Brother Complex 8 : Tiny House in Suzdal

68 9 8
                                    

"Bagaimana kabarmu, Jill? Aku dengar dari Ayahmu kau gagal mengikuti tes untuk tahun ini," ucap Kristina berusaha memecah keheningan yang terjadi di dalam mobil.

Selama perjalanan menuju ke tempat Sergei dan Kristina tinggal. Jillian hanya memerhatikan jalanan tanpa ada minat sedikitpun untuk mengobrol dengan orang-orang di dalam mobil itu.

Jillian bahkan tak menanggapi pertanyaan Ibunya, dia malah bertanya, "Apakah Suzdal masih jauh dari Moskow?"

Kristina menahan rasa sakit hatinya karena diabaikan oleh putrinya sendiri. Dia hanya bisa memasang senyum getir. "Sekitar tiga jam lagi untuk menuju kota Vladimir dan sampai di Suzdal, sayang."

Jillian menggeram kesal, dia mengusap wajahnya dan mengangkat kakinya ke atas jok mobil. "Great!" cibirnya. Mulutnya tak berhenti untuk merutuk kesal.

"Jillian, bagaimana kota London?"

Jillian menoleh pada Masha yang duduk di sampingnya dengan dahi yang berkerut. Gadis itu berkata apa barusan?

"Apa?" tanya Jillian agak ketus.

Sedangkan Masha, gadis kecil itu masih saja tersenyum polos khas anak kecil. "Bisa kau ceritakan tentang London? Ibu bilang London sangat menakjubkan!" ujar Masha antusias.

Jillian nampak berpikir sejenak, dia membuka mulutnya. Namun, langsung dikatupkan kembali. Dia menatap Masha  dan berkata, "Tidak, biasa saja. Tak ada yang istimewa."

Jillian dapat melihat raut kecewa Masha, entah kenapa itu terlihat sangat menyenangkan di mata Jillian, melihat anak kecil itu nampak sedih, mampu membuatnya gembira.

Tapi, itu tidak berlangsung lama, karena Masha kembali membuka mulutnya. "Apa kau pernah menaiki bianglala yang sangat besar di tepi sungai itu, Jillian? Aku sangat ingin menaikinya, pasti sangat menyenangkan!"

Jillian membuang muka ke samping jendela mobil. Memutar bola matanya, kesal mendengar celotehan anak kecil di sampingnya yang sangat cerewet itu.

Kemudian dia menatap Masha kembali dengan seulas senyum yang dipaksakan, dia melirik ke arah kaca spion yang ada di dalam mobil. Dia dapat melihat ibunya; yang duduk di kursi depan, dan saat ini sedang memperhatikan interaksinya keduanya.

"Maksudmu, London Eye?" ujar Jillian.

Masha berteriak histeris dalam merespon ucapan Jillian. "Iya, itu! Apa kau pernah menaikinya?"

Jillian mengangguk diikuti seringai penuh rasa bangga, seakan ingin memamerkan pengalamannya pada anak kecil itu. "Tentu saja pernah! Terlalu sering malahan. Dari sana kau bisa melihat pemandangan sungai Thames, London Brigde, kota London yang membosankan, dan juga bangunan-bangunan kuno yang masih berdiri kokoh, berjejer dengan pencakar langit. Kau juga bisa melihat Elizabeth Tower dari sana."

Mata Masha terlihat berbinar saat mendengarkan cerita yang dituturkan oleh Jillian. "Aku sangat ingin pergi ke London, Ibu bilang dia dulu pernah tinggal disana."

Dalam hati Jillian ingin berteriak saat gadis kecil itu terus mengingatkannya tentang ibunya dan London dan masa lalu yang menyedihkan.

Masha terus berceloteh tentang keinginannya pergi ke London, sampai-sampai ingin rasanya Jillian membekap mulut gadis itu dengan tasnya.

Tak ambil pusing, Jillian memilih bersandar di jendela mobil menutupi wajahnya dengan jaket yang tak ia pakai dan memejamkan matanya. Anggap saja Masha sedang mendongeng untuknya sebelum tidur.

Dan, ya! Jillian berhasil tertidur pulas.

★ ★ ★

Masih dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka, Jillian keluar dari mobil di depan sebuah bangunan berlantai dua di dedapannya.

Tidak begitu besar dan tidak begitu kecil. "Ini rumah kalian?" tanya Jillian.

Lalu dengan cepat Sergei menjawab, "Ya, Nak. Ini rumahku."

Jillian menatap Sergei dengan tatapan datarnya. "Kecil sekali, dan sangat ketinggalan jaman."

Sergei mengerjap-ngerjapkan matanya mendengar ucapan Jillian yang jelas sudah membuatnya sakit hati.

"Jillian, jaga cara bicaramu," ucap Kristina, menatap Jillian dengan penuh peringatan.

Sedangkan gadis itu cuma membuang mukanya, acuh tak acuh dan bergumam dengan cukup kencang hingga Kristina yang berada di sampingnya mampu mendengarnya. "Bagaimana bisa kau meninggalkan berlian hanya untuk sebongkah batu kapur, Mum?"

Kristina sangat paham maksud dari ucapan putrinya itu. Jillian menyindir dirinya dengan mantan suaminya, ayah Jillian. "Jilly, hentikan kau sangat tidak sopan!"

"Aku pikir kalian tinggal di tengah kota! Rupanya malah di desa kecil antah-berantah seperti ini." Jillian merengut kesal.

Kristina hendak membuka mulutnya, menanggapi Jillian. Tetapi Sergei lebih dulu mencegahnya dengan gelengan singkat.

Sergei membuka pintu rumah miliknya. "Jillian, ayo masuk," ucap Sergei pada Jillian yang terlihat enggan.

Jillian masuk ke rumah yang didominasi berwarna cokelat dan putih itu. Bukan rumah yang mewah memang, furnitur kayu mendominasi ruangan di dalamnya. Masha masih mengikuti Jillian di sisinya.

"Masha, bisa kau panggilkan Nastya dan Kostya?" ujar Sergei yang sibuk membawa koper dan tas Jillian.

Gadis cilik itu tersenyum semringah dan menjawab, "Konechno, Papa (Tentu, Papa)."

"Who Kostya and Nastya?" tanya Jillian penasaran.

"Adikmu yang lain, Jilly," jawab Kristina.

Mata Jillian membulat. Bloody hell! Satu saja sudah membuatku sebal, ditambah dua! Bagus sekali.

★ ★ ★

Akunggaka kan banyak ngomong disini karena aku sangat pendiam :)
Gada hubungannya yakan, ya aku sangat payah dalam basa basi, jadii Terima kasih udah baca cerita absurd ini ❤️🔥

Brother Complex Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang