Bukan Salah Faro

2 2 0
                                    

Faro baru pulang sekolah ketika ia sadar bahwa ramai sekali orang di rumahnya.

Ada apa ini? batinnya sambil cepat-cepat mendekat.

"Saya sudah bilang, saya tidak gila! Kalian jangan sembarangan seperti ini!" seru pria yang tak lain adalah papa Faro.

"Sudah ikut, bapak ini sudah benar-benar tidak waras!" beberapa bapak-bapak di kompleks perumahan ini menyeretnya paksa.

"A...ada apa ini?" gumam Faro pada dirinya sendiri.

"Ih, nggak nyangka ya pak Pratama kayak gitu. Dulunya kaya loh, berwibawa juga. Eh, sekarang kok tiba-tiba jadi begini" bisik ibu-ibu kompleks yang sampai di telinga Faro.

"Iya, semenjak istrinya meninggal, pak Pratama kok jadi agak aneh gini, ya. Saya kasihan, buk sama anaknya Bu RT"

"Iya, bisa-bisanya pak Pratama tiba-tiba serang dia padahal dia nggak ngapa-ngapain"

Begitulah yang Faro dengar dari pembicaraan antara ibu-ibu kompleks.

Faro berlari ke arah papanya yang sedang ditarik-tarik paksa oleh beberapa orang.

"Nah, ini anak saya. Tanya sama dia, saya ini nggak gila!" seru papa Faro marah.

"Nggak bisa! Bapak harus dibawa ke rumah sakit kejiwaan secepatnya. Warga disini resah akan sikap bapak yang tidak bisa diprediksi begini" ujar pak RT.

"Pak, saya mohon biarkan papa saya tetap disini. Saya yang akan menjaganya setiap waktu. Saya janji hal yang sama nggak akan terulang lagi" pinta Faro.

"Nggak bisa, Faro! Saya sebagai ketua RT disini bertanggung jawab atas ketentraman dan keamanan warga disini. Saya nggak bisa diam saja melihat semua ini"

"Pak, saya mohon sekali sama bapak. Biarkan papa saya tetap tinggal disini. Saya yang akan menjaganya. Saya bersedia melakukan apapun yang bapak mau"

"Hei, mana mungkin dia bisa menjaganya. Dia kan sekolah. Kalo nanti kejadian yang sama terulang lagi, siapa yang mau tanggung jawab?" seru seseorang dari kerumunan yang menyulut emosi semua orang.

"Iya! Kita nggak bisa biarin ada orang gila di kompleks kita. Bawa aja, pak" seru yang lain.

"Jangan pak, saya mohon. Saya bersedia bersujud di kaki bapak jika itu membuat bapak berubah pikiran" pinta Faro lagi, tetes demi tetes air mata mulai menuruni wajahnya. 

"Nggak bisa, Faro. Ini demi kebaikan ayah kamu juga. Semakin cepat ia ditangani, semakin besar pula kemungkinan beliau bisa sembuh seperti semula. Saya berjanji, jika pak Pratama benar-benar sudah sembuh, saya akan menyambutnya dengan senang hati. Tapi untuk sekarang, kami benar-benar tidak bisa membiarkan pak Pratama tetap disini dan mengganggu ketentraman kami"
jawab pak RT, lalu kembali menyeret paksa papa Faro ke arah ambulans rumah sakit kejiwaan yang sudah menunggu.

"Pak, saya mohon jangan, pak" ratap Faro. Namun tak seorangpun yang mengindahkannya.

"Faro! Bilang pada mereka papa nggak gila, Nak. Bilang!" seru papa Faro sambil kesusahan berontak dari beberapa orang yang memeganginya.

Faro menggeleng-geleng tak percaya. Akhirnya hari ini tiba. Hari paling Faro takutkan. Hari, ketika semua orang akhirnya tahu perihal ayahnya yang depresi. Faro benar-benar tak siap untuk hari ini. Benar-benar tak siap.

"Pak, berhenti" Faro berlutut, memegangi kedua kaki pak RT yang tengah menyeret papanya.

"Lepas, Faro"

"Jangan bawa papa saya, pak"

"Faro, lepas"

Faro menggeleng, ia tetap menahan kaki pak RT agar tak bergerak.

Rahasia di Balik Senja [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang