Perdebatan panjang yang terjadi akhirnya membuat Sita harus mengalah. Percuma, ia sulit menadingi keras kepala Ayi. Ia juga sedang malas adu mulut dengan Leo, jadi Sita lebih baik menurut pada Ayi dan juga Leo.
Kini Sita menatap air yang turun tanpa henti dari dalam mobil Leo. Selama beberapa saat pandangannya hanya fokus pada para pengemudi sepeda motor yang terpaksa berteduh. Atau pun para pengemudi sepada motor yang berlalu lalang menggunakan jas hujan.
Suasana dalam mobil diselimuti sunyi. Tidak ada percakapan yang terjadi. Yang terdengar hanyalah lagu-lagu dari ponsel Leo yang disambungkan ke audio mobil. Laki-laki itu membiarkan Sita menatap lekat jalanan lewat jendela mobil.
"Yo, berenti di depan ya." Suara Sita memecah keheningan. Leo menatap Sita seakan bertanya mengapa perempuan itu meminta dirinya untuk berhenti.
"Gue naik TJ aja. Rumah gue jauh dari apartemen lo. Anterin gue tuh ngerepotin lo banget."
"Gak bisa," sahut Leo cepat.
"Yahh kenapa?"
"Gue janjinya sama Ayi anter lo ke rumah, bukan ke halte."
Sita hanya terdiam mendengar jawaban Leo. Dirinya tidak kembali memaksa karena Leo tentu saja tidak akan menepikan mobilnya. Jadi tidak ada gunanya jika Sita terus menerus berisik di depan Leo.
"Adwin apa kabar, Yo?"
"Baik, Sit. Kalian tuh hebat ya." Sita menatap Leo bingung.
"Adwina juga sering nanya, elo sama Ayi kabarnya gimana."
Sedetik kemudian Sita tertawa kecil. Membayangkan ekspresi gemasnya Adwina bila ia akhirnya bertemu dengan perempuan itu nanti.
"Makanya. Lo ajak Adwin main bareng kek sama gue ama Ayi. Anak orang lo suruh ngumpet mulu. Masa ketemu kita aja gak boleh?"
"Heh, Sita!"
Seruan Leo hampir saja membuat Sita menjatuhkan ponselnya karena terkejut.
"Kaget astaga," protes Sita.
"Kalimatnya benerin dulu itu. Gue kesannya kaya culik anak orang woi." Leo balik protes.
"Kenyataannya kan gitu, Yo," ledek Sita.
Sita berucap sambil menatap layar ponselnya. Membalas pesan Ayi yang mengatakan dirinya untuk tidak meminta Leo memberhentikan mobil di tengah jalan lalu pulang menggunakan transjakarta. Sita mendengus pelan, ia beberapa kali berpikir apakah Ayi seorang cenayang.
Mami nanya nih, kamu udah jalan pulang belum. Keujanan di jalan gak.
Kali ini Sita membaca pesan dari Yasa. Jika Yasa menanyakan kabarnya seperti itu, Sita yakin jika Maminya sedang sibuk memasak. Sehingga menyuruh Yasa untuk menanyakan kabar adik perempuannya.
"Bagi kontak Adwin dong." Suara Sita memecah keheningan.
"Hah? Tiba-tiba amat, Sit?" tanya Leo terkejut.
"Iya, mau kabarin Adwin kalau elo anter gue pulang. Adwin enggak tahu muka gue, entar disangka yang aneh-aneh. Kan sedih gue kalau kalian berantem gara-gara gue."
Kali ini, giliran Leo yang tertawa. Berteman dengan Sita dan Ayi sejak SMA membuat Leo tahu beberapa kesamaan dua temannya itu. Salah satunya ini, mereka selalu meminta izin untuk melakukan sesuatu jika perlu.
"Santai aja kali, Sit. Entar gue kabarin Adwina deh."
Kan sedih gue kalau kalian berantem gara-gara gue. Kalimat itu membuat Leo teringat akan kejadian tahun lalu. Mengingatkan Leo akan dirinya yang hampir membuat Ayi dan Sita bertengkar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soundtrack: Dusk and Dawn
General FictionAyres adalah fajar. Sita adalah senja. Mereka dipertemukan untuk membuktikan apakah senja dan fajar bisa bersama. [Soundtrack ; Day6's collaboration project] ©Written by Pitachynt April 3rd, 2020