirinya pada kursi tunggu usai dokter itu pergi. Lagi-lagi ia menangis. Menangis sehebat-hebatnya. Ini semua sama sekali tak terpikirkan olehnya. Dan papanya. Apa papanya akan meninggalkannya juga seperti mamanya?

***

"Bagaimana papa saya Dok?" seru Nana ketika dokter yang ada dihadapannya hanya diam seribu bahasa usai mengoperasi papanya.

"Dokter! Jawab saya!" ulangnya.

"Maaf nona, kami sudah melakukan apapun yang kami mampu. Namun, Tuhan lebih sayang pada pak Aditya"

"Dokter bicara apa?"

"Pak Aditya menghembuskan nafas terakhirnya hari ini pada pukul dua puluh lewat delapan belas menit"

"Tidak Dok!"

"Maaf nona, pak Aditya sudah pergi menghadap sang pencipta. Sebaiknya nona mengikhlaskannya agar jalan beliau lebih lancar"

"Tidak, tidak mungkin dokter..." Nana menutup mulutnya tak percaya.

"Sabar nona,"

"Papaaaa!" teriak Nana. Ia berlari ke ruang operasi. Disana, ia melihat jasad seorang pria terbujur kaku. Pria yang selama ini ia jadikan panutan. Pria yang selama ini rela melakukan apapun untuk kebahagiaannya. Kini pria itu telah pergi menyusul sang mama.

Rahasia di Balik Senja [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang