Suasana yang tenang, jarang sekali terjadi di rumah ini. Bagaimana tidak, saat ini ayah dan ibu sedang melakukan penelitiannya ke Amerika, kak Arai entahlah dia pergi ke mana, dan kak Elisa, ah iya aku akan mengantar jus ini ke kamarnya.
Mengetuk pintu kamar dan menunggu pemilik kamar mempersilahkanku masuk.
Lihatlah, kamar berukuran cukup luas ini penuh dengan lukisan-lukisan indah. Aku menyaksikan seorang gadis dengan rambut sebahu duduk membelakangi pintu kamar. Aku bisa tahu apa yang sedang dilakukannya dari cara dia mengoleskan kuas-kuas yang sudah dicelupkan ke cat dan digoreskannya ke atas kanvas yang disangga. Kak Elisa memang pandai melukis. Wajahnya yang senantiasa memancarkan ketenangan, menambah suasana kamar ini begitu terkesan, dingin.Seharusnya memang orang tidak boleh menilai sesuatu di lihat dari penampilan luarnya saja, lebih baik masuk dan mengenali suasana dalamnya. Dibalik sikap tenangnya kak Elisa, ada bipolar yang menguntitnya.
Ayah dan ibu tahu kalau bipolar ini bisa terjadi kapan saja pada diri kak Elisa, maka dari itu ayah lebih mengalokasikan kak Elisa untuk menggeluti dunia lukisan dikamarnya sendiri. dengan demikian, kak Elisa akan merasa lebih tenang dan terhindar dari energi-energi negatif yang membuatnya depresi.
Walaupun begitu, aku tahu bagaimana perasaan kak Elisa saat ini. Keputusan ayah dan ibu memang terkadang tidak masuk akal.
“Emi, kenapa kau melamun?” Kak Elisa menyadarkan lamunanku.
“Eh, tidak kak. Aku hanya takjub dengan semua lukisanmu.” Jawabku sambil menyodorkan jus anggur kesukaannya.
“Terima kasih.” Kak Elisa kini meneguk jus itu. “Kau tahu, semua lukisan ini menggambarkan suasana hatiku.”
“Ya, aku tahu. Bahkan lukisan abstrak itu, aku bisa memprediksi suasana hatimu saat itu.” Aku menunjuk lukisan abstrak yang pertama kali dibuat kak Elisa.
“Baguslah.” Dia meneruskan lukisannya yang baru selesai setengahnya.
“Eh kak, lukisan apa yang kau buat kali ini?” Aku sedikit penasaran dengan lukisannya kali ini.
“Sudahlah kau tidak perlu tahu. Sekarang juga kau keluar dari kamarku!”
Tunggu apa lagi, kalau kak Elisa sudah memerintah keluar tidak mungkin aku membantahnya. Aku tahu kak apa yang kau rasakan saat ini, lukisanmu tidak bisa membohongiku lagi. Lukisan yang setengah selesai itu menggambarkan keadaan keluarga kita yang sedang kacau balau ini. Walaupun aku sedikit tidak paham kenapa kau menggambar seorang gadis malang dengan menatap cahaya rembulan yang diselimuti kabut merah abstrak. Entahlah.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARSTEROID
FantasyJangan menyelami ceritanya jika kalian tidak ingin tenggelam dalam sebuah kegilaan.