9 - 6 + 7 - 1

180K 32.7K 4K
                                    

.

Kenan mengetuk-ngetukkan jemarinya ke meja. Firasatnya tidak enak. Sudah dua puluh menit berlalu sejak Re izin ke toilet dan Pak Joko mengiyakan. Sampai sekarang cowok itu belum juga kembali ke kelas dan tak seorang pun kelihatan terganggu dengan hal itu.

Kecuali Kenan, tentu saja.

Ketua kelas itu menggigit bibir. Ada kemungkinan Re cabut untuk merokok seperti biasanya, tapi ini masih terlalu pagi. Warkop belakang sekolah juga belum buka kalau jam segini.

Kenan memutar bolpoin di antara jemarinya. Jemari yang kemudian bergerak untuk membetulkan kacamata, sebelum akhirnya urung. Dia sudah lupa dia mengganti kacamatanya dengan lensa kontak sejak tiga hari lalu.

Hal yang kemudian mengingatkannya pada kejadian itu.

Kejadian tentang Kai.

Kenan yakin, Re pasti sudah tahu gadis mana yang menggantikan posisinya sebagai peringkat pertama. Re punya koneksi yang luas, beserta kacung-kacung bodoh yang bersedia jadi kaki tangannya. Mereka pasti sudah membocorkan fakta peringkat pertama itu sejak hari Jumat lalu.

Kenan, sebagai rival yang selalu berhadapan dengan cowok itu, bisa dibilang sangat mengenal Re sampai ke detil-detil yang memuakkan. Dia bisa menjamin Re tidak akan diam saja. Pasti ada sesuatu yang akan dilakukannya terhadap Kai, entah apa.

Tapi apa?

Ketukan jemari Kenan di meja semakin cepat. Apa yang mungkin dilakukan cowok itu terhadap gadis yang belum dikenalnya? Apa yang mungkin dilakukan Re karena Kai berani mengusik posisinya?

Kenan berhenti mengetukkan jemari. Apapun itu, jelas bukan sesuatu yang baik. Karena tentu saja tidak ada hal yang baik mengenai Re. Segala sesuatu tentangnya murni berbau kekacauan.

"Ken!"

Suara bisikan dari sebelah menyadarkannya. Leo menyikut lengan kanannya. Dagunya mengedik ke arah meja guru.

Kenan tersadar. Pak Joko menatapnya lurus-lurus.

"Ada masalah, Kenan?"

Kenan otomatis menggeleng. "Nggak ada, Pak."

Guru fisika itu balas mengangguk. "Coba jelaskan jawabanmu nomor tiga puluh."

Kenan mengerjap. Menatap buku paketnya di meja yang masih tertutup. Leo menggeser bukunya, menunjukkan nomor halaman yang terbuka.

Kenan balik mengecek buku paketnya. Bolpoin warna hitam berputar di antara jemarinya.

Nomor 30.

"Teori Rutherford punya kelemahan yang signifikan," sahutnya dua detik kemudian.

Kenan mengangkat wajah dan memandang Pak Joko, berusaha memberi penjelasan. "Teori itu bertentangan dengan hukum fisika klasik, yang menyatakan bahwa materi yang bergerak akan kehilangan energinya dalam bentuk gel elektromagnetik."

"Bisa dijelaskan ke murid-murid yang lain?"

Kenan tersenyum kecil.

"Anggap aja kita lari keliling lapangan," cengirnya. "Pasti lama-lama capek, kan? Elektron juga gitu. Kalau dia terus menerus lari keliling inti atom, pasti energinya habis. Kalau energinya habis, dia jatuh ke inti. Kalau dia jatuh ke inti, jelas atom bakal hancur."

Beberapa murid ikutan nyengir, beberapa mengangguk paham.

"Jadi jawabannya yang A, Pak."

Pak Joko ikut manggut-manggut, jemarinya bergerak untuk mengecek kunci jawaban.

A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang