Tragedi itu

27 4 2
                                    

"Ayah," panggil seorang gadis kecil.

"Apa sayang?" pria paruh baya yang sedang berkutat dengan komputernya itupun menjawab tanpa melihat wajah putrinya.

"Ayah nggak sopan, ih. Bicaranya liat aku, dong" protes si gadis. Ia menggembungkan pipinya.

"Apa Satya sayang?" si pria mengacak rambut putrinya itu gemas. Ekspresi anaknya ini lucu sekali ketika sedang merajuk.

"Yah, besok kita liburan, yuk?" ajak gadis itu. Wajahnya berseri-seri.

"Hm, kemana sayang?"

"Kita piknik disamping sungai"

"Sungai? Sungai mana?" sang pria masih tak paham perkataan putrinya.

"Itu lho, yah. Di dataran tinggi Pacet. Dirga kemarin abis kesana. Masa' aku kalah sama dia?" gadis kecil itu bercerita dengan polosnya. Lucu sekali melihat ekspresi wajahnya yang masih alami itu. Tak dibuat-buat.

"Next time ya, sayang" pria itu mengacak rambut si gadis lalu kembali pada komputernya.

"Ih, ayah mah selalu gitu. Nggak pernah ada waktu buat aku. Ayah jahat!" marah gadis itu. Ia membalikkan badannya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kamu kan bisa main sama kakak, Nak. Ayah banyak kerjaan"

"Kakak tuh nggak pernah peduli sama aku, yah. Kakak nggak pernah mau main sama aku. Dia bilang aku pembawa sial. Sekarang ayah juga nggak mau main sama aku. Emang udah nggak ada yang peduli sama aku. Kalian semua jahat!" gadis itu masih merajuk.

"Ayah banyak kerjaan, Nak. Ayah sayang sama kamu. Tapi kalo ayah nggak kerja, kita nanti makan apa?"

"Emangnya komputer itu lebih penting daripada aku sama kakak? Ayah lebih sering perhatiin komputer itu daripada kita,"

"Ayah kerja lewat komputer ini, sayang. Kamu ngerti, ya?"

"Tapi sekali ini, aja yah. Aku tuh malu Dirga selalu ejek aku di sekolah. Dia bilang dia lebih keren daripada aku karena dia bisa pergi ke sungai itu"

"Lain kali pasti kita pergi. Sekarang nggak bisa, sayang. Maafin ayah"

"Lain kali kapan, yah? Bukannya besok itu ulang tahun aku? Aku cuma mau kado itu dari ayah. Nggak susah kan, yah?"

"Nak..."

"Ayah, aku pengen main terus kayak Dirga. Keluarganya asik banget. Ibunya baik, ayahnya baik. Aku pengen punya keluarga yang asik kayak Dirga, yah"

Tanpa ia sadari, gadis itu telah menusuk hati sang ayah. Ia kembali teringat dengan kepergian istrinya empat tahun yang lalu. Satu titik air bening jatuh dari pelupuk mata pria itu. Namun ia berusaha menyembunyikannya dari tatapan si gadis.

Ia ingin si gadis merasakan kebahagiaan layaknya anak lain seusianya. Namun, ia juga tak bisa meninggalkan pekerjaannya lama-lama. Ia harus tetap menjadi orang kepercayaan di perusahaan itu. Jika tidak, mungkin ia akan kekurangan uang untuk membesarkan kedua putrinya.

"Besok kita pergi, ya Nak?" ucap sang ayah, ia berusaha menghapus air mata yang keluar dari pelupuk matanya.

"Beneran, yah?" tanya si gadis, bersemangat. Pria itu mengangguk.

"Asik! Aku sayang ayah!" gadis itu memeluk pinggang ayahnya. Tingginya memang belum mencapai dada ayahnya.

"Papa juga sayang kamu, Nak" bisik ayahnya.

Satu titik air mata lagi berhasil jatuh dari pelupuk mata si pria. Ia merindukan sosok istrinya.

***

Rahasia di Balik Senja [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang