Chapter 07

113 18 0
                                    

Xiyeon mengerucutkan bibirnya kesal. Dia menatap nyalang ke arah jalanan dan semua ini karena orang yang sedang menyetir di sampingnya.

Mingyu sama sekali tak menghiraukan Xiyeon. Matanya masih fokus dengan jalanan. Telinganya pun tersumpal oleh earphone yang langsung tersambung dengan handphone miliknya.

"Semua gara gara lo bang," ucap Xiyeon tiba tiba. Dia menaruh perhatian pada sang kakak dan menatapnya tajam seakan akan siap menelan Mingyu hidup hidup. "Coba aja tadi lo telat lima menit lagi, kan gue bisa pulang bareng sama Jeno. Mana lo tadi main klaksan klakson aja lagi, emangnya lo kira gue cewe apaan?!"

Bukannya menjawab Mingyu malah menyanyikan lagu yang memenuhi gendang telinganya. Sesekali dia mengangguk anggukan kepala mengikuti irama lagi. "Ho a ho e, asek..."

Melihatnya membuat darah Xiyeon naik sampai ke kepala. Dia menarik paksa earphone sang kakak dan berhasil membuat Mingyu menoleh kearahnya.

"Apa sih?"

"Lo denger gak sih gue ngomong apaan tadi?"

"Ya kagaklah," jawaban yang berhasil mendapat jitakan keras dari Xiyeon. "Gue lagi nyetir njir. Kalo oleng nanti gimana? Lo mau di turn off -in sama Allah?!" Mingyu membalas Xiyeon kesal. Dia ogah diajak mati muda sama Xiyeon. Hidupnya masih panjang dan dia mau merasakan yang namanya pernikahan dulu.

"Ih doanya serem banget," Xiyeon menarik badannya mundur lalu melipat tangannya di depan dada. "Ya abis, emang ada yang nyuruh lo jitak gue? Nggak kan," Mingyu ikut menggembungkan pipinya sok imut lalu kembali fokus pada jalanan.

Ingin sekali Xiyeon menendang mahkluk disampingnya keluar dari mobil lalu meninggalkannya di tengah jalan. Dia jadi melupakan sejenak kelakuan Mingyu tadi.

"Eh bang, minggu-"

"Nama gue Mingyu,"

"Gue mau ngomong minggu njir, bukan Mingyu. Ah bodo ah kesel gue sama lo." Hancur sudah mood Xiyeon akibat ulah kakaknya. Sudah gagal pulang bareng Jeno ditambah dengan kelakuan ajaib Mingyu. Lengkap sudah derita Xiyeon hari ini.

"Yee ngambekan lo ah, nggak seru," Xiyeon tidak membalas, dia lebih memilih untuk diam sambil menghadap ke arah jendela di sampingnya, meratapi nasib kenapa dia mempunyai kakak seperti Mingyu.

"Yeon? Beneran ngambek? Jangan ngambek atuh, maaf," lagi lagi Xiyeon tidak menjawab. Dia menghalau tangan Mingyu yang berusaha menarik tangannya untuk menarik atensi Xiyeon. "Dedek mah, aa Mingyu nangis nih,"

Xiyeon ingin muntah mendengarnya. "Diem bang, geli tau gak," balas Xiyeon. "Jawab makanya!" Kesal juga Mingyu lama lama. Fokusnya menjadi terbagi karena harus menghadapi Xiyeon juga.

"Ya santai dong, nggak usah ngegas!"

"Lah itu, lo aja ngegas sama gue!" Balas Mingyu tanpa mengalihkan tatapannya dari jalanan. Sesekali dia menengok kearah spion ketika hendak berbelok arah.

"Jadi gini bang, minggu nanti temen gue ada yang mau sweet seventeen -an di Jakpus. Anterin gue ya nanti."

"Yaelah ceplokin telor aja jauh banget sampe ke Jakpus. Depan rumah aja napa sih," ucap Mingyu. Xiyeon mendengus sebal, lalu menghela napasnya kasar. "Emangnya temen gue temen lo apa, mainnya ceplok ceplokan di depan rumah. Abis itu diiket di pohon mangga, terus ditinggal sampe sore,"

Ya memang kalau bukan begitu apa lagi? Itulah isi pikiran Mingyu sekarang.

"Intinya anterin gue ya bang nanti," putus Xiyeon lalu menyenderkan badannya di jok mobil. Dia memejamkan matanya sejenak. Mingyu pun tak membalas perkataannya, yang berarti orang itu akan mengantarnya hari minggu nanti.

 IRIS | 00 LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang