Semakin Jauh

6 1 0
                                    

Tak! Tak!

Begitulah kira-kira bunyi yang tercipta dari benda-benda yang ditendangi sembarangan oleh Faro. Entah itu kaleng, botol plastik yang masih tersisa airnya, batu, atau hal-hal semacam itu.

Faro melangkah pelan,
lontang-lantung di jalanan yang sepertinya tak mengenal kata lengang. Ini sudah hampir tengah malam, tapi orang-orang yang memadati setiap sudut kota ini tak terlihat bosan, malah kebanyakan terlihat senang.

Faro pun kelihatan sama. Ia tak berhasrat untuk pulang. Rumahnya besar. Cukup besar untuk ditinggali dua orang ditambah satu lagi asisten rumah tangga. Rumahnya tidak semenyedihkan itu hingga membuatnya malas pulang. Rumahnya memang besar, tapi tak berisi. Rumah itu tempat keluarga melepas lelah. Namun bagi Faro, rumah hanya tempat melepas lelah, tanpa ada lagi kata keluarga.

Kira-kira kenapa Faro harus hidup di dunia, dimana semuanya telah terenggut darinya. Mama, Risya, perhatian papanya, bahkan Dirga sahabat karibnya pun mulai menjauhinya. Sebegitu pahitnya kah takdir Faro di dunia?

Faro melangkah lagi, pelan. Ia masih berjalan malas ketika guyuran air hujan itu tiba-tiba jatuh dari langit.

Ah, sial!, umpat Faro.

Faro buru-buru mencari tempat berteduh dari hujan yang tiba-tiba turun dengan deras ini. Seingatnya, dari siang tadi cuaca cerah, namun kenapa tiba-tiba turun hujan malam-malam begini? Sial, memang.

Faro berlari ke beranda rumah yang kelihatannya kosong. Rupanya, sudah berdiri seorang gadis disana sebelumnya. Faro jadi sedikit merinding, membayangkan jika gadis itu bukan manusia.

Hah! gila, Faro menertawai pikiran konyolnya itu sendiri.

Terdengar isakan pelan dari gadis yang tengah menunduk itu. Rambutnya menutupi sebagian besar wajahnya hingga Faro sukar untuk mengenalinya.

Eh, buset. Dia kok malah nangis? Jangan-jangan bener dia setan? Eh? Udahlah anjir, gue makin gila, batin Faro, berdebat dengan pikirannya sendiri.

"Mbak? Mbak nggak apa-apa?" tanya Faro, memastikan jika gadis yang disampingnya bukan seperti apa yang ia pikirkan.

Namun bukannya menjawab, gadis itu malah melengos, menghindari tatapan Faro.

Anjir, makin serem aja, batin Faro lagi.

"Mbak? Mbak kenapa nangis?" tanya Faro lagi.

Gadis itu masih terisak, namun pelan-pelan ia mengangkat wajahnya.

Anjir, ini beneran setan atau nggak sih? Kalo bener setan gimana, njir? Astaghfirullah, ntar kayak film-film horor itu dong, batin Faro untuk yang kesekian kali.

Faro menguatkan dirinya untuk tetap menatap wajah gadis itu. Semoga bukan hantu.

Lindungi hamba-Mu ya Allah, rapal Faro dalam hati.

Dan ketika wajah gadis itu sudah benar-benar terangkat, Faro tak percaya pada apa yang ia lihat.

"A...apa?" ia hampir berseru kaget. 

"Loh? Faro?" gadis itupun tampak sama kagetnya dengan Faro.

"Lo kok bisa disini, Ris?" tanya Faro. Ya, ternyata setelah wajah itu terlihat sepenuhnya, Faro menyadari itu bukan wajah menyeramkan khas setan, namun itu adalah wajah gadis yang amat dicintainya selama ini. Tapi apa yang ia lakukan disini semalam ini?

"Gue..." Risya mengusap pelupuk matanya.

"Bilang aja ke gue Ris" 

"Gue nggak apa-apa, kok Ro," ucap Risya dengan senyum yang dipaksakan.

Rahasia di Balik Senja [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang