Brother Complex 6 : Wasn't a Goodbye at all!

67 11 4
                                    

Sebuah dering telepon berhasil mengalihkan perhatian Jillian dari pemandangan didepannya. Sedari tadi dia hanya berdiri dan dekat jendela kamarnya, memandangi jalan dan taman di rumahnya.

Saat dia melihat layar ponselnya, nama Adriaan terpampang disana. Jillian memutar bola matanya, jengah, dia mengabaikan panggilan itu dan menyalakan mode hening di ponselnya.

Saat ini dia sedang tak ingin di ganggu oleh siapapun. Mengingat hari ini adalah hari terakhirnya berada di rumah, karena besok dia akan berangkat menuju Suzdal, Russia. Dia bahkan tak tahu dimana letak Suzdal.

Yang benar saja!

Ini juga bukan kali pertama Jillian pergi melintasi liar negara, bahkan Jillian menyebut dirinya sebagai seorang backpacker. Melintasi Swiss, Jerman, Belanda, Peru dan perjalanan terakhir yang ia lakukan adalah saat ia pergi ke Rumania seorang diri. Hanya untuk memastikan mitos tentang hutan Hoia Baciu dan kastil Bran di Transylvania yang berhantu dan terkenal itu. Meskipun dia tidak benar-benar memasuki hutan itu karena aturan penduduk setempat yang melarang siapapun untuk sembarangan masuk ke hutan angker itu.

Jillian menyisir rambutnya, beranjak dari jendela dan menuju kasurnya. Dia duduk disana, meletakkan ponsel di atas nakas. Dibukanya laci nakas itu, tangannya mencari-cari sesuatu sampai dia harus merogoh lebih dalam laci itu.

Dirasa sudah menemukan yang ia cari, ia segera menutup laci itu. Sebuah buku harian berwarna biru dengan gembok kecil yang melindunginya agar tak dibuka oleh siapapun.

Jillian mengeluarkan kalung yang ia pakai, yang sengaja ia sembunyikan di balik bajunya. Kalung perak dengan bandul cincin dan sebuah kunci kecil.

Buru-buru dia membuka gembok itu dengan kuncinya. Jillian nampak membolak-balik dengan tidak sabar tiap halaman di dalamnya, sampai pada satu halaman di bagian tengah, Jillian tersenyum tipis saat melihat sebuah foto kusam itu.

Di pandanginya sebuah foto keluarga yang terlihat bahagia itu. Michael nampak tersenyum ramah, Jillian kecil yang mengacungkan jempol dan mengedipkan satu matanya saat foto diambil, dan Kristina, ibu Jillian yang nampak tersenyum lebar di samping Michael menatap ke arah Jillian.

"Why you've got to leave us, Mum? Did you know that i fucking miss you? Aku benci mengakui itu, tetapi memang itu yang ingin aku katakan selama ini," gumam Jillian.

Jillian mulai terguguk sampai-sampai bahunya bergetar. "Aku benci sendirian, Mum."

"Aku selalu membuat masalah dimanapun aku berpijak. Aku sengaja melakukanya karena sering merasa iri pada mereka yang memiliki kehidupan tenang, tidak seperti diriku yang selalu merasa lelah dengan kehidupan." Jillian memeluk lututnya.

"Aku lelah berpura-pura menjadi seorang yang kuat." Perempuan itu tersendat-sendat saat bernapas, dihapusnya air mata dengan segera dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya.

"Kita akan bertemu lagi, Ma. Aku tak tahu apa yang harus ku lakukan," gumam Jillian sembari menatap cermin di depannya.

★ ★ ★

"Sampaikan salamku untuk Kristina dan Sergei. Maaf, aku tidak bisa datang secara langsung," ujar Max, pria paruh baya yang terlihat gagah di usia senjanya. Rambut cokelatnya sebagian sudah ditumbuhi uban.

Jillian mengangguk lesu, sepertinya raga  yang tidak memiliki jiwa. Dia hanya memerhatikan sopir pribadi Ayahnya yang sedang memasukkan koper dan barang yang akan di bawa, ke dalam bagasi.

"Aku sudah memberitahu Kristina bahwa kau akan berangkat menggunakan pesawat dengan jadwal penerbangan pagi, Kristina dan Sergei akan menunggumu di bandara Demodedovo, Moskow," ujar Michael.

"Jika kau butuh sesuatu, sebisa mungkin akan aku bantu." Michael merentangkan kedua tangannya dengan senyum yang terpatri di wajahnya, Jillian dengan setengah hati mengahmpiri dan merengkuhnya.

"Thanks, Dad," Jillian bergumam.

"Bersikaplah dengan baik saat bersama mereka, memangnya kau tidak penasaran dengan kakak dan adik tirimu? Bisa jadi mungkin kalian bisa akrab dan berteman baik." Jillian mencebik mendengar ucapan Michael dan buru melepaskan pelukannya.

"Stop it, Dad. Aku sedang tak ingin membahasnya," tukas Jillian dengan eajah tak suka. "See 3 weeks again, Dad. Intuisiku berkata jika ini tidak akan berjalan lancar. It would be sooo boring!"

Michael melayangkan tatapan death glarenya, Jillian memutar bola matany dan segera beranjak masuk ke dalam mobil. Dan ketika pintu mobil tertutup, Michael melambaikan tangan padanya, Jillian malas menanggapi dan malah beralih memainkan ponselnya.

Sampai mobil akhirnya berjalan menuju bandara Heathrow, sepanjang perjalanan Jillian habiskan untuk mendengarkan musik dan melamun.

"Seperti apa sih rupa saudara tiriku itu? Lihat saja nanti, aku tak akan membiarkan hidup mereka tenang saat aku datang. Biar mereka tahu, siapa Jillian Gray sesungguhnya. Let we see, Dear," gumamnya, senyum seringai menghiasi bibirnya.

Brother Complex Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang