Malam mulai larut. Gelap menyelimuti langit. Lampu-lampu penerang sudah menunaikan tugas mulianya.
Badan ini begitu letih setelah seharian berkutet dengan pekerjaan kantor. Sampai di rumah menjelang Isya. Jalanan macet yang jadi pangkal utamanya.
Selesai sholat Isya, aku, suami dan kedua anakku, Bintang dan Rasya, makan malam bersama. Berbincang sebentar sambil menanyakan keadaan sekolah mereka. Anak-anak bercerita banyak tentang kegiatan mereka seharian tadi. Suamiku memberikan nasihat untuk para jagoan kami. Aku bersyukur Bintang dan Rasya adalah anak-anak yang manis dan menyenangkan.
Pukul 20.30 mereka berdua izin untuk kembali ke kamar masing-masing. Mas Raka pun kembali ke meja kerja karena ada beberapa berkas yang harus dicek lagi.
Aku mulai membereskan dan mencuci bekas makan tadi. Sebelum itu, mencari remote televisi lalu menyalakannya. Kucari beberapa saluran. Rasanya bosan dengan tayangan acara akhir-akhir ini. Kuganti saluran TV ke saluran radio yang tersedia di perangkat yang sama.
Terdengar pembawa acara radio sedang membawakan satu acara.
Senandung malam sesi kali ini.
Acara yang memperdengarkan musik lembut pengantar tidur.Aku tidak memiliki asisten rumah tangga yang tinggal di rumah. Mbak Niar hanya pulang balik . Itu pun hanya cuci setrika saja. Jadi sisanya dikerjakan sendiri bareng dengan suami dan sesekali anak-anak ikut membantu.
Rutinitas seperti ini mengingatkan aku akan sosok Mama dulu. Beliau seperti aku sekarang. Bekerja di pagi hari dengan status seorang guru, kembali ke rumah menjadi ibu rumah tangga. Dengan enam anak tanpa pembantu sama sekali.
Hebatnya lagi, Mama masih bisa mengurus nenek yang sakit-sakitan.
Tidak ada keluhan terucap dari mulutnya.Keadaan yang serba terbatas dulu tidak memungkinkan untuk memiliki pembantu, membuat kami bahu-membahu saling membantu. Dua abangku laki-laki bertugas di bagian yang berat-berat seperti mengangkat air dari sumur yang dipompa tangan ke gentong dan kamar mandi. Sementara aku dan tiga adik perempuan bertanggung jawab di dalam rumah.
Mama ... terbayang kembali sosok yang sudah menua dan semakin ringkih badannya ketika terakhir kali aku melihatnya.
Aahh ... mataku mengalir deras berbarengan dengan mengalun lagunya Hanya Rindu milik Andmesh.
"Sialan kau, Andmesh! Kau sukses membuat hatiku porak poranda,"
runtukku sambil menyeka air mata yang berebut turun."Ma ... Airin rindu sekali!" rintihku mengiba. Pastinya tidak ada aksara yang harus kukemukakan selain rasa ini.
Bagiku, Mama itu manusia terbaik yang ada dalam hidup ini. Seumur hidup selama bersua dengannya, di mata ini tidak ada keburukan yang pernah beliau perlihatkan. Mungkin Mama ada kelemahan seperti manusia lainnya, namun hatiku selalu dipenuhi pendar cinta yang besar sampai tidak terpikir untuk mengingat dan mencari kesalahannya.
Mama ... bidadari tak bersayap yang tercantik di antara bidadari-bidadari yang Allah janjikan.
Potret Mama yang berbingkai kayu jati berwarna coklat tua tergantung di dinding rumah bersanding dengan poto Ayah dan kami sekeluarga.
Kuperhatikan ternyata raut muka dan kulit kami sama. Garis wajah oriental dengan iris mata coklat dipadu kulit putih . Pantas orang sering bilang, aku dan mama bak pinang dibelah dua.
Mama adalah belahan jiwa yang tak tergantikan.#####
"Airin ! Maju kedepan! Dibaca dengan benar setiap kata dan kalimatnya."
Panggil bu guru."itu budi. Itu ani dan budi. Itu ibu budi. Itu bapak budi. ani kakak budi."
Kubaca dengan lantang.Ibu guru di depan kelas terseyum puas dan bangga.
Pyuhh...kuhembuskan nafas dengan cepat. Aku merasa terbebas dari cengkraman singa.
Ibu guru itu adalah Mamaku.
Mama yang lembut di rumah namun ketika di sekolah menjelma menjadi nenek sihir yang menakutkan.Ayah dan mama berprofesi sebagai guru. Guru Sekolah Dasar.
Kenangan itu muncul kembali.
Sewaktu kelas satu SD, Mama yang menjadi wali kelas.Bagiku mama seorang pendidik terbaik sekaligus guru pertama di rumah dan di sekolah.
Masih ingat di benak , Mama cukup galak dan disiplin menerapkan aturan kepada muridnya terutama kepadaku. Setiap hari aku diwajibkan ke depan papan tulis untuk mengeja huruf dan membaca kata perkata. Jika ada kesalahan, Mama tidak segan untuk memukul tangan dengan penggaris.
Aku sering menangis diam-diam. Tapi, beliau seolah tidak peduli. Malahan Mama selalu berkata, jika teman-teman lain belum pintar membaca dan menulis, maka Airin yang harus menerima hukuman membaca buku di depan kelas.
Rasanya ... saat itu Mama adalah monster yang menakutkan!
Teman- teman yang kasihan akan nasibku berjuang keras agar bisa membaca dan menulis tulisan tegak dan sambung. Pelan namun pasti mereka terus berusaha. Maklum, teman-temanku semua anak kampung dengan orang tua yang sebagian besar petani. Mereka tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk belajar. Sesekali kami belajar bersama di saung dekat sawah belakang sekolah sambil menikmati angin sepoi-sepoi yang tenang dan sejuk. Tugasku mengoreksi bacaan mereka.
Mereka berhasil!
Senyum bangga menghiasi wajah Mama, eh bu guru. Mama tidak mengizinkan aku memangilnya Mama ketika ada di lingkungan sekolah.
"Panggil bu guru ya, jangan lupa!" Begitu nasihat Mama setiap hari mengingatkan.
Waktu itu aku merasa mama begitu jahat dan orang yang teramat keras.
Namun, hal ini tidak pernah kuceritakan kepada siapa pun. Setiap masalah apapun dipendam sendiri dan mencari jalan keluar juga sendiri. Kurasa inilah salah satu hasil didikan Mama yang menginginkan aku lebih mandiri.Setelah beranjak besar, baru kutahu kenapa Mama mendidik sewaktu kelas satu dengan penuh disiplin.
Mama bilang, aku ini anak perempuan pertama Mama dan anak seorang guru kelas satu. Mama ingin aku lebih pintar, kuat mental, dan lebih berani agar jadi contoh untuk yang lain. Anak guru jaman dulu sering dijadikan panutan. Menurutnya, tolak ukur keberhasilan seorang guru saat itu dilihat oleh masyarakat bagaimana dia mendidik anaknya sendiri.
Mengenai panggilan ibu guru ketika di sekolah, menurut Mama supaya aku terbiasa menempatkan diri dalam setiap kondisi yang berbeda.
Terima kasih Mama...
Berjuta doa selalu kupanjatkan dan melangit dalam setiap sujudku dalam keheningan malam.Kuyakin, Allah akan mempertemukan kami kembali. Kelembutannya adalah kekuatan bagi kami dalam mengarungi hidup ini. Kesabaran yang membuahkan manisnya madu kebahagiaan.
Cinta Mama adalah cinta yang tak bersyarat. Tulus tanpa batas dan tak bertepi.
Kedua netraku semakin basah. Teringat lambaian beliau dulu ketika aku pergi merantau jauh dari kampung seolah merestui segala impianku.
Dan alunan lagu Admesh kembali hadir mewakili rasaku yang hilang.
.Saat ku sendiri, ku lihat foto dan video
Bersamamu yang telah lama ku simpan
Hancur hati ini melihat semua gambar diri
Yang tak bisa, ku ulang kembaliKu ingin saat ini, engkau ada di sini
Tertawa bersamaku, seperti dulu lagi
Walau hanya sebentar, Tuhan tolong kabulkanlah
Bukannya diri ini tak terima kenyataan
Hati ini hanya rinduSegala cara telah kucoba
Agar aku bisa tanpa dirimu
Namun semua, berbeda
Sulitku menghapus kenangan bersamamuKu ingin saat ini, engkau ada di disini
Tertawa bersamaku, seperti dulu lagi
Walau hanya sebentar, Tuhan tolong kabulkanlah
Bukan diri ini tak terima kenyataan
Hati ini hanya rindu
Hanya...Lagu Hanya Rindu - Andmesh
.
Pertama posting di Facebook
Rabu , 22 Januari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
P U L A N G (Kumpulan Cerita Pendek) (Dalam Proses Penerbitan)
Cerita PendekKumpulan cerita pendek ini hasil tulisan saat santai dan ikut lomba-lomba menulis. Enggak cuma satu genre aja, sih, alias campuran. Jadi jangan heran jika jarak dari satu bab ke bab lain cukup panjang, dari tahun 2020-2024. Sepertinya kebiasaan menu...