2. Suami ... Jangan Pelit!

134 4 0
                                    

Suatu sore di Taman Suropati.
Saya dan suami berencana menonton film di Megaria, Cikini. Tepatnya di Bioskop Metropole. Karena jadwal tayang selepas Magrib, sorenya saya minta mampir dulu ke Taman Suropati di daerah Menteng.
Tidak jauh jarak dari tempat ini ke Megaria.

Ah ... segarnya di sini.

Udara Jakarta yang panas terserap sempurna oleh rimbunnya pohon yang lebat. Dari taman ini juga saya bisa memandang ke seberang sana rumah dinas Gubernur DKI yang asri dan menyejukkan dengan bangunan model rumah tua klasik tempo dulu. Memang di daerah Menteng masih banyak bangunan tua yang masih kokoh dan terjaga dengan baik.

Sambil membawa minuman dan makanan ringan, kami duduk di bangku besi yang ada di putaran dekat air mancur.

Tak jauh dari kami ada sepasang perempuan dan laki-laki duduk di bebatuan alam khusus tempat terapi kaki. Posisi mereka membelakangi kami.

"Kamu tau 'kan yang selama ini nyari nafkah siapa? Aku! Aku yang banting tulang nyari duit buat kamu dan anak-anak. Udahlah! kamu patuhi aja apa yang udah aku suruh. Dasar bini ngeyel."

Sontak saya dan suami memandang ke arah asal suara.
Ternyata lelaki setengah baya itu berbicara sedikit keras kepada perempuan di sebelahnya.

Suasana di taman sore itu begitu tenang dan hangat. Tidak banyak orang yang berada di sana. Tentu saja suara laki-laki itu akan terdengar kencang dan penuh tekanan walaupun pelan.

Perempuan yang ada di sebelahnya melirik saya. Ada gurat kegusaran terlihat di wajahnya. Saya pastikan itu istrinya. Dia lantas memegang sebelah kiri bahu laki-laki tadi.
Mungkin usianya tidak jauh dengan saya. Perempuan itu sedikit sungkan karena suara suaminya cukup terdengar minimal oleh kami yang tidak jauh dari mereka.

"Bukan gitu, Mas! Aku tuh cuma minta tambahan sedikit lagi uang buat belanja. Sekolah anak-anak memang gratis, tapi aku 'kan mesti belanja untuk makan mereka dan juga Mas. Harga-harga di pasar sekarang pada mahal. Listrik juga naik. Engga mungkin kita makan tahu tempe aja tiap hari. Kasihan anak-anak." Terdengar suara istrinya memelas.

"Kamu tuh boros banget, ya! Hemat! Hemat dong! Mungkin kalo kamu engga merongrong terus aku udah punya uang muka buat beli mobil baru. Kamu sih jadi istri engga berguna banget! Kerjanya cuma minta duit ... duit aja engga mau usaha." Laki-laki itu bersuara lagi.

Saya yang mendengar apa yang di katakan suaminya lantas berdiri. Emosi merasakan batin perempuan yang tertekan karena suaminya pelit.
Terus terang saya tidak tega sama istrinya yang sedang menangis. Sementara laki-laki itu santai dengan rokok yang entah keberapa kali di isapnya.

Saya datangi mereka, lalu marah memaki laki-laki itu dan bilang bahwa dia suami yang engga punya hati. Untuk rokok saja masih bisa dibeli, sementara istri minta tambahan belanja malah mengeluh. Lantas laki-laki itu saya pukul kencang sampai terlempar ke Laut Ancol dan dimakan ikan-ikan kelaparan disana.

Puaskah saya sudah membantu membayarkan kekesalan istrinya?

Tentu saja, itu tidak mungkin saya lakukan! Sayang sekali walau hanya sebatas khayalan.

Mungkin pikiran saya sudah melangkah lebih dibanding raga.
Namun, saya masih menjaga kewarasan untuk tidak melakukan hal yang anarkis.

Yang saya tahu, suami sudah memegang erat tangan saya dan mengajak berjalan menjauh dari mereka.

"Sudahlah, Bun! Jangan bikin sore ini jadi engga cerah di wajahmu. Biarin mereka dengan segala masalahnya. Yang penting, Ayah engga kayak laki-laki itu. Jangankan untuk tambahan belanja, Bunda pegang atm gaji Ayah dan engga bisa diminta lagi isinya Ayah ikhlasin kok."

Mata saya mendelik. Tak urung saya tersenyum juga mendengar kalimat terakhir suami. Menyindir ya!
.
Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian (nafkah) kepada para istri dengan cara ma’ruf.
(QS. Al-Baqarah : 232)

Sedikit renungan buat kita semua. Seorang istri, baik yang bekerja di kantoran atau "hanya" sekedar ibu rumah tangga, tidak bekerja di belakang meja memiliki andil yang besar dalam keberhasilan seorang suami.

Senjata para istri itu adalah doa. Doa yang mereka panjatkan kepada Allah Sang Maha Pemberi Rezeki. Doa yang selalu terucap dengan linangan air mata dalam keheningan malam.
Doa para istri bisa jadi sebagai perantara terbukanya pintu rezeki yang sedang dicari para suami.

Dalam setiap rupiah yang suami hasilkan setelah bekerja dengan ikhlas terdapat hak anak dan istri. Ada doa dan keridhoan yang mengiringi ikhtiar. Allah akan mengijabah setiap doa dari Hamba-Nya yang tulus dan ikhlas.

Pertama posting di Facebook
Jumat , 24 Januari 2020

P U L A N G (Kumpulan Cerita Pendek) (Dalam Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang