Bali!≈

66 4 0
                                        

Aku terbangun dengan cicitan yang sukses mengalihkan atensi Peter dari kegiatannya. Tak aneh karena ternyata aku dan Peter diatur satu seat di pesawat!

"Mimpi buruk?" Tanya Peter dengan ekspresi khawatir sekaligus menahan senyumnya. Aku hanya mengangkat kedua bahuku sebagai jawaban. Dan diluar dugaanku, Peter membawa kepalaku bersandar di bahunya. Aku tidak bisa untuk tidak memeluknya. Aku butuh lebih dari sekedar sandaran. Aku merasa sedikit lebih baik dan dadaku menghangat saat memeluknya. Oh, beruntungnya aku bisa memilikinya sebagai sahabat.

Aku dibangunkan oleh aroma khas mobil Peter. Ternyata aku ketiduran lagi, dan lihat! Aku ada di Bali sekarang!

"Good morning, sleeping beauty." Sapaan Peter entah kenapa membuat kedua pipiku bersemu merah setelah mendengarnya.

Aku kemudian menutupi kedua pipiku dengan tangan sebelum membalas sapaannya. "Good morning juga, Beast." Peter tertawa dan aku ikut terbawa tawanya yang terdengar indah di indera telingaku.

Singkatnya, aku dan Peter akhirnya sampai di Villa yang jaraknya cukup jauh dari kota. Walau begitu, Villa ini memiliki pemandangan yang indah di dekat pantai dengan beberapa pohon kelapa di beberapa sudut. Ingin rasanya tinggal di Villa ini seumur hidup!

"Selamat datang di Villa, sayang." Mama langsung menyapaku begitu aku masuk ke dalam Villa. Aku balas tersenyum kemudian menghampirinya yang sedang menonton televisi di ruang tengah bersama Papa.

"Bagaimana penerbanganmu tadi?" Mama kembali bertanya dengan senyum yang tertahan. Ya... Dia menggodaku.

"Begitulah," jawabku sambil mengangkat kedua bahuku.

"Begitu bagaimana?" Ah, ini masih pagi dan Mama terus saja menggodaku? Ayolah.

"Kasihan dia. Ini masih pagi, Clara. Berhentilah untuk terus menggodanya." Syukurlah, Papa berada di pihakku dan Mama memberengut.

"Kita masih punya banyak waktu untuk menggodanya, bersabarlah sedikit, sayang." Dia sama saja ternyata. Bahkan Papa jauh membuatku lebih kesal.

"Ya ya ya, sepertinya aku akan tidur saja daripada menjadi samsak seperti ini." Aku pun bangkit dari sofa dan pergi ke lantai dua.

"Ish, menyebalkan!" Aku menggerutu selama berjalan dan Peter mendengarnya.

"Ada apa, Covey?" Katanya.

"Uh, tidak tidak. Hanya sedikit masalah di bawah." Jawabanku direspon sebuah anggukan olehnya.

"Mau berenang?" Tawaran yang menarik, mungkin aku bisa menerimanya nanti. Aku ingin menelpon Christine untuk menceritakan semuanya.

"Sekarang? Ini masih terlalu pagi Peter. Bagaimana dengan jam 9.30?" Jawabanku membuat Peter mengela nafasnya. Apa ada yang salah?

"Baiklah, Aku akan jogging di pantai. Kalau ada sesuatu, telpon saja aku. Dah!" Peter berlalu setelah aku mengangguk paham padanya. Lantas aku pun masuk kedalam kamarku setelahnya.

Aku terbungkam dengan keindahan kamar yang aku tempati. Begitu simple dengan warna putih dan hijau muda. Udaranya pun sejuk dan tidak sesumpek kamarku.

Setelah selesai memuji kamar ini, aku meraih macbook milikku di koper dan segera menyalakannya. Begitu macbook ini menampilkan layar beranda, aku langsung menghubungi Christine lewat Skype. Dan dia langsung menjawabnya, baguslah.

"Chris, kamu harus tahu ini!" Kataku seperti mendapatkan kejutan.

"Oh, ayolah. Sepagi ini kau sudah membuatku penasaran! Ada apa, Covey?"

Aku pun meceritakan semuanya. Mulai dari hari kamis sampai kejadian di mobil Peter. Christine terperangah dan terlihat antusias di mimik wajahnya.

"Lalu? Apa lagi yang kau tunggu, Lara Jean Covey luwak arabika... Kau mengenal Peter lebih dari siapa pun! Terima saja perjodohan dengannya. Kalau aku kadi kau, mungkin minggu depan aku akan menyebar kartu undangan."

Kami terkikik mendengar akhir kalimatnya. Chris memang terobsesi dengan pernikahan akhir-akhir ini, dan itu menggelikan.

"Tapi aku masih bingung dengan perasaanku. Aku tidak tahu harus memilih yang mana dari ketiganya. Dan kau tahu? Mereka ada di Bali juga sekarang! Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana nanti."

Chris menganggukan kepalanya seakan sedang memikirkan sesuatu. Semoga saja idenya tidak aneh-aneh.

"Sepertinya lebih baik jika kau..."

"Apa?"

"Kau bisa berteman dengan mereka selama di Bali, agar kau bisa memahami sifat dan karakter mereka. Dan siapa tahu ada yang berhasil menarik hatimu atau membuatmu nyaman."

Ucapannya ada benarnya juga. Ternyata dia bisa serius juga.

"Kau benar. Mungkin aku bisa berbincang bincang dengan mereka untuk mengetahui sifat dan karakternya. Yah, walaupun aku mengenal mereka, aku tidak tahu mereka seperti apa. Baiklah, terima kasih... Kau adalah penyelamatku, Chris!"

"Senang bisa membantumu, Covey luwak."

"Berhenti memanggilku dengan nama itu! Aku memperingatkanmu, Chris. Baru saja aku akan mengatakan bahwa kehadiranmu disini akan lebih berarti, tapi kau malah bersikap menyebalkan."

"Benarkah? Kau ingin aku ke sana juga? Senangnya! Akhirnya aku boleh ikut."

Apa? Kedengarannya dia tahu acara ini dan dia tidak di perbolehkan ikut? Aneh.

"Kenapa tidak? Datanglah dan temani aku di kamar yang besar ini. Pretty please..."

"Baiklah, tunggu aku beberapa jam lagi. Aku akan bersiap, Dah!"

Panggilan Skype kami berakhir dan aku sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Chris nanti!

Peter's FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang