Karena dia Margot

17 2 0
                                    

Drrttt! Drrttt!

Getaran ponsel mengganggu rutinitas mingguannya bersama ranjang—rebahan. Membuatnya mencebik dan terpaksa meninggalkan zona nyamannya untuk memeriksa ponselnya.

"Kitty?" Margot bergumam dan terdiam beberapa saat hingga sebuah ide terlintas di benaknya. Margot menyalakan speaker di depannya dengan volume hampir menginjak angka delapan puluh persen. Kemudian mengangkat panggilannya di depan speaker.

"Halo? Siapa ya?"

"Kuis minyak angin,"  Dari sebrang telepon, terdengar gelak tawa laki-laki yang sukses menarik perhatian Margot yang sedang merasa kesepian. Margot pun mengecilkan volume speakernya.

"Kok ada suara cowok? Kamu pacaran ya?" Pertanyaan Margot malah terdengar seperti tuduhan, membuat Kitty memekik di sebrang sana.

"APA?! Ini Nathan—eh maksudku, Kak Nathan, Kak." Setelahnya, terdengar suara suara aneh dari Kitty. Membuat Margot mengerinyit keheranan. Dan benar saja, Nathan merebut ponselnya kembali dan mendekatkannya ke telinga.

"Ha-halo?"  Kini Nathan yang buka suara.

"Halo?!" Jawab Margot dengan kegirangan.

"Ada berita penting, Kak!"  Ujar Nathan to the point.

"Jangan panggil aku Kakak, Nathan! panggil aku Sifa." Kitty tertawa memenuhi ruang panggilan setelahnya. Berbeda dengan Nathan yang mendesis kesal. Mungkin ia akan berubah menjadi seekor kobra jika berlama lama di antara kakak-adik koplak seperti mereka.

"Ini serius, Kak! Kak Lara dalam masalah besar dan Kakak harus menyusul kami di Bali. Soal ongkos, kau bisa andalkan aku. Kau harus berangkat sekarang juga, tak ada bantahan!"

"Uhh, baiklah--"

"maaf, pulsa anda telah habis."

Margot menghembuskan nafasnya kecewanya dengan putus asa. "Pulsa terakhirku, lenyap..."

(💍)

Angin malam berhembus masuk ke dalam ruang tengah, membangkitkan rambut-rambut halus milik Nathan yang tidak terbungkus oleh jaket. Begitu juga Kitty, bahkan setengah pahanya terekspos tanpa penutup ataupun pakaian.

"Kenapa malam ini rasanya dingin sekali, bukannya suhu disini biasanya 29°C, tiba-tiba turun ke 23°C." Ujar Kitty sambil menatap ke sekitarnya yang mulai tertutup oleh kabut tipis yang entah dari mana asalnya.

"Kabut, ini pertanda buruk!" Gumamnya.

"Kabut? Mungkin seseorang sedang membakar sesuatu di--ASTAGA! RAMENKU!" Nathan lari terbirit birit mengingat masakannya yang tertinggal di counter dapur dengan api yang menyala-nyala.

"Kebiasaan."

Ketukan pintu menginterupsi Kitty yang sedang memperhatikan akuarium ikan di ruang tengah. Ketukan itu sempat membuatnya takut hingga suara Mama terdengar menyusul suara ketukan setelahnya.

"Kamu belum tidur, Cath?" Tanya Mama sambil berjalan masuk ke pelataran dapur.

"Ak-aku belum mengantuk, Ma." Ujar Kitty sedikit tergagap.

"Tidurlah, kita tidak tahu pasti kapan kita akan kembali pulang." Jawaban Mama sukses membuat Kitty mematung dengan mulut yang terbuka lebar. Menganga.

"Hai tampan, kau sedang memasak apa? Aromanya seperti steak."

Nathan berbalik untuk memperlihatkan 'steak' buatannya kepada Mama. "Ya, steak ramen."

"Hadeuh, kelakuan. Jangan lupa bereskan sisa-sisanya dan jangan minta bantuan Catherine." Mama pergi ke kamarnya sementara Nathan mengangguk dengan malas.

"Jangan hanya di tatap, steak itu tidak akan berubah menjadi jin dan memberimu sebungkus ramen, Kak." Ujar Kitty sambil menepuk pundak Nathan berbela sungkawa.

"Ngomong-ngomong soal steak, tadi Mama bilang padaku bahwa kita tidak tahu pasti kapan kita akan pulang. Bagaimana jika besok kita tiba-tiba pulang? Kak Lara bagaimana nasibnya nanti?"

"Semua akan baik-baik saja selama Margot ada disini, adik-adik!" Margot tiba-tiba muncul dengan asap tebal di sekelilingnya.

"Ka-kak? Sejak kapan kakak--"

"Cukup untuk asapnya, Trevor." Titah Margot kepada laki-laki dibelakangnya yang sedang menghirup vape.

"Hai, Cathrine. Adik kecilku!" Margot lantas menggendong Kitty dan memeluknya dengan hangat. "Aku sangat merindukanmu, Cath--"

Belum sempat Margot menyelesaikan ucapannya, Kitty membungkam mulutnya dengan jari telunjuk dan tatapan yang tajam.

"Uhh, maksudku Kitty. I-iya, Kitty." Dengan canggung Margot melepas pelukannya dan berpaling pada Nathan yang sedang mencuci panci dengan kesal.

"Hai, Nathan." Sapa Margot dengan suara yang dibuat-buat.

"Hai." Sahut Nathan tanpa menatap lawan bicaranya.

"A-Aku permisi dulu." Mundur di garis depan, Margot lantas pergi menuju kamarnya dengan Trevor yang setia mengikutinya di belakang.

"Mengapa dia begitu--"

"Karena dia Margot." Kitty Memotong ucapan Nathan yang kemudian tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya.

"Dan siapa itu ... Trevor? Dan apakah mereka akan berada di satu kamar?" Ujar Nathan dengan ragu-ragu.

"Dia adalah butler-nya. Tapi Kak Margot tidak terlalu suka dengan sebutan itu, jadi dia hanya akan mengatakan bahwa Trevor itu adalah temannya. Teman dengan manfaat." Kitty menggedikan kedua bahunya begitu Nathan membentuk huruf 'o' dengan mulutnya.

"Dengan manfaat? Baiklah, lagipula dia memiliki paras yang lumayan tampan." Nathan berbohong. Menurutnya, untuk sekelas butler, Trevor terlalu berotot dan seharusnya dia mendapatkan provesi seperti body guard.

"Yah.. Aku juga tidak mengerti mengapa dia menyebutnya manfaat. Bukan kah memang seperti itu pekerjaannya?" Kedua bola mata Nathan membola dan segera menyanggah ucapan Kitty.

"Kau lebih baik tidak tahu, itu terlalu rumit."

"Karena dia Margot." Nathan dan Kitty berujar bersamaan dan kemudian tertawa.

Disamping itu, Margot sampai di lantai bawah dan mendengar suara kedua adiknya yang bergema di seluruh ruangan.

"Apa ada yang aku lewatkan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Peter's FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang