“Tuhan itu cuman sebatas mempertemukan dan setelah nya itu tergantung kita yang menjalaninya.”
Clarine langsung menegang saat mendengar pernyataan Arnando. Dirinya menyesali tindakan gegabah nya yang memilih untuk menggunakan alat bantu dengar nys kembali. Seharusnya dirinya simpan saja alat itu di dalam tas. Namun, mau gimana lagi? Nasi sudah jadi bubur.
Clarine menghela napas nya ringan.
"Iya itu alat bantu dengar. Emang ketara banget ya di telinga aku?" tanya Clarine yang langsung memegang telinga sebelah kanannya menggunakan tangan kanannya.
Arnando langsung mengangguk. "Gini gini penglihatan gue tajam loh."
"Eleh! Gitu aja bangga"
"Btw, telinga lo kenapa bisa pakai alat bantu dengar? Bawaan lahir yang buat telinga lo begitu?" tanya Arnando penasaran.
"Kok kamu pengen tau banget?"
"Ya udah kalo gak mau cerita. Gak maksa kok gue, lagian tumpangan yang gue kasih juga gratis." ucap Arnando secara tidak langsung menyindir.
"Nyatanya laki laki yang pake motor gede, sekolah pake seragam lengkap juga butuh uang ojek juga ya?"
"Hah? Jadi lo kira gue bu—
"Eitttsssss..... Santai. Masalahnya aku lagi bawa uang nih, jadi bayarnya nanti aja ya kang Ojek?" ucap Clarine sambil terkikik.
"Gue gak pernah minta ke lo bayaran ya! Gue cuman minta lo ceritain telinga lo itu kenapa sampai harus menggunakan alat bantu dengar."
Clarine mangut mangut di belakang kayak anak dengerin ceramahan emaknya, yang penting iya aja.
"Boleh boleh. Tapi kita udah makin dekat sama sekolah. Jadi daripada aku udah cerita panjang kali lebar eh.. Malah kepotong gara gara udah nyampai sekolah kan gak seru lagi."
"Gak seru lagi? Lah dikata hidup lo sinetron atau FTV?" ucap Arnando yang seperti nya masih sangat penasaran mengenai Clarine.
"Hehhehhe... Gimana ya? Kalo menurut aku begitu. Daripada kamu kepo kayak hantu pemasaran, mending kamu bantu aku mecahin 1 masalah." ucap Clarine mendadak serius yang padahal awalnya dirinya masih tertawa geli.
"Masalah paan?" Arnando tetap biasa saja di saat Clarine sudah serius.
"Kira kira pas perkenalan nanti aku ngaku aja apa enggak kalo aku itu tuli?" tanya Clarine yang memang serius akan pertanyaan nya.
"Kok lo tanya gue?!"
"Ya... Tanya kamu lah! Secara aku mau ngeliat sudut pandang kalian saat tau punya teman satu kelas yang tuli." ucap Clarine yang malah membuat Arnanndo terkekeh.
"Harusnya itu kembali menjadi keputusan lo. Kalau lo emang udah yakin untuk jujur maka jujur aja. Tapi resiko nya juga harus tanggung sendiri, seperti : sindiran halus, pengejekan, direndahkan secara tidak atau langsung, atau yang lebih buruk lo ngalamin yang nama nya pembullyan." ucap Arnando yang kini tengah memberi jeda sebentar akan ucapannya.
"Atau kalau lo tidak kuat akan resiko yang di alami akibat jujur kepada teman teman
Lo, lo bisa milih ngerahasiain aja. Dengan jaminan lo gak bakal jadi korban bully dan hidup lo yang tidak bakal di pandang sebelah mata. Tapi tetap aja di kedamaian yang lo rasain akan ada rasa was was mencengkam dan ketakutan membuka alat bantu dengar lo nanti. Jadi nih ya, kalo menurut gue cepat atau lambat lo nutupin semua, hasilnya tetap aja sama. Yaitu lo ketahuan." ucap Arnando menyelesaikan ucapannya karena mereka telah sampai di depan gerbang yang telah terkunci oleh gembok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lensa Kamera
Fiksi Remaja"Rasa aku ke kamu itu kayak lensa kamera. Yang kalo udah fokus sama 1 objek, maka yang lain burem." Ketika awalnya semua monoton aja. Aku yang suka menyendiri, yang merasa orang lain hanya lah suka memanfaatkan. Namun, tiba tiba kamu hadir menarik p...