Prolog

124 8 2
                                    

Senang rasanya mengetahui bahwa besok siswa-siswi SMA diliburkan. Itu artinya aku bisa menikmati hari jum'at tanpa bangun pagi dengan tergesa-gesa.

Di boncengan sahabatku—Peter, aku tersenyum dengan anak rambut yang berterbangan tertiup angin. Masih dengan ekspresi tersenyum, aku memperhatikan bangunan-bangunan yang berada di pinggir trotoar hingga mataku bertemu dengan tatapan wanita paruh baya di depan sebuah kedai.

Jangan berfikir bahwa aku ini sedang bertatapan dengan hantu, dia manusia. Hanya saja dia terlihat menggelengkan kepalanya setelah matanya melihat pemandangan aku dan Peter yang berboncengan, dengan kedua tanganku yang mencengkram jaket kulitnya.

Jika aku bisa, aku akan menghampirinya dan memberitahu apa yang dia lihat bukanlah apa yang ada di pikirannya—pelajar yang kerjaannya pacaran dan menyianyiakan waktu berharganya dan uang orang tuanya dengan sia-sia. Aku yakin tebakan-ku kali ini memang benar.

Hingga tak terasa, kuda besi milik Peter sampai di depan gerbang rumahku. Aku turun dari motornya kemudian melepas helm boogie atau apalah aku lupa apa itu namanya. Aku mendesah pelan kemudian melirik jam di tanganku. Sudah sore, sepertinya aku terlalu lama ketika memilih novel yang akan kubeli tadi. Hingga membuat Peter hampir terlambat untuk latihan sepak bola di sekolah.

Ya, dia adalah anggota klub juga sekaligus kaptennya. Aku bangga punya teman—maksudku sahabat yang berprestasi dan tentu keren. Tapi dia juga bangga dengan kepopuleranku di sekolah—bisa dibilang aku ini selebgram dengan 59.7k pengikut. Ingin sekali rasanya tertawa sambil memukul kendang, mengingat Peter bangga sekali dengan kepopuleranku.

Begitu aku membuka mulut, Mama muncul dari balik pintu dan menghampiri kami berdua yang sepertinya terlihat canggung. Mama kemudian tersenyum menyambut salam dariku dan Peter.

"Lara, rumah kita akan kedatangan tamu. Mungkin lebih baik jika kamu ikut Peter latihan di sekolah. Mama ada feeling kalau mereka akan tinggal lebih lama."

Dari seluruh pernyataan yang Mama berikan padaku, sepertinya berdiam di kamar bukanlah ide yang menarik. Pasalnya, aku adalah satu-satunya orang yang merasa tidak bebas untuk melakukan segala sesuatu jika ada tamu dan jelas itu sangat menggangguku.

"Oke. Peter, beri aku waktu lima menit untuk bersiap-siap." Setelah bernegosiasi, aku langsung berlari kedalam rumah dan mengganti seragamku dengan hotpants dan hoodie over-size kemudian menyemprotnya dengan parfum. Terakhir, aku meraih tas kecil yang biasa aku bawa jika menemani Peter latihan.

Tanpa polesan make up, aku kembali menghampiri Peter yang ternyata menungguku sendirian. "Mama kemana?"

"Ke toilet, mau modol." Jawabnya dengan singkat. Maklum, lagi sakit gigi.

Aku tahu Mama cuma ngibul, jadi aku memutuskan untuk langsung duduk menyamping seperti tadi tanpa basa-basi membicarakan kelakuan Mama. Dan kami pun berangkat menuju sekolah.

Latihan berjalan lancar seperti biasanya. Dimulai dengan Peter yang mengganti seragamnya kemudian pemanasan dan beberapa latihan ketangkasan atau apalah, aku masih tidak mengengetahuinya walau sudah dua tahun menemani Peter latihan seperti ini. Lalu menyeka keringatnya dengan sapu tangan sedangkan Peter menegak air mineral yang aku bawa. Setelahnya aku dan Peter menonton permainan antar juniornya, lalu Peter mengantarku pulang.

Aku yang kelelahan memutuskan untuk mengubah posisi duduk kemudian memeluk Peter dengan erat sepanjang perjalanan. Hingga tanpa sadar, aku tertidur dipunggungnya.

Mataku perlahan terbuka ketika bahuku terasa berguncang. Ah, sepertinya sudah sampai. "Eh, maaf maaf. Makasih udah nganterin, mau masuk dulu?" Peter menggaruk tengkuknya sebelum menjawab tawaranku.

"Mau sih, tapi aku disuruh langsung pulang sama Bunda." Dalam suaranya terdengar canggung dan tidak seperti biasanya. Aneh.

"Oh, oke. Titip salam aja deh buat Bunda." Jawabku yang di balas dengan anggukan kecil olehnya.

"Aku pulang, Dah!"

"Hati-hati!"

Dengan langkah gontai aku berjalan masuk kedalam rumah. Walau jaraknya tak sampai seratus meter, entah kenapa aku merasa begitu lesu untuk masuk ke dalam rumah.

Ketika pintu terbuka lebar, aku mendapati kedua orang tua-ku dan sepasang suami istri berada di ruang tamu sedang membicarakan sesuatu yang aku tidak ketahui. Setelah menutup pintu, aku menghampiri mereka untuk salam terlebih dahulu sebelum naik menuju kamarku. Saat aku menyalami tamu, aku baru menyadari bahwa yang sedang bertamu malam ini adalah orang tuanya John. Perasaan tidak enak menghantui kepalaku.

***

✨annisaas's notes✨

Cerita ini dibuat khusus dalam event #ngabuburead yang diselenggarakan oleh FanficIndonesia

Semoga kalian terhibur dengan cerita ini✨

Peter's FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang