Mimpi Aneh

71 7 0
                                    

Setelah memastikan barang-barang bawaanku, aku mengunci pintu kamar dan bergegas turun mencari Nathan. Dia menawarkan jasa untuk membawakan koperku tadi malam.

"Nathan!" Suaraku menggema begitu sampai di ruang keluarga. Tidak ada sahutan ataupun suara. Hingga ekor mataku menangkap bayangan seorang gadis kecil berambut panjang dari dapur. Bulu kudukku seketika berdiri, teringat poster film horror yang aku lihat di mall.

Dengan sisa nyaliku yang sebesar kotoran hidung, aku menghampiri bayangan tersebut menuju dapur.

Krek!

Kedengarannya seperti ada yang membuka pintu kulkas, membuat detak jantungku berdetak dengan ritme yang tiga kali lebih cepat. Ketika aku semakin dekat dengan kulkas yang terbuka, aku melihat ada tangan mungil bertengger di pintunya. Kuku jarinya di lukis cat kuku berwarna metalik. Sepertinya aku tahu siapa dia.

"BOO!!"

"AAA... KATTY KITTY KUTU KAKI!!" Sudah kuduga, pelakunya adalah Kitty. Si bungsu menyebalkan ini benar-benar menjengkelkan. Jika dia bukan adikku, aku akan merendamnya di kolam ikan selama dua minggu.

"Apa yang kamu lakukan?" Kataku dengan tatapan tajam. Dia bertindak seperti pencuri yang tertangkap basah, aku jadi curiga.

"N-nothing. Harusnya aku yang tanya, ngapain Kakak ke dapur?" Huekk!! Muka sok polosnya memang benar-benar tipuan. Aku tahu sekali jika Kitty sedang menyembunyikan sesuatu dariku.

"Terserah aku, mau ke dapur, ke belakang, ke depan, ke samping, bahkan kalau pun aku mau senam juga masih terserah aku. Itu bukan urusanmu wahai bocah!" Wajah Kitty memerah ketika mendengar kata 'bocah' yang aku sematkan di ujung kalimat. Aku tidak peduli.

"Apa yang sedang kau sembunyikan dariku, wahai anak kucing? Aku tahu setiap gelagat MENCURI-gakanmu. Jangan mengelak." Nada suaraku meninggi, bahkan di dapur pun suaraku terdengar menggelegar.

"Fitnah lebih kejam daripada kematian, Kak." Jawabnya merintih. Aku tahu, pasti ada seseorang dibelakangku. Dasar anak teather.

Ketika aku berbalik badan, Peter tepat dibelakangku dengan senyumannya yang cerah melebihi lampu di ruang tamu.

"Pembunuhan, Kit." Peter mengoreksi anak kocheng menyebalkan itu. Kemudian kedua alisnya bergerak ke atas dan ke bawah. Hmm, aneh. Aku pun melayangkan tatapan yang lebih tajam dari sebelumnya. Mereka sering berkolaborasi akhir-akhir ini, dan itu selalu membuatku meledak.

"Oh, aku mencium bau-bau bisnis nakal disini..." Kataku dengan sarkas.

"Apa?! Kakak ini kelewatan! Yang benar saja kami-" Elakan Kitty terpotong dengan suara Peter.

"Kenapa kakak tidak langsung masuk ke mobil? Papa mencarimu dari tadi, kak." Ujarnya. Kemudian Peter membimbingku keluar dapur dengan dorongan tangannya di punggungku.

Pikiranku terasa blank ketika Peter mendorongku keluar dari dapur. Aku terdiam hingga Peter berhasil membawaku ke depan pintu ruang tamu. Aku berkedip beberapa detik hingga mataku menangkap basah Kitty yang sedang membawa satu galon kecil warna kuning pastel menuju kamarnya. Itu minumanku!!

Aku pun berlari ke kamar Kitty dengan Peter yang mengejarku dibelakang. Hingga Peter membopongku tepat ketika aku sampai di lawang pintu kamar Kitty.

"Kalian kembali mencuri stok yakult-ku?! Ya Tuhan!!" Kataku sambil meronta-ronta minta di turunkan Peter. Aku pun diturunkan olehnya.

"Ti-tidak! Itu idenya Kitty!"

"No! Itu idenya kak Pete!"

Mereka saling menyalahkan. Haah, dasar!

"Sudahlah, bawa galon itu untukmu. Dan kau," Aku menunjuk Kitty kemudian menunjuk Peter. "Kita bisa meminum jatahku. Galon milikku lebih besar." Keputusanku sudah bulat. Yah, walaupun menyebalkan, Kitty tetap adikku. Aku rela membaginya untuk kali ini, dan mereka berdua di maafkan.

"Baiklah, sepertinya Nathan menunggu kita sudah terlalu lama. Ayo kita ke mobil." Aku menyetujui ajakan Peter dan kami pun keluar dari rumah dengan Kitty dan Peter yang membawa koper. Apa?!

"Pet-Peter, biar aku saja yang membawanya, itu berat." Bujukku sambil berusaha menggapai tangannya yang besar.

"Karena ini berat, biar aku saja yang membawanya, Covey." Katanya sambil menjauhkan tanganku dari miliknya. Ah, baik sekali dia. Bukannya dia memang baik? Ah, lupakan.

"Oke oke, terima kasih Mr. Kavinsky."

Perjalanan kami berlanjut sampai ke Bandara, kemudian mobil yang Papa dan Peter kendarai dibawa orang suruhan Papa untuk membawanya ke Bali dengan menggunakan kapal.

Papa lebih menyukai Ford F-Series miliknya ketimbang menyewa mobil. Dan Peter ingin berhemat dengan membawa Jeep Wrangler Soft-Top kebanggaannya. Oh, ya! Aku hampir lupa bahwa kami hanya berduaan di dalam mobil, dan itu perintah.

Sesampainya di bandara, mataku berat dan tidak bisa untuk di tolelir. Aku pun berakhir di tertidur di punggung Peter. Untuk kedua kalinya Peter menggendongku. Bagus.

Pandanganku menghitam dan temudian, aku dapat merasakan tubuhku menyentuh benda empuk seperti... Kasur? Entah apakah itu, aku tidak tahu.

Aku memutuskan untuk membuka sedikit kelopak mataku. "Ah, sudah pagi." Cicitku dibalik selimut. Karena ini masih pagi dan mataku merajuk untuk ditutup, aku pun kembali tertidur.

Aku dapat merasakan sesuatu mengusap-usap rambutku dengan lembut, membuat tidurku yang nyaman terasa lebih baik dan sempurna. Sentuhan itu menghilang dan digantikan dengan kecupan singkat dikeningku.

Karena penasaran, untuk kedua kalinya aku membuka mataku yang terasa lumayan berat untuk melihat ke sekelilingku. Aku berada di sebuah kamar bernuansa putih dengan cahaya mentari pagi yang menerobos masuk lewat jendela beberapa langkah di depan ranjangku.

Aku masih merasakan seseorang memeluk pinggangku dengan lengannya yang berisi. Jujur, aku takut untuk melihat ke belakangku. Tapi aku akhirnya memberanikan diri untuk melihat wajahnya yang berada di dekat ceruk leherku.

Ketika leherku berputar 90°, aku terkejut melihat siapa yang sedang memelukku. Nafasku terengah-engah melihat untaian rambutnya yang bergelombang.

"PETER!!"

Peter's FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang