Gue yang udah telat berusaha enggak merusak suasana lebih parah lagi. Cuma gimana, kita udah ngulang dua kali dan ini ngulang juga karena kesalahan yang sama.
"Yo, fokus. Lo enggak ada riff di sini, jangan diulang-ulang." Akhirnya gue berusara.
"Sorry. Gi, drum-nya turunin setengah bisa? Gue enggak terlalu jelas pas bagian intro."
Gian terlihat ragu gitu, cuma karena dia denger suara Leo yang emang udah kedengeran bete banget, dia langsung iyain.
"Oke, gue coba," sahut Gian.
Bagus, kali ini gue yang salah. Leo udah ngelirik gue aja, cukup sinis.
"Enggak bisa nada diturunin gini. Lo enggak denger drum jadi balapan sama strumming gue?"
"Bisa, Yi," sahutnya lagi.
"Lo bisa karena nggak pegang riff, Yo. Jangan seenaknya ganti nada, belum tentu pas di gue, Wira, atau Brian."
Kemudian Wira sedikit berdecak. "Bentar, bentar. Lo berdua yakin gak sih mau bawain ini? Kalo lo berdua yakin, harusnya lo berdua udah tahu chord-nya gimana kan?"
"Ya udah. Stop, Gi, balik lagi kayak semula," sahut Leo.
Cuma tetap aja, ketika Leo fokus, gue yang enggak fokus dan salah. Ketika gue fokus, malah gantian Leo yang fak fokus. Dan frekuensi Leo salah jauh lebih banyak dibanding gue.
"Udahlah, stop dulu aja. Harus ngulang berapa kali karena kita berdua?" potong gue.
"Kita berdua? Lo kali? Gue lagi usaha ngimbangin gini, lo tiba-tiba seenak jidat berenti kaya gini," sahut Leo marah.
"Lo juga salah daritadi, Yo."
"Apa sih, Yi? Kalau lo gak tiba-tiba berenti terus samperin gue kaya gini, kita pasti udah lumayan beres."
"Bener apanya?!" Sejujurnya gue lagi males menarik suara lebih tinggi untuk sekadar marah. Namun, enggak tahu kenapa gue jadi emosi juga.
"Apa sih lo kok jadi marah-marah gak jelas???" sahut Leo enggak terima.
"Enggak jelas? Kita semua lihat gimana lo main. Kita lihat gimana lo bikin kesalahan dan lo masih bilang gue marah-marah enggak jelas?" sahut gue balik.
"Gue selalu berusaha benerin kesalahan gue, gue bahkan daritadi ngikutin apa mau lo, Yi. Tapi lo nggak ada sedikit pun ngertiin gue."
"Gue harus ngertiin lo kayak gimana? Gue harus ngikutin kemauan sok profesional lo itu kayak gimana?!" Akhirnya gue ikut meledak.
"Gue selalu bilang ke lo, dan ke kalian semua untuk profesional karena kita ngerjain ini bukan buat main-main. Dan lo harus tau, sikap lo yang kayak gini justru ngerusak kata profesional itu sendiri." Leo tetap enggak mau ngalah.
Semua yang berkecamuk di hati dan kepala gue membuat gue secara enggak langsung mengeluarkan semuanya pada orang lain.
"Oh, oke, jadi di sini lo doang yang berusaha profesional? Terlalu profesional sampai lo enggak bisa bedain mana masalah pribadi dan mana yang masalah kerjaan?"
"Don't you dare say it." Leo menatap gue tajam.
"Did you fight with her?" Gue menekankan setiap kata, "this fucking mess up ... did you really fight with her?"
"Don't try to drag her. You don't know anything."
"Yeah sure, we don't know anything because you never let us know about your business."
Gue berusaha menahan emosi untuk enggak kembali marah, "Lo ... lo selalu berusaha kuat untuk buat semuanya jadi baik-baik aja. Bahkan ketika diri lo sendiri udah gak bisa handle itu sendirian, lo tetap memaksa diri lo untuk membuat semuanya jadi baik-baik aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Soundtrack: Dusk and Dawn
Fiksi UmumAyres adalah fajar. Sita adalah senja. Mereka dipertemukan untuk membuktikan apakah senja dan fajar bisa bersama. [Soundtrack ; Day6's collaboration project] ©Written by Pitachynt April 3rd, 2020