Chapter 4洌 God Between Two Realms

4.6K 573 31
                                    

'Pada akhirnya, tidak satupun dari kalian faham jalan fikiranku dan itu bukan hak kalian untuk mengetahui apa yang aku fikirkan. Karna aku yakin jika kalian mengetahuinya, satu-satunya perkara yang bisa kalian lakukan ialah menangis.'


'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Air mata bertitikan jatuh membasahi kedua belah pipi putih hingga turun ke seragam bernuansa hitam ungu yang ia kenakan. Bibirnya terkatup rapat menahan isakan.

Malam ini, di depan kolam teratai yang sering menjadi tempat bermainnya bersama Wei Wuxian di masa kecil mereka, dia menangis sejadi-jadinya. Hatinya berteriak terluka atas apa yang selama ini dia lakukan pada sosok shixiong manisnya.

Membayangkan bagaimana tersiksanya sosok Wei Wuxian yang lemah namun tetap berusaha terlihat kuat itu berjuang sendirian menghadap seisi dunia yang mengutuk kelahirannya.

Cebisan kenangan masa lalunya bersama Wei Wuxian terus menerus memaksa masuk ke ingatannya, membuat tangisnya semakin menjadi-jadi.



Tap! Tap! Tap!




Suara langkah kaki berhempasan dengan lantai kayu dataran Lian Huawu ini memasuki pendengaran, secepatnya dirinya menghapus sisa air mata di wajah dengan lengan baju.

"Jiang Zongzhu, maaf telah mengganggu waktu anda." Ucap salah seorang murid berpakaian lengkap Sekte YunmengJiang sembari mengatupkan tangan di depan dada lantas menunduk hormat.

"Ada apa?"Tanya Jiang Cheng agak datar karna suasana hatinya yang sedang kacau membuat sang kepala sekte YunmengJiang ini terlihat sensitif.

"Itu... Ada seseorang yang memaksa masuk ke dalam Lian Huawu Jiang Zongzhu, apa yang harus kami lakukan?"

Jiang Cheng tampak berfikir sebentar,

"Biarkan dia masuk, bawa dia ke aula utama."










Jiang Cheng menatap lelaki paruh baya ini dari atas ke bawah, menganalisa apakah dirinya pernah bertemu dengan lelaki ini sebelumnya atau tidak.

Pakaian kusut agak kotor berwarna kecokelatan, rambut panjang didominasi warna putih terurai rapi, tidak terlalu tinggi, kurus. Ah! Manik matanya berwarna hijau cerah.

Tidak. Jiang Cheng tidak pernah bertemu pria paruh baya ini sebelumnya.

Sementara lelaki paruh baya yang tampak asing itu sendiri sedang menikmati dengan lahap makanan yang Jiang Cheng berikan padanya, semangkok nasi dan sup iga babi dicampur akar teratai.

终天之恨 Eternal RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang