-Secarik kertas milik Deva-
Puja, aku sakit.
Kemarin aku begitu bahagia bertemu Edgar, aku membayangkan berapa banyak cerita yang akan aku bagi padanya, entah tentang aku yang tak lagi suka tidur larut malam, juga tentang jangkrik yang masih berbunyi keras dipekarangan rumah. Tapi Edgar tiba-tiba berubah menjadi sosok yang tak kukenal.
Membuat aku bertanya, apa yang terjadi padanya sejak pertemuan kami yang terakhir, dan juga kemana Edgar yang selama ini aku sukai?
Jatuh cinta itu, menakutkan ya.
Seakan aku mempertaruhkan hati pada sesuatu yang bisa seindah surga namun juga bisa membunuhku dengan segera. Seperti bermain judi dengan takdir.
Dulu aku sempat benci untuk mencinta.
Di saat aku lebih memilih diam-diam jatuh, lalu bergulat dengan rasa, hingga terkadang aku bahagia sendiri, menangis sendiri, dan pada akhirnya harus melupakan sendiri.
Lalu saat aku bertemu dengan kedua Puja di hidupku, aku pikir kali ini aku mengalahkan takdir.
Aku pikir kali ini aku bisa bahagia.
Tapi seakan takdir tak rela itu terjadi, semua selalu berakhir, menyisakan aku, bayanganku, dan hati yang semakin terluka.
Jika cinta diciptakan untuk berbahagia, lantas rasa apa yang selama ini tumbuh di hatiku? Rasa yang tak lekas berbahagia.
Rutinitas ku kembali merasa hampa, dimana sosok Edgar yang sempat mengisinya kini hilang.
Tapi aku tak menyesalinya, karena ia pergi setelah menyakitiku. Untuk apa aku bersedih.
Namun lagi-lagi, dikala aku terdiam di ruangan kubus yang ku sebut 'kamar', ketika aku terbaring di atas kasur sembari menjamahi atap ku yang dihiasi sticker-sticker bintang, bumi juga planet.
Puja menyapa pikirku. Puja yang hilang seakan mengetuk meja belajarku, membuat intensi ku direbut habis oleh benda kayu itu. Aku beranjak dan menarik salah satu lacinya, lalu di sana terpampang.
Kertas-kertas kecil berisikan puisi milik Deva.
Membawa rasa nostalgia yang begitu kuat dikala aku membaca tiap kata dari kertas-kertas usang itu. Apalagi pada kata-kata yang selalu kamu sisipkan pada akhir puisi mu, seperti Tips menjadi bahagia ala Deva.
Hidup itu hanya numpang ketawa, Senja.
Tulis mu di pojokan kertas setelah puisi panjang mu. Aku ingat dengan jelas, saat kamu menaruh secarik kertas ini diselipan buku tulisku, ketika aku tengah tersesat dalam hidup dan berfikir bahwa hidup itu seperti kutukan.
Bahwa aku hidup karena aku tak bisa mati.
Nyatanya benar kata kamu Deva, bahwa hidup itu hanya numpang tertawa, bahwa hidup tak harus dibawa pusing hingga lupa diri dan sakit sendiri, berbahagialah, dan juga karna katamu,
Berbahagia dalam hidup itu, adalah disaat kamu menerima apapun yang terjadi dihidup kamu, bukan berandai andai 'kalo saja begini' 'kalo saja begitu'
Lalu kertas lainnya menarik lagi intensiku,
Kelak kamu akan menyadarinya Senja, Cinta itu selaras dengan kehidupan, kamu hidup untuk mencinta, dan cinta ada pada setiap yang hidup.
Cinta itu ga menakutkan Senja, ekspetasi yang menakutkan.
Cinta itu, kalo kamu takut kehilangan seseorang, bukan karna uangnya, kekayaannya, pangkatnya atau status sosialnya. Tapi karna dia adalah dia.
Senja, kalo kamu kehilangan seseorang yang menyakitimu, lantas itu akan membuatmu lega dan ringan. Tapi jika kamu kehilangan lantas itu membuat pikiranmu terganggu dan hampa, maka tanya pada dirimu. Kamu yakin melepasnya?
Netraku terpaku pada kertas yang aku genggam, kalimat yang baru saja aku baca seakan menyadariku, perihal pertanyaan yang mendadak muncul dalam pikirku.
Apa aku yakin melepas Edgar?
Jujur saja, aku sakit bukan main, orang yang aku syukuri adanya bahkan menyesal mendapatiku hadir dalam hidupnya. Tapi aku ingat netra Edgar malam itu, netra yang kehilangan cahayanya, seakan ia baru saja kehilangan hal yang selama ini ia genggam.
Sama seperti netraku saat kehilangan dia.
Puja, apa aku yakin melepas Edgar?
Lagi-lagi seakan Puja yang hilang mengetuk salah satu sudut memori di kepalaku, aku mengingat kenangan suatu sore, saat kamu bercerita tentang alasanmu mencintai Senja si oranye.
Kamu tau kenapa aku suka Senja? Senja itu mengajariku, penyesalan ada nyatanya. Yang indah terkadang hanya hadir sebentar, jika tidak kita syukuri maka ia akan segera pergi, sama seperti senja.
Yang indah itu cuma datang sekali, genggam atau kamu akan kehilangan.
Malam itu aku tertidur dengan kertas Deva yang masih berserakan. Lalu esoknya aku kembali melanjutkan aktivitasku, pergi ke kampus, bertemu teman, bersenda gurau, hingga di akhir hari aku kembali mengingat Edgar.
Ini yang disebut kehilangan seseorang yang menyakitiku? Lantas kenapa aku merasa hampa?
__________
V o m e n t J u s e y oGimana chapter ini? Sksk ㅠㅠ
KAMU SEDANG MEMBACA
Edgar Puja Pangestu [MYG]
FanficDia Puja, yang menghilang di tengah asa dan kembali membawa rasa. ------------------------------ Twin fiction Cast : • Min Yoongi as Deva Puja Pangestu and Edgar Puja Pangestu • Y/N as Senja Dwi Rosmalia Kusumah [Short story] [COMPLETE✔️]