Iringan 13 : Telepon

484 96 34
                                    

Berteman dengan Sita sejak SMP membuat gue tahu segala kebiasaannya. Cara dia merespon sesuatu yang baru atau pun yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Cara dia tersenyum kepada orang yang dia kenal dengan orang yang sudah akrab dengannya akan berbeda. Dia yang sering menyengir setiap kali bingung mau jawab apa.

Cara dia makan yang membuat gue juga jadi ingin ikut makan bersamanya. Dia yang bisa mengemut makanannya cukup lama ketika lagi bete. Dia yang sengaja membeli makanan kucing supaya kucing-kucing liar di kompleknya enggak kelaparan.

Dia yang selalu kebiasaan gigitin sedotan plastik. Ketika gue bilang jangan gigitin sedotan, dia akan melepas gigitannya itu sebentar. Namun, gak lama kemudian dia akan gigit lagi sedotannya.

Cuma sejak stainless straw ditambah bamboo straw terkenal, dia jadi pakai dan bawa itu ke mana-mana. Yang bikin gemes, dia jadi suka bete karena pakai stainless straw atau bamboo straw walaupun itu pilihannya sendiri.

"Ta, jangan digigitin dong. Nanti adanya gigi kamu yang rusak." Gue manarik gelas dan sedotan besi itu secara bersamaan dari mulutnya. Supaya dia enggak gigit sedotan yang notabenenya keras banget.

"Ih kesel, gak mau pake ah. Besok mau pake yang plastik aja biar bisa digigit."

Dia selalu kasih kabar ke Tante Yuli, Maminya kalau pulang malem. Selalu minta ijin ke Om Widi, Papinya kalau mau pergi yang jaraknya jauh banget. Sering ditanyain Kak Yasa kalau pulang malem. Dia enggak pernah lupa untuk bawa pulang makanan buat Saga kalau kita lagi pergi ke suatu tempat.

Dia selalu ingin bisa membuat berbagai jenis kue dan enggak mau kalau cuma bisa buat kue bolu aja. Dan juga dirinya yang lebih sering marah-marah kesal dan geregetan dibandingkan ngambek.

"Bengong mulu deh."

Gue tersenyum menatap Squirtle yang dibawa Sita kemudian berterima kasih pada cewek yang ada di depan gue. Ketika Sita sibuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas lalu mengisi botol minumnya, hp gue bunyi.

Melihat nama yang tertera di layar, gue hanya memandang layar hp tanpa mengangkatnya.

"Siapa?" tanya Sita cepat.

Bukan karena curiga, melainkan karena bingung. Sita tahu gue bukan tipe yang enggak angkat telepon orang lain selama nomor itu ada di kontak gue.

"Mama," ucap gue pelan tanpa nada.

"Oalah, angkat aja. Aku habis ini langsung pulang kok."

Gue menahan tangan Sita ketika dia hendak meraih kenop pintu kamar gue.

Bertahun-tahun saling kenal, Sita udah hafal banget kalau gue butuh sedikit ruang setiap ngobrol sama Nyokap dan Bokap.

"Di sini aja sampai Mama selesai telepon."

Sita mengangguk seakan mengerti maksud gue. Kemudian dia langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kursi belajar gue. Membiarkan diri gue terduduk sambil menatap layar hp yang kini berdering untuk kedua kalinya.

"Halo, Ma?"

"Ayi apa kabar?"

"Baik, Ma. Ya gini-gini aja."

"Ayi lagi sibuk gak?"

Ini adalah kalimat pembuka yang selalu kita ucapin ketika teleponan.

"Enggak kok. Tadi habis dari rumah Eyang sama Sita."

"Eh, sekarang Sita masih sama kamu gak?"

"Masih Tante, hehehe," sapa Sita.

"Halo Sita. Kuliahnya sibuk gak? Kok Ayi kayanya santai-santai aja enggak kaya temen sejurusan lain."

Soundtrack: Dusk and DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang