Satu kenikmatan dicabut, kemudian kamu akan menemukan keistimewaan darinya.
###
Tanpa terasa sudah hampir dua bulan Al tinggal di lingkungan pondok pesantren Ar-Rohman. Al belum masuk kuliah. OSPEK dilaksanakan satu minggu setelah hari raya Iedul Fitri. Kehidupan yang Al jalani tidak membuatnya tenang. Pasalnya Alfan tidak pernah menjenguknya.
Kalau Al menghubunginya, Alfan selalu mempunyai alasan untuk cepat memutuskan sambungan. Sampai saat ini pun, Al belum mengetahui nomor ayah dan bundanya. Bahkan, Salsa tidak membalas pesan yang dikirimnya melalui account. Meskipun ATMnya tidak berhenti menghasilkan uang, Al tetap ingin mengetahui kabar keluarganya di Bandung.
Rasa rindu amat memenuhi hatinya. Apalagi tiga hari lagi sudah memasuki bulan ramadhan. Namun tidak ada tanda-tanda Alfan akan mengajaknya pulang.
“Fin!!” Al memasuki kamar Fina dengan muka lesu. Dia masih memakai semi jas yang dipakai untuk mengajar. Fina yang sedang khusyu’ dengan komputer langsung memalingkan wajahnya. Al duduk di tepi kasur Fina.
“Ada apa lagi, Nadia?” Fina beranjak duduk di samping Al. membiarkan komputernya yang menyala.
“Aku lelah! Alfan jahat! Apa dia membiarkanku waktu ramadhan juga? Aku ingin pulang, Fin!”
“Kamu sudah menghubunginya?”
“Berkali-kali! Tapi dia selalu bilang sibuk lah. ada tugas lah!”
“Mungkin dia benar-benar sibuk!”
“Sampai tidak punya waktu bicara denganku walau hanya sepuluh menit? Mustahil, Fin!”
“Kamu tidak mencoba bertanya pada Mbak Dina? Mungkin dia bisa membantumu.”
“Mereka sekongkol, Fin!”
“Dalam hal apa? Memangnya mereka menjahatimu?”
“Mereka ingin aku berubah.”
“Ya sudah, aku yang mau bicara sama Mas Alfan. Mana handphonemu?” Fina mengambil handphone dari tangan Al.
“Nadia, kenapa tidak ada nama Alfan disini?” tangan Fina mengutak-atik handphone Al, untuk menyalin nomer Alfan.
“Bukan Alfan. Mas Alfan!” Fina mengerutkan kening disertai senyuman meremehkan.
“Heh,,,, apa?”
“Sudah sana cepat telfon!” perintah Al dengan mendengus kesal. Dia menangkap ekspresi Fina yang menertawakannya.
“Assalamu’alaikum. Mas Alfan!”
“Al?”
“Bukan mas, ini Fina, adik sepupunya Mbak Dina.”
“Oh, Fina! Ada apa? Kamu satu universitas dengan Al kan?”
“Iya, ehm…. Mas, Nadianya ingin bicara.” Fina memberikan handphone kepada Al.
“Ada apa Al?”
“Kamu tidak mau berbicara denganku kan?”
“Lalu kamu menyuruh Fina menelfonku?”
“Iya, karena Fina adik sepupu Dina makanya kamu mau berbicara denganku kan?”
“Kata siapa? Suudhon sudah. Lagipula kamu mau bicara apa?”
“Aku mau pulang, aku kangen Bunda sama Ayah.”
“Sama Salsa dan Fahri?”
“Iya, aku kangen mereka. Kamu mau aku lebaran disini?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar Dalam Etalase
Fiction généraleNadia Alfirofa merasa nyaman dengan dunianya sendiri. Acuh akan kehadiran orang sekitar, hingga kakak sulungnya merasa gerah dan ingin mengubahnya. Mawar merah tertancap kokoh, menyatu seirama tangkai dan duri. Hingga ia terpaksa asing, terkurung da...