Chapter 25

75 25 8
                                    

WARNING
Read doang ❌
Vote doang ❌
Read + vote ✅
Read + vote + comment ✅✅
Read + vote + comment + follow ✅✅✅
-

-------------------------------------------------------------

Entah sudah berapa lama Julian menghadapi citra satelit wilayah Stonecliff, Kern dan Greenbay bergantian di layar komputernya. Dari atas, wilayah-wilayah itu hanya menunjukkan atap perumahan, lahan kosong, pepohonan, dan jalan tanah. Dan buruannya bisa menempati salah satu rumah itu.

Sudah dua belas jam berlalu sejak ia mulai penyelidikan ini. Nama pelaku pun sudah dikantonginya. Dan ia benci masih berada satu langkah di belakangnya.

"Tak ada gunanya, Morgan." Tiba-tiba saja Alisha sudah berdiri di balik punggungnya dengan membawa dua gelas kertas berisi kopi panas. Ia mengangsurkan salah satunya ke arah Julian.

"Aku tahu." Julian menerima gelas kertas itu tanpa berterima kasih. Lalu segera kembali memperhatikan layar komputernya sambil mengarahkan minumannya ke mulut, bersiap menyesapnya. Namun gerakannya tertunda saat ponsel yang ia letakkan di meja berdering. Di layarnya tertulis, 'Taylor calling'.

Merasa panggilan telepon itu lebih penting, ia buru-buru meletakkan gelasnya dan menyambar ponsel itu.

"Kau dapat sesuatu, Taylor?" tanyanya tanpa mengucap 'halo'. "Bagus. Terima kasih." Setelah mematikan ponselnya, ia berujar pada Alisha,

"Kita harus minta surat penggeledahan ke pengadilan. Tersangka terlihat di Ashmore, masuk ke sebuah gedung dengan seorang perempuan. Taylor akan mengirim alamatnya lewat pesan singkat."

Tanpa diperintah, Alisha menyambar blazer-nya yang ia sampirkan di kursi dan berusaha menjajari langkah Julian yang panjang-panjang.

Dalam langkahnya, Julian menyempatkan melihat sekelilingnya, seperti mencari sesuatu. Sesuatu yang tak boleh ia tinggalkan, atau ia akan diskors.

"Hei, Walton!" serunya pada seseorang yang menduduki meja kosong di sudut sambil membaca koran.

Pria kecil itu menurunkan korannya dan segera beranjak saat Julian memberi isyarat dengan kepalanya.

*

Ponsel di atas nakas itu bergetar lembut. Namun getarannya cukup membangunkan Dom dari rasa lelah dan kantuknya. Tangannya meraba-raba, mencari benda itu di antara benda lainnya.

Masih dengan suara mengantuk, dijawabnya panggilan itu tanpa melihat nama peneleponnya, "Ya?"

"Shallow Creek. Tepat tengah malam," ujar pemilik suara bariton di seberang sambungan.

Klik.

Seketika rasa kantuk dan lelah itu terkikis, tersadar oleh suara yang pernah menghubunginya lebih dari seminggu yang lalu itu. Ia mengecek jam tangannya yang masih melingkar di pergelangan tangan. Hampir pukul dua siang. Ia harus bergegas, sebelum Hayley terbangun.

Dom menoleh ke arah tempat gadis itu tidur. Hayley masih lelap berbungkus selimut yang ditarik hingga ke bawah dagu. Sangat nyenyak, hingga gerakan Dom di tempat tidur tak membuatnya terjaga. Mungkin ia sama lelahnya dengan Dom.

Gesit tapi tak bersuara dan hanya bercelana pendek, Dom melesat keluar dari kamar menuju sofa tempat ia menghempaskan tas punggungnya sebelum masuk dalam kamar Hayley tadi. Ia merogohnya dan dalam sekali tarik, di tangannya sudah tergenggam benda yang didapatnya dari replika kapal perang Liberty.

Beberapa saat Dom habiskan untuk mengamati sekelilingnya. Langit-langit? Terlalu mencolok. Langit-langit memang persembunyian terbaik, tapi bisa menjadi sasaran pencarian utama. Oven? Teko? Mudah ditemukan. Stop kontak? Ya, stop kontak. Tak ada yang akan memeriksa stop kontak, kalau ia memasang sekrupnya kembali dengan rapi.

Ia kembali merogoh tas punggungnya untuk mencari obeng, lalu bergegas menggeser TV yang ada di rak untuk memberinya tempat membongkar stop kontak. Dengan hati-hati dilonggarkannya keempat sekrupnya, hingga akhirnya ia bisa melepaskan tutup stop kontak itu. Lalu, perlahan ia mendorong flash disk berbentuk silinder itu masuk dalam lubang stop kontak. Tak terlalu dalam, supaya mudah diambil.

Kembali dengan gesit tapi hati-hati, ia menyekrup keempat sudut tutup stop kontak itu hingga rapat. Dan terakhir, ia memeriksa lekatan sekrup-sekrup itu. Cukup rapi, sama seperti sebelum ia membongkarnya. Seandainya tempat ini digeledah, mereka tak akan mencurigai stop kontak itu sebagai tempat persembunyian. Lagi pula posisinya cukup tersembunyi di belakang TV.

Setelah yakin sudah melakukan rencananya dengan sempurna, Dom kembali ke kamar Hayley, memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai dan mengenakannya sekenanya. Sekali lagi, ia melesat keluar dari kamar. Kali ini untuk terakhir kali karena sekarang waktunya pergi. Dan tidak lewat pintu depan, tapi lewat jendela samping yang mengarah ke gang di samping apartemen, supaya wajahnya tak terekam kamera CCTV lalu lintas. Ia tahu, sekarang polisi-polisi itu sedang mengarah ke apartemen ini.

✔The Ghost (A Story Behind Conspiracy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang