Syila

13 2 0
                                    

“Hai Emi! Apa yang kau lakukan di situ?” Lagi-lagi suaranya menyapaku di tengah dinginnya hembusan embun pagi.

“Sedang menunggu temanku, Syila.” Jawabku dingin sedingin pagi berkabut ini.

“Owh Syila, gadis yang sedang diskorsing itu ya.”

“Hah? Apa maksudnya Syila diskorsing?” Selidikku.

“Menyedihkan, dengan teman sekelas saja kau tidak tahu kabarnya.”

“Sei! Cepat katakan padaku, apa yang terjadi dengan Syila?”

“Kabarnya dia terlibat masalah tawuran dengan senior, jadi pihak sekolah terpaksa memberinya skorsing.”

“Terpaksa?” Aku menekankan kata itu tepat di depan wajah Sei. “Sekolah ini terlalu kejam.”

“Ayo ikut aku!” Sei menarik tanganku. “Apa-apaan ini Sei?” Rintihku.

“Kau mau menyelamatkan sahabatmu itu kan?” Kali ini Sei terlihat serius.

“I.. iya, tapi,-“

“Menyelamatkan seorang teman tidak boleh ragu Emi.”

“Hei, kau mau membawaku ke mana?”

“Ke ruang guru.” Langkahnya yang tergesa kini bisa ku ikuti. “Bicaralah pada wali kelasmu!” Sambungnya membuatku menunda langkahku, dia pun melakukan hal yang sama kemudian menolehku.

“Apa lagi yang kau pikirkan Emi?”

“Aku… Aku tidak bisa melakukannya.” Ucapku lirih.

“Kenapa Emi? Syila sahabatmu dan dia membutuhkan bantuanmu.”

“Percuma Sei aku bicara pada wali kelasku, dia pasti tidak akan mendengarkan saranku.” Aku menunduk dengan penuh kekesalan.

“Kau tidak boleh pesimis seperti itu Emi.”

“Sei! Kau tahu kan aku ini siswa yang sering membolos? Lari dari jam pelajaran kapanpun aku mau. Bahkan aku juga pernah diberi surat keterangan dari sekolah-“

“Walaupun seperti itu kau juga tetap jadi juara kelas kan?” lagi-lagi Sei memotong kalimatku.

Inilah yang paling aku tidak sukai darinya.

Aku terdiam mematung. Semilir angin membawa suhu dingin ini menyapa rambut panjangku dan mengibarkannya lembut. Sei, entahlah apa yang dilakukannya dengan menatapku seperti itu. Dia pasti akan menceramahiku.

“Itulah kenapa sekolah tidak menskorsingmu Emi. Sekolah membutuhkan siswa pintar sepertimu. Walaupun kau sering membolos sesuka hatimu, datang melewati jam masuk setiap hari senin.”

“Tapi aku tidak lebih pintar darimu Sei. Aku mendapat juara karena aku di kelasku, tapi kalau aku berada di kelasmu belum tentu kan-“

“Sudah cukup, kau jangan terlalu meremehkan mereka. Teman-teman sekelasmu boleh saja malas dalam mata pelajaran, tapi kau harus lihat potensi mereka di bidang lain. Olahraga misalnya, kelasmu selalu menjadi juara kan.”

Kata-kata Sei baru saja menamparku. Aku tidak tahu harus mengelak apa lagi, tidak ada lagi alasan yang harus ku keluarkan. Aku masih terdiam mencerna kata-katanya, sementara Sei menunggu responku selanjutnya.

“Kalau kau tidak mau, biar aku saja yang bicara pada wali kelasmu dan akan ku katakan padanya bahwa aku ini walinya Syila dan kau yang saat ini posisimu sebagai teman sekelasnya Syila hanya bisa menjadi seorang pecundang.” Dia melangkah santai.

“Tunggu bodoh! Mana bisa kau melakukan itu padaku. Aku yang akan menghadap wali kelasku, kau tunggu saja di luar!” Susulku dengan bergegas.

Sepertinya dia tersenyum.
.
.

MARSTEROIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang