Iringan 30 : Berbagi Rasa

947 85 83
                                    

Sita

Pancoran - Jatinegara agak jauh dikit, cuma karena ini masih pagi jadi lancar banget jalanannya.

"Adwin, ya?" tanya gue setelah membuka jendela.

"Iya, Kak. Kak Sita, kan?"

"Bentar bentar, kok kita malah terdengar seperti driver lagi jemput penumpang."

Gue ketawa sambil membuka kunci mobil. Dapat gue lihat Adwin yang ikut tertawa kecil, tetapi masih terlihat segan di sana.

Gue mengatur maps menuju gereja dan juga mengirim chat untuk Ayi kalau gue udah jemput Adwin dan mau jalan ke Bogor.

"Eh, kok enggak naik?" tanya gue saat sadar Adwin enggak kunjung naik walau udah membuka pintu mobil.

"Emm ... itu, Kak ...."

Seakan gue tahu maksudnya, gue melirik ke arah bawah tempat duduk. Ekspresinya terlihat bingung melihat sepatu itu.

"Yah ketahuan deh aku ada cowok lain."

"Hah?" Lucu banget ekspresi, dia kaget banget dengar ucapan gue.

Gue mengambil sneakers berwarna cream hitam putih dan menaruh di belakang secara asal bersama flat shoes dan heels yang gue bawa. Yang kalau Ayi lihat, dia pasti udah menggeleng kepala sambil benerin posisi masing-masing sepatu yang ada di belakang biar enggak berantakan kaya gini.

"Maaf ya berantakan karena ada sepatu di mana-mana," ucap gue pada Adwin yang sekarang sedang sibuk pakai seat belt.

Selama lima menit, enggak ada yang membuka percakapan. Gue juga memilih diam takut salah ambil jalan. Setelah gue percaya diri dengan arah jalan yang gue pilih, lantas gue melirik Adwin yang wajahnya, bentar, kok dia dia kaya berpikir banget gitu.

"Kamu mikirin topik buat ngobrol atau mikirin sepatu yang tadi?" Gue tertawa kecil.

First impression gue sama Adwin nih cuma ada satu, gemes banget. Lebih gemes lagi ketika sadar kalau dia ceweknya Leo. Di mana Leo masih termasuk ke dalam kategori bukan anak alim. Jadi lucu lihatnya karena Adwin ini pasti alim banget.

"Itu sepatu kakak aku, Win. Satu-satunya oknum yang hobi ninggalin sepatu gitu cuma Kakak aku. Cowokku cuma Ayi dan enggak pernah kepikiran untuk ganti cowok kok."

Kayanya, jokes gue sama Adwin nih enggak bisa selevel deh. Anaknya ayu banget ini, suaranya yang walau baru gue dengar sepatah kata, udah jelas lemah lembut. Ini Adwin kayanya serangan jantung kalau ketemu gue dan Kak Aci berkumpul jadi satu dengan suara yang heboh banget.

"Oh iya, kita belum bener-bener kenalan loh. Aku Sita, seneng bisa ketemu kamu akhirnya, Win."

Gue melempar senyum pada Adwin yang sayangnya gue enggak bisa menjulurkan tangan demi keselamatan bersama.

Adwin membalas senyum gue. "Seneng juga bisa ketemu Kak Sita akhirnya. Leo sering cerita juga tentang Kak Sita."

❁❁❁

Acara pemberkatan telah usai, tapi posisi duduk gue dan Ayi masih sama. Gue melihat mata Ayi yang masih memerah karena tangisnya pecah ketika Kak Aci memeluk Eyang sangat erat tadi. Tumbuh bersama Kak Aci dengan kisah orang tua yang enggak bisa dibilang biasa, gue─bahkan Papi, Mami, dan Kak Yasa mengakui bahwa Ayi dan Kak Aci benar-benar hebat.

Jadi gue hanya bilang pada Ayi gak apa untuk nangis karena enggak ada yang salah dari sebuah tangisan. Enggak hanya Ayi, bahkan tadi saat Kak Aci meluk Eyang, gue sempat meneteskan air mata karena bener-bener ikut bahagia atas Kak Aci dan Kak Alpha.

Soundtrack: Dusk and DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang