Baru saja Heejin selesai memasukkan semua barangnya ke dalam tas, kepalanya kini harus sedikit menengadah ketika namanya dipanggil oleh seseorang. Mau tak mau Heejin bangkit dan berjalan menghampiri orang itu.
Dia baru selesai latihan sekarang. Akibatnya baju yang dia kenakan harus sedikit basah akibat keringat. Dari yang dia tangkap dari percakapan singkat tadi adalah dia dipilih ekskulnya untuk ikut perlombaan bulan depan.
Tidak buruk sih, lagi pula dia senang bisa ikut perlombaan. Tapi dia yakin hari harinya akan diisi dengan latihan dan latihan.
"Heejin!" Lagi, namanya dipanggil. Kepalanya mulai menoleh kesana kemari untuk mencari sumber suara. Apa abang abang ojek yang dia pesan sudah sampai?
"Hee!" Akhirnya pandangannya berhenti tepat menatap lurus sebuah motor—dengan si pemilik– yang berada di seberang jalan. Dia tidak tahu siapa orang dibalik helm full face itu.
Vespa GTS 300 pun berhenti di depannya dengan orang yang meneriaki namanya tadi. Heejin sibuk memandangi orang di depannya. Naik vespa dengan helm full face, sepatu sneakers, kemeja sekolah yang sedikit keluar dari hoodie yang dipakai, ditambah dengan tas punggung yang ditaruh diantara kedua kakinya.
Ketika helm itu dibuka munculah cengiran dari orang itu, yang tidak lain adalah Jaemin. "Kenapa liatin gue? Ganteng yaa? Iyalah, pabriknya Daddy Siwon gituloh," Ucap Jaemin diikuti dengan tawaan renyahnya. Heejin hanya diam tanpa mengalihkan pandangannya dari tempat semula.
Merasa terintimidasi, Jaemin langsung diam dan menutup mulutnya rapat rapat. "Ngapain manggil?" Tanya Heejin to the point.
"Mau nanya aja, baru pulang?"
"Iya,"
"Latihan dance?"
"Iya,"
"Capek?"
"Iya,"
"Gue anter mau kan?"
"I-Apa?" Otak Heejin terhenti sementara. Apa tadi katanya? Jaemin mau mengangtarnya pu-
"Tapi boong, WKWKWK," sabarkan Heejin, jangan sampai tangannya yang suci harus memukul orang yang kini sedang tertawa di depannya. Jangan sampai dia mengumpat dan mengeluarkan kata kata keramat Xiyeon, jangan sampai.
"Bangsat," baiklah, Heejin tidak bisa menahannya. Kini dia tersenyum dengan sangat manis, tapi di mata Jaemin itu adalah senyuman yang menyeramkan. Posisinya terancam sekarang. Tanpa aba aba, dia melajukan motornya untuk pergi dan menjauh dari Heejin.
Melihat tingkah ketua kelasnya itu membuat Heejin semakin naik darah. Dia pun mulai menenangkan kembali pikiran dan hatinya sekarang. Diakhiri dengan gerutuan yang keluar dari mulutnya.
Hari sudah semakin gelap, pesanannya sudah di cancel 2 kali oleh ojek online yang berbeda. Dia benar benar ingin pulang sekarang. Dia sangat merindukan kasur empuk miliknya.
"Ayo deh gue anter beneran," ucap Jaemin yang kembali lagi ke hadapan Heejin. Jadi selama dia menunggu Jaemin masih ada disekitar sini? Yang benar saja. Apa anak itu tidak punya kerjaan?
"Nggak," ketus Heejin. Dia masih kesal dengan kejadian tadi. "Beneran ini, mau ga?" Kembali Jaemin bertanya untuk memastikan dia tidak salah dengar dan jawaban Heejin pun tetap sama, "nggak Jaemin."
"Yakin nih ya? Awas lo nanti gue mau jalan lo minta ikut,"
"Iya, udah sana," jengah Heejin mendengar ucapan Jaemin. Kembali dia mengutak atik handphonenya untuk membuka aplikasi ojek online dan mulai memesan.
"Dih, dah naik cepetan," Jaemin masih belum menyerah rupanya.
Heejin menatap Jaemin tajam. Sungguh, dia tidak suka dipermainkan seperti ini. Dengan kesal dia membatalkan pesanannya dan berjalan mendekat kearah Jaemin. Jaemin yang melihatnya tersenyum puas.
