Beri kesempatan ia perlahan. Beri ruang ia berhembus. Lihatlah nanti, ia bertahan atau tertinggal...
###
Perasaan miris memenuhi hati Al. Dina menyuruhnya mengajar di kelas satu SMP. Mata pelajaran bahasa Inggris.
“Miss namanya siapa?” dengan kaku Al berdiri di depan kelas. Di depan santriwati yang terlihat antusias.
“Apa yang harus kulakukan?” batin Al.
“Ehm….. nama lengkapku Nadia alfirofa. Kalian bisa memanggilku dengan sebutan Nadia atau Al. terserah yang penting kalian enjoy dengan sebutan itu."
“Miss, katanya miss Nadia itu calon adik iparnya Ning Dina! Bener miss?” seluruh kelas berebutan mengacungkan tangan ingin bertanya.
“ Mungkin. Aku tidak begitu mengerti. Ya, semoga saja!”
“Ning Dina itu cantik, Miss. Baik pula. Pokoknya yang jadi suaminya, sangat beruntung mendapatkan Ning Dina.” Al menyembunyikan kekakuan dengan tersenyum. Kenapa aku mendapat murid-murid yang cerewet?
“Miss Nadia juga lebih cantik daripada Donita.”Al hanya menanggapinya dengan senyuman kecil.
“Ohya, Ning Dina Khatam Qur’an kan?” Al mengerutkan dahinya. Khatam qur’an? Cuma baca, kan? Aku juga pernah kok! Bukan cuma Dina, batin Al.
“Kalau Ning Dina sudah khatam, miss Nadia sudah juz berapa hafalannya?”
Deg! Detak jantung Al terdengar dengan jelas. Hafalan apa? Batin Al.
"Maksud kalian?” para santriwati terlihat kebingungan dan saling berdiskusi. Memusyawarahkan jawaban.
“Menghafal Al-qur’an, Miss?!” Al masih kebingungan.
“Sepertinya aku tidak pernah mendengarnya.”
“Menurut Miss, disini tempat apa?” bergantian mereka melontarkan pertanyaan kearah Al tanpa rebut.
“Disini pondok Ar-Rohman, kan?” mereka mengangguk bersama.
“Pondok Ar-Rohman itu tempat para santri menghafal Al-qur’an, Miss! Kita pikir, Miss juga menghafal Al-qur’an. Maaf, Miss!”
“Oh… sudah, gak papa. Take it easy aja!” Al tersenyum dengan sempurna. Terselip rasa kagum kepada santriwati yang menurut Al terlihat santun. Kayaknya kalau anak kota tidak sesantun ini. Baru kutemukan, batin Al.
“Ehm…. Sepertinya aku belum mengenal nama kalian, bagaimana kalau kalian memperkenalkan nama kalian?”
“Baik, Miss!” sambut mereka dengan ceria.
Setelah menyimak para muridnya memperkenalkan diri masing-masing, Al memutuskan untuk menambah pelajaran di lain waktu. Sebenarnya Al tidak membawa buku dan tidak mempersiapkan diri sama sekali.
“Nadia!” terdengar sebuah suara memanggil Al setelah keluar dari kelas. Al memutuskan tidak menghentikan langkahnya. Aku tidak mengenal suara itu. Mungkin bukan Nadia aku yang dia panggil.
“Nadia Alirofa!” Al menoleh ke belakang. Ada seorang gadis berbaju ungu. Al mengawinkan kedua alisnya. Siapa gadis itu? Aku tidak pernah melihatnya, batin Al.
“Kamu Nadia Alfirofa kan?” Al mengangguk.
“Aku Fina. Ummi Lathifah Arifina. Aku saudara sepupunya Mbak Dina.” Gadis itu menjulurkan tangannya.
“Senang berkenalan denganmu.” Al tersenyum, memperlihatkan sikap ramah. Mencoba menghilangkan sikap tak acuhnya. Bukan karena dia sekarang hidup di lingkungan pondok, tapi demi menjaga pandangan orang terhadap keluarganya. Kalau dia bersikap acuh, Dina akan berubah pikiran tentang keluarganya, terutama tentang Alfan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar Dalam Etalase
General FictionNadia Alfirofa merasa nyaman dengan dunianya sendiri. Acuh akan kehadiran orang sekitar, hingga kakak sulungnya merasa gerah dan ingin mengubahnya. Mawar merah tertancap kokoh, menyatu seirama tangkai dan duri. Hingga ia terpaksa asing, terkurung da...