"Siapa yang menang...bunda kasih kue spesial buatan bunda!" ujar Arini, ibunda Faro. Faro yang kala itu baru berumur delapan tahun melonjak gembira.
"Faro mau!" serunya semangat.
"Oke, papa nggak akan kalah sama jagoan papa," papanya pura-pura melakukan pemanasan.
"Faro yang bakal menang!" seru Faro.
"Siapa bilang?" goda sang ayah.
"Pokoknya Faro pemenangnya"
"Siap...mulai!" sang ibunda melambaikan celemek masaknya dan kedua lelaki yang disayanginya mulai berlari.
Faro kecil berlari sekuat tenaga mencapai garis finish yang telah disepakati, sementara papanya berpura-pura kesulitan mengimbangi langkah putranya.
"Horeee...Faro menang!" Faro bersorak penuh kegembiraan.
"Jagoan papa hebat banget!" papanya menaikkan Faro keatas pundaknya, membawanya berkeliling halaman belakang. Faro kecil tertawa kegirangan.
Setelah itu, mereka menyantap masakan sang ibunda diatas gelaran tikar dibawah pohon rindang, beserta pula kue yang sudah dijanjikan.
"Faro abisin, ya Bun?" tanya Faro.
"Habisin, Nak. Jangan kasih buat papa kalo perlu" goda sang bunda, papanya tersenyum.
"Mmm...kue buatan bunda enak banget. Bunda emang the best" Faro mengacungkan jempolnya. Kedua pipinya sudah kotor oleh krim coklat dari kue itu.
"Bun, pa. Faro seneng... banget hari ini. Makasih ya udah bikin Faro seneng terus" ucap Faro kecil dengan polosnya.
Papanya mengacak rambut sang putra semata wayangnya. Pria muda itu tersenyum.
"Apa yang nggak buat jagoan papa," katanya.
"Faro sayang papa" pria itu tergelak.
"Faro nggak sayang sama bunda?" sang ibunda pura-pura merajuk.
"Faro sayang...banget sama bunda"
Wanita muda itu ikut tertawa, memeluk buah hatinya. Faro tersenyum riang dalam pelukan kedua orang tuanya.
Faro tersenyum sendu mengingat semua kenangan itu. Masa-masa yang tak akan pernah terulang kembali. Ketika semuanya belum menjadi serumit ini. Ketika papa, dan bunda masih ada untuk membuatnya gembira setiap hari.
Namun nyatanya, realita tak semanis ekspektasi. Beberapa tahun setelah kejadian itu, mamanya terpaksa pergi menghadap Ilahi karena tekanan darah tinggi yang menggerogoti tubuhnya.
Sejak saat itu, semuanya sudah tak lagi sama. Papanya tak pernah lagi peduli dengan apa yang Faro lakukan. Pria itu lebih mengutamakan pekerjaan di atas segalanya. Hingga lama-kelamaan, sikapnya itu menjadi sebuah obsesi yang pelik dan sukar dipahami.
Kini, Faro sudah tak punya lagi pegangan hidup. Siapa yang mau sekedar mendengar keluh kesah bocah lemah ini? Mana ada orang yang mau peduli dengan berandalan macam ia ini?
Kehilangan seluruh kebahagiaan perlahan menuntun Faro menuju jalan yang menyimpang. Ia terkesan urakan. Berandalan. Tak tahu aturan. Lagipula, jika ia menjadi sampah di mata dunia, mana ada orang yang akan peduli kepadanya?
Faro kecil sekarang sedang beranjak dewasa. Tanpa punya orang tua dan kehangatan keluarga. Hidup sendiri dengan nestapa, namun terus berusaha terlihat bahagia.
Faro mengisap rokok di tangannya, kembali menyapukan pandangan ke langit-langit Surabaya. Kota ini terlihat suram sejak ia kehilangan pegangan.
Namun, Faro masih tak menyangka. Ternyata, kompetitor papanya dalam bekerja selama ini adalah ayah Edo. Hingga ayahnya nyaris gila, hingga tak jarang meminum obat jenis narkotika untuk menenangkan batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia di Balik Senja [HIATUS]
Ficção AdolescenteMasih ingatkah kalian dengan Dirga dan Satya? Satya, seorang gadis keras, kuat dan tomboy. Gadis yang selalu dibully karena status yang melekat pada dirinya. Seorang gadis yang tak pernah memikirkan cinta sebelumnya dihadapkan pada Dirga yang membua...