Chapter 31

80 24 16
                                    

WARNING
Read doang ❌
Vote doang ❌
Read + vote ✅
Read + vote + comment ✅✅
Read + vote + comment + follow ✅✅✅
-

-------------------------------------------------------------

Masih diliputi kebingungan, Hayley tergesa menghabiskan latte-nya sambil berusaha bersikap normal, seperti perintah pada tissue tadi yang kini sudah diremasnya. Ia sama sekali tak punya pemikiran siapa yang sedang mengikutinya. Polisikah? Atau anggota Anti West?

Setelah mengucapkan 'terima kasih' sekenanya pada Jonah dan meninggalkan selembar uang kertas senilai $ 5 di meja, ia bergegas meninggalkan tempat itu setelah membuang tissue itu di tempat sampah. Tidak ke apartemennya, tapi langsung menuju Peninsula Mall, satu-satunya mall yang ada di Trinity dan lokasinya tak jauh dari apartemen. Hayley memutuskan untuk berjalan kaki ke sana.

Bersikap normal. Berkali-kali ia mengingatkan diri sendiri supaya tidak sesekali menengok ke belakang untuk mencari penguntitnya.

Dalam sepuluh menit, gadis itu tiba di Peninsula Mall. Dengan langkah lebih santai, sambil pura-pura melihat etalase toko-toko yang dilaluinya, ia mengarahkan kakinya langsung ke toko Miramare.

"Ada yang bisa kubantu, Nona?" seorang pegawai wanita muda berambut pirang yang digelung di belakang menyambutnya di balik etalase bros.

"Ya. Kau bisa pilihkan bros yang cocok untukku?" sahut Hayley seraya memilih-milih bros yang ada dalam etalase kaca itu.

"Bagaimana kalau yang berbentuk burung merak itu? Kelihatannya kau cocok memakai yang berdesain sederhana."

"Ya, itu boleh."

Si gadis pramuniaga itu membuka etalasenya dan meraih bros pilihan Hayley dengan hati-hati, lalu mengangsurkannya pada calon konsumennya dengan dua tangan.

"Kau mau mencobanya?" tanyanya lagi.

"Langsung dibungkus saja."

Si pramuniaga, tanpa bicara apa-apa lagi, memasukkan bros itu dalam kotak beludru warna biru dan membungkusnya dalam tas kertas. Dan setelah menerima pembayaran dari Hayley, mereka berpisah.

Sesuai arahan, gadis itu kemudian berbelok ke arah toilet yang letaknya tak jauh dari toko Miramare.

Toilet itu terlihat sepi saat kakinya menjejak di sana. Tak seorang pun yang tampak di sana. Sementara di kiri kanannya terdapat masing-masing lima bilik yang dibatasi oleh dinding kayu berwarna oranye. Dan di setiap pintunya diberi nomor dari 1 hingga 10.

Hayley melangkah lagi, mencari toilet yang di pintunya ditandai dengan angka 2. Ia pun masuk ke sana, menutup pintu, menguncinya, dan menunggu dengan jantung berdebar, bersiap menghadapi apapun yang akan terjadi.

Namun napasnya segera tertahan saat didengarnya seseorang memasuki toilet. Lebih aneh lagi, orang itu terdengar mengunci pintu, seperti tak membiarkan orang lain untuk masuk dalam toilet itu. Apa yang ia inginkan?

Langkah orang itu terdengar mendekat, bukan langkah seorang wanita anggun bersepatu high heels. Tapi sepertinya ia perempuan tomboy yang alas sepatunya terbuat dari karet.

Orang itu memasuki bilik tepat di sebelah bilik Hayley, membuat gadis itu merasa jantungnya semakin berdegup tak menentu. Ia bahkan harus menutup mulutnya supaya orang itu tak mendengarnya bernapas.

"Hayley?" orang itu bersuara. Dan Hayley sangat mengenal suaranya.

"Owen?" Seketika gadis itu mengembuskan napas lega. Tapi sesaat kemudian, "Owen, you son of a bitch! Apa yang kau lakukan padaku? Kau mempermalukanku. Kau tahu? Aku digelandang ke kantor polisi hanya dengan jubah tidur! Dan mereka juga mengambil laptopku. Aku harus bilang apa pada agenku?" pekiknya sambil menggedor-gedor dinding bilik dengan gusar.

"Hayley, tenanglah. Itu memang rencanaku," sahut Dom dengan tenang.

"Rencanamu?" Kening Hayley bekernyit.

"Ya. Tapi tidak dengan jubah tidur itu." Dom terdengar mendesah. "Ceritanya memang panjang dan aku tak bisa menceritakannya di sini. Tapi percayalah, aku bisa membawamu keluar dari sini. Tapi sebelumnya kau harus membantuku."

"How?"

"Dengar baik-baik. Mereka menginginkan sesuatu yang kumiliki."

"Sesuatu apa? Siapa mereka?"

"Polisi, Anti West, siapapun. Ini memang rumit. Aku tak mungkin menjelaskan semuanya di sini. Yang jelas, yang mereka inginkan ada di apartemenmu."

"Apa? Tapi kelihatannya mereka tak menemukan apa-apa saat menggeledah apartemenku."

"Karena mereka tak bisa menemukannya. Aku yakin benda itu masih ada di tempatmu dan kau akan mengambilnya untukku."

Kemarahan Hayley mulai menyusut saat ia merosot terduduk di kloset.

"Benda apa itu? Di mana kau menyimpannya?"

"Stop kontak di belakang TV-mu. Sebuah flash disk berbentuk tabung berwarna hitam. Sekarang lihatlah ke bawah."

Hayley mengarahkan matanya ke lantai. Sebuah kotak hitam terbuat dari plastik sudah tergeletak di dekat kakinya. Entah kapan Dom mendorongnya ke situ. Ia memungutnya dan langsung membukanya tanpa menunggu perintah. Di dalamnya terdapat obeng, sebuah benda seperti earphone tanpa kabel berwarna coklat muda dan bros berbentuk matahari dengan batu permata yang terbuat dari zirkonium di tengahnya.

"Bros? Untuk apa kau suruh aku membeli bros kalau kau memberiku bros?" tanya Hayley.

"Supaya kau punya alasan untuk masuk ke toko perhiasan dan membuat penguntitmu mengira bros yang kau pakai itu bros yang kau beli. Sekarang buanglah bros yang kau beli dan pakailah bros yang kuberi."

"Pemborosan," gerutu Hayley. Tapi tak urung ia menurut. Dirogohnya tas kertasnya dan dicampakkannya bros indah yang baru ia beli ke tempat sampah.

"Ada kamera dalam bros yang kuberi, supaya aku juga bisa mengawasimu," papar Dom.

"Dari mana kau dapatkan benda-benda ini?" tanya Hayley seraya mencoba menyematkan bros pemberian Dom di dada sebelah kiri.

"Seorang teman. Sudah kau pakai brosnya?"

Hayley tak menyahut. Namun sesaat kemudian terdengar suara Dom lagi,

"Kameranya bekerja. Aku sudah bisa melihat sekelilingmu. Sekarang pakai benda coklat yang mirip earphone itu di telingamu. Itu receiver, supaya kau bisa mendengarku."

"Apa aku juga bisa bicara denganmu?"

"Ya. Ada mikrofon juga di bros itu. Tapi sebaiknya kau tak bicara apa-apa. Kalau penguntitmu melihat gerak bibirmu mereka akan curiga."

"Siapa sebenarnya yang menguntitku?"

"Polisi. Mereka menaruh pelacak di saku mantelmu. Periksalah."

Tangan Hayley bergantian merogoh saku kiri dan kanan mantelnya sebelum menemukan benda berwarna perak sebesar kancing dengan lampu merah berkedip-kedip di tengahnya.

"Bagaimana kau tahu... Apa yang harus kulakukan dengan benda ini?" tanya gadis itu kemudian.

"Biarkan saja. Biarkan mereka berpikir kau sudah dalam kendali mereka. Benda itu hanya bisa melacakmu, tapi tak bisa mendengarmu.

"Sekarang pulanglah. Bukalah stop kontak di belakang TV-mu dengan obeng itu. Dan kau akan membawakan benda itu padaku."

"Tapi bagaimana caranya? Di mana kita akan bertemu?"

Tak ada jawaban dari bilik sebelah.

"Owen?"

Tetap tak ada jawaban.

Hayley memutuskan keluar dari biliknya dan memeriksa bilik sebelah.

Kosong.

Dom sudah pergi.

✔The Ghost (A Story Behind Conspiracy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang