—Bunga Anyelir—
Edgar tak kembali.
Edgar tak kembali melanjutkan kuliah, ia tak ada lagi di pojokan ruang kelas 164 ketika pukul setengah lima. Ia tak di sana untuk mengagumi warna oranye yang tengah menguasai langit di ufuk barat. Ia tak di sana untuk melihat senja.
Karna yang melakukan itu hanya kamu, Deva.
Namun Edgar tetap hidup.
Edgar dengan jati dirinya yang utuh, mungkin tengah melayani sepasang kekasih atau segerombol pemuda yang memesan kopi di kedai tempatnya bekerja. Bergulat dengan creamer dan alunan lagu jazz yang memenuhi sudut telinga selama seharian penuh.
Ia memutuskan bahwa kelak ia akan memulai usaha dengan membuka kedai kopi dan membuatnya besar. Sangat berbeda dengan kamu Deva, kamu yang bercita-cita menjadi penulis dari buku terkenal.
Kalian itu dua kakak beradik yang sangat berbeda.
Deva si pecinta Senja, dan Edgar si pecinta kopi. Yang satu menyukai angkasa, yang satu menyukai bumi. Yang satu sangat suka puisi sedang yang lainnya menyukai barang antik. Yang satu mengenakan sweater, yang satu mengenakan kemaja motif. Surai rapih milik Deva, dan surai berantakan milik Edgar.
Kedua Puja itu lantas mengajariku,
Bahwa setiap insan itu berbeda, punya cahayanya masing-masing. Mimpi yang berbeda hingga cinta yang berbeda. Bahagia yang berbeda dan kisah sedih yang berbeda. Malam yang berbeda dan pagi yang berbeda. Musim dingin yang berbeda walau kelak sama-sama akan menemui musim semi.
Aku adalah aku, dan mereka adalah mereka.
Itu kalimat yang Deva tulis dipojokan kertas. Yang selalu membuatku sadar bahwa berbeda itu bukanlah hal buruk. Berbeda itu unik, berbeda itu warna dalam kanvas yang disebut kehidupan. Berbeda itu gemerlap bintang yang menghiasi konstelasi milik kita masing-masing.
"Senja!"
Seruan Edgar membuatku menoleh, ia ada di sana diatas vespa hitamnya ketika aku baru saja keluar dari gerbang kampus, dan hari itu aku juga Edgar membelah jalanan dengan berisiknya.
Lalu kami akan pergi menjamahi kota, mulai dari kedai kopi, taman alun-alun, kebun binatang hingga makam Deva.
"Deva, makasih udah kasih Senja" Ucap Edgar tak kala mengusap nisan tegap dengan nama Deva yang terukir.
Aku berjongkok di samping Edgar sembari meletakkan setangkai bunga anyelir putih di tanah, bunga ini melambangkan ketulusan dan kesucian, juga empati. Lalu tak lupa aku meletakan setangkai bunga anyelir merah muda disampingnya, yang melambangkan kenangan.
"Bahagia ya Deva, Senjamu yang ini bakal bahagia sama Puja yang ini" Ucapku membuat Edgar menoleh dan mengulas senyum.
Hingga akhirnya kami beranjak pergi namun sebelum itu aku sempat menyelipkan dua carik kertas di atas batu nisan. Yang satu bertuliskan puisi kesukaan Deva yang berjudul, Pain and Sadness Can also Become A Path. Dan carik lain berisikan pesanku padamu.
Kehidupan itu bukan hanya perihal senang dan sedih, tapi ada mimpi juga keputusasaan. Hidup itu complex, tidak selamanya tertawa pun tidak selamanya menangis, tidak selamanya berbahagia pun tidak selamanya tersakiti, tidak selamanya jatuh dan tidak selamanya bangkit itu mudah. Namun yakini semua akan baik-baik saja.
Karna sepanjang apapun musim dingin, musim semi akan datang. Karna segelap apapun malam tanpa bintang, matahari akan segera terbit. Karna sebanyak apapun air mata yang jatuh, angin musim gugur akan mengeringkannya.Hidup itu cuma sekali. Tak ada kata jeda, berhenti, atau mengulang. Lantas apa yang membuatmu ragu untuk berbahagia?
Senja Dwi Rosmalia Kusumah
__________
T h e E N D
Deva Puja Pangestu
Edgar Puja Pangestu
Senja Dwi Rosmalia
(Y/N)Terimakasih sudah membaca!
KAMU SEDANG MEMBACA
Edgar Puja Pangestu [MYG]
FanfictionDia Puja, yang menghilang di tengah asa dan kembali membawa rasa. ------------------------------ Twin fiction Cast : • Min Yoongi as Deva Puja Pangestu and Edgar Puja Pangestu • Y/N as Senja Dwi Rosmalia Kusumah [Short story] [COMPLETE✔️]