Part 4-Silence Blue

26 11 2
                                    

Sebelum lanjut, tekan bintangnya terlebih dahulu☺🙏
Terima kasih.....

SILENCE BLUE
SOND13
_______________________________

Lincoln Highway, San Fransisco-Calofornia. USA. 4.29 AM

**********
Sean memacu mobilnya dengan kecepatan maksimal, menyalip beberapa truck dan mobil-mobil lainnya yang bergerak dengan kecepatan normal di jalan bebas hambatan wilayah negara bagian California dini hari itu.

Ia mengemudi seperti kehilangan akal sehat, tak peduli ban kuda besi yang ia kendarai berdecit saat bergesekan kuat dengan aspal. Ia terus mencengkram kemudi mobil Volvo abu-abu itu sekuat tenaga, hingga buku tangannya memutih.

Sekelebat memori masa lampau membuat dada Sean serasa di pukul benda keras tak kasat mata. Terlalu menyesakkan!

Tak pernah terlintas dipikirannya akan mengalami hal gila seperti ini. Mengingat wajah penuh air mata Kendall membuat luka di hatinya semakin menganga, seharusnya Sean yang menangis saat ini. Perempuan itu sama sekali tak memiliki hak untuk mengeluarkan air matanya setetes pun.

"Sial!" umpatnya keras sambil memukul setir mobil keras-keras, hingga suara klakson Volvo tersebut terdengar nyaring memecah keheningan jalan bebas hambatan yang sunyi dan gelap.

Tanpa mengurangi kecepatan sedikit pun, Sean terus saja memacu mobilnya dan membelok indah di tikungan tajam jalan bebas hambatan tersebut. Setetes air mata jatuh membasahi wajah pria tampan tersebut. Ini memalukan, Sean tahu akan hal itu tapi ia hanya ingin meng ekspresikan perasaannya tanpa di ganggu oleh siapapun.

Tetes kedua kembali bergulir, ia sudah tak dapat menahan nya lagi. Membiarkan air matanya terus menetes, perlahan pandangan pria 23 tahun tersebut mulai mengabur. Tak ada niat sedikit pun untuk menyeka air matanya, Sean membiarkan air mata itu mengganggu penglihatannya.

Dengan kecepatan yang tak berkurang sedikitpun Sean melintasi jalanan yang di kelilingi jurang-jurang yang terjal.

Handphone yang tergeletak di dashboard berbunyi nyaring, membuat Sean mengalihkan pandangannya sekilas. Samar-samar Sean dapat melihat nama Sherkan tertera di layar handphonenya.

Memilih mengabaikan panggilan tersebut pandangan iris biru nya kembali menatap kedepan, The Golden Gate Bridge membentang dihadapannya dengan cahaya teluk san fransisco yang memantul di sekitarnya.

Dengan segera Sean meraih ponselnya pada dering kesekian, waktunya mengagumi jembatan merah tersebut jadi terganggu oleh panggilan telpon Sherkan yang tak henti-henti. Ia menempelkan ponsel tersebut di telinga dan suara Sherkan yang sangat dikenalinya mulai menyusup pendengarannya.

"Halo!" sapa Sherkan dari seberang telpon.

"Hm, ada apa?" balas Sean singkat, takut-takut Sherkan menyadari suaranya yang terdengar serak. Benar-benar memalukan!

"Suaramu terdengar seperti remaja baru putus cinta!" canda Sherkan tanpa nada candaan dalam suaranya. Suaranya datar lebih terdengar seperti sedang mengintimidasi lawan bicaranya.

Sean mendengus geram, "Ada apa?" ia mengulang pertanyaannya penuh penekanan.

"Aku hanya..." ucapan Sherkan langsung terhenti saat tiba-tiba Sean mengumpat keras, "Kau baik-baik saja?" mau tak mau Sherkan bertanya.

"Aku hampir menabrak truck di depan!" ia mendecih tak suka, "Jalannya selambat siput!"

Sean kembali menginjak pedal gas nya dalam-dalam, bermaksud mendahului truck besar di depannya tersebut. Sean melirik truck itu dari kaca spion nya, saat itulah sebuah cahaya menyilaukan mengganggu penglihatan Sean sesaat setelah ia mengalihkan kembali pandangannya ke arah depan.

Sebuah truck yang sama besar nya dengan truck yang berada beberapa meter di belakang Sean melaju kencang mencoba mendahului truck besar lainnya. Aksi gila si pengemudi truck tersebut membuat Sean mau tak mau menepikan mobilnya hingga menabrak bahu jalan dan menyebabkan benturan keras yang menghancurkan sisi sebelah kanan volvo abu-abu tersebut.

"Sean!" panggil Sherkan berulang-ulang dari telpon sebelum benda yang sudah terpental dari genggaman tangan Sean tersebut terjatuh menghantam aspal.

Volvo abu-abu yang dikendarai Sean hilang kendali, membuatnya meluncur bebas di udara setelah menabrak pembatas jalan. Sean mencoba membuka seat belt nya dengan tergesa-gesa sampai ia lupa mobil yang ia kendarai sudah dipenuhi oleh air.

Sean berusaha menahan nafasnya, menggapai apapun yang bisa ia gapai. Ia berontak mencoba melepaskan diri dari seatbelt. Namun udaha nya berujung sia-sia, dengan perlahan tubuhnya melemah.

Nafasnya sesak, dinginnya teluk fransisco membuat Sean memilih memejamkan mata. 'Tidak terlalu buruk! Bahkan sikap daddy lebih dingin dari air ini.' Ia membatin dengan sebuah senyum tipis menghiasi wajah tampannya.

Bayangan seorang gadis yang tak pernah terbersit di benak Sean mendadak muncul mengganggu kinerja otaknya. Atau mungkin air yang sudah mengganggunnya.

Hal terakhir yang ia lihat adalah senyuman gadis muda bermata biru itu. Tulus tanpa paksaan, Sean sangat ingin membalas senyumnya. Namun, hantaman yang ia rasakan membuat Sean lebih memilih untuk meringis kesakitan.

'Sudah sampai dasar rupanya!' batinnya seraya membuka mata perlahan.

Bayangan gadis itu mulai menghilang digantikan dengan kegelapan yang terasa sangat menyesakkan. Sean menutup matanya kembali bersamaan dengan rasa mencekik yang memenuhi dadanya dan saat itulah gelumbung nafas terakhir keluar dari bibir merahnya.

¤¤¤¤
____________________________
Jangan lupa tinggalkan jejak!!!
Krisar akan saya terima secara suka rela..
Silence Blue
©2020
Sond13

Silence BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang