33 + 3 × 11 - 33

149K 27K 3K
                                    

a/n:

haloo semua!

terima kasih banyak karena udah setia sama A+ sampai hari ini xixi. aku nggak akan banyak excuses, maaf karena baru bisa update lagi dan lumayan pendek juga. aku saranin kalian baca 1-2 part sebelum ini biar nggak lupa-lupa banget sama alurnya yaa.

oiya, makasih juga buat kalian yang udah kasih semangat, baik di akun wp maupun sosmedku yang lain! ily sooo much hehe <3 tapiii kalau bisa jangan teror aku di akun pribadi ya HAHAHAH. jujur jadi agak takut aktif di sana..

terakhir, selamat membaca and welcome back to A+! :)

.

Dress dan high heels bukan perpaduan yang cocok untuk datang ke rumah sakit, tapi Aurora tidak benar-benar punya waktu untuk memikirkan fashion sekarang.

Rumah sakit ini bukan rumah sakit yang biasa dikunjungi orang tuanya, jadi apa pun yang membuat mobil Papa datang ke sini pastilah sesuatu yang darurat. Aurora membiarkan Io mencari tempat parkir, sementara dia sendiri bergegas turun di depan pintu masuk dan menyusuri lobi. Ada berbagai pikiran di benaknya yang sebaiknya tidak dijabarkan.

Gadis itu memutuskan untuk bertanya kepada perawat yang sedang melintas, tepat ketika ekor matanya menangkap siluet dua orang yang terkesan familiar.

Arlojinya menunjuk pukul tiga pagi.

.

bab 33

titik bifurkasi

.

"Saham."

Gigitan Kai pada bibirnya semakin kuat waktu Re akhirnya mengangkat wajah dari layar ponsel. Kaki gadis itu terasa lemas sampai-sampai dia butuh bersandar pada dinding lorong rumah sakit.

"Saham?"

Re memberi anggukan datar. "Wimana Group punya saham di sana, dan gue yakin jumlahnya cukup besar. Karena kalo nggak—"

"—mereka nggak bakal ngehubungin Antonio Wimana buat dateng ke sini," simpul Kai putus asa. Gadis itu menyeka rambutnya ke belakang. "Jadi dewan sekolah emang berniat ngancem orang tuanya Thalia, supaya mereka tutup mulut soal insiden ini?"

Re mengangkat bahu. "Mungkin."

Tapi itu adalah jenis kemungkinan yang persentase kebenarannya nyaris mencapai maksimum, Kai tidak perlu jadi jenius untuk bisa menebaknya. Di negara mereka, uang adalah kunci. Mempertimbangkan kerugian yang akan diterima, orang tua mana pun pasti lebih memilih untuk tutup mulut demi masa depan anak mereka. Kai sendiri bisa membayangkan, dengan keseluruhan biaya rumah sakit yang ditanggung pihak Bina Indonesia sebagai bentuk pertanggungjawaban, hal ini bahkan bukan pilihan yang sulit.

Buku-buku jemarinya menegang.

Sekolah hanya akan menutupi insiden ini, berpura-pura tidak ada yang terjadi. Berpura-pura sistem peringkat mereka masih sistem pendidikan terbaik yang pernah ada, berpura-pura sistem itu tidak berisiko merenggut nyawa seorang siswa.

Brengsek.

Kai memejamkan matanya, berusaha menahan emosi. "Kita harus ngelakuin sesuatu."

Apa pun itu. Apa pun untuk segala hal yang Thalia lakukan sampai jadi seperti ini.

"Nggak ada yang bisa kita lakuin."

Penolakan Re datang dengan spontan. Seolah laki-laki itu sudah menyiapkan respons atas pertanyaan Kai sejak awal.

A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang