Setelah bakar-bakaran, kami bertiga kembali ke Villa dengan keadaan mengantuk. Kami tinggal terlalu lama hingga tak terasa waktu menunjukan angka 00:30.
"Ternyata John lumayan seru orangnya." Kataku sambil menyanggul rambutku dengan asal.
"Yha, dhiya meymangh syehu owhangnya," Christine yang tak kuasa menahan kantuk menjawabku seperti orang mabuk.
"Goodnight, ladies. Sweet dream.."
Lampu dinakas pun dimatikan, dan dengan otomatis penerangan di kamar ini mati semua dan hanya tersisa dua lilin aroma terapi yang menyala.
Waktu berjalan terasa dua kali lebih cepat, hingga tak terasa matahari sudah menggatikan posisi rembulan. Christine bangun lebih dulu kemudian merecoki tidurku dan Gen.
Kami semua terbangun dan segera membersihkan diri secara bergantian. Aku mengambil antrian paling terakhir supaya aku bisa menikmati udara segar di dekat kolam.
"Selamat pagi, Lara Jean." Aku mendengar suara Josh di belakangku dan memutuskan untuk berbalik.
"Pagi, Josh." Jawabku dengan canggung. Josh tersenyum kearahku dan tiba-tiba udara sekitarku menghilang. Dia tampan sekali pagi ini.
"Ini, aku membelikan coklat untukmu." Katanya kemudian menyodorkan sebatang cokelat selebar macbook milikku. Manisnya.
"Wow, ini kebesaran. Terima kasih, Josh." Dia mengangguk kemudian duduk di sampingku. Dan jantungku berdebar dua kali lebih cepat.
Aku membuka coklatnya agar tidak kelihatan salah tingkah. Kemudian aku menawarkan coklatnya pada Josh.
"Aku tidak memakannya, terima kasih." Tolakannya kelewat halus dari pipinya Kitty ketika dia masih bayi. Jika aku coklatnya, aku pasti sudah meleleh sekarang.
"LARA!" Suara panggilan Christine menggema hingga ke pantai. Anak ini mengganggu saja.
"Sepertinya Christine memanggilmu," Josh menyadarkanku dari kegiatan mengunyah coklat pemeberiannya.
"Ah, iya aku sampai lupa. Bye, Josh!" Aku melambaikan tanganku pada Josh dan dibalas senyumannya yang membuatku semakin mencair. Siapa pun, TOLONG!!
Setelah mandi, aku turun ke lantai bawah bersama Christine dan juga Gen untuk menyantap sarapan. Aroma masakan Mama membuatku kelaparan meski sepapan coklat telah aku habiskan sendirian.
"Aromanya lezat sekali, Ma." Pujianku membuat Mama tersenyum bangga. Tapi senyumannya memudar ketika matanya menangkap kehadiran Gen di dekatku.
"Gen?" Kening Mama berkedut menatap Gen keheranan.
"Iya, tante?" Jawab Gen dengan senyuman canggung di wajahnya.
"Ah, tidak. Ayo cepat makan, kalian mau pergi, bukan?"
Sepertinya Mama tidak ingin merusak suasana diantara kami dengan menanyakan masalah kami bertiga. Aku pun tidak akan ambil pusing untuk ini dan masalah perut tidak bisa di tunda lagi sekarang.
Setelah sarapan pagi yang menyenangkan dan mengenyangkan, kami bertiga berangkat ke dermaga bersama Peter dengan mobil Jeepnya. Sungguh menyegarkan karena Peter membuka atapnya kali ini.
Ngomong-ngomong, aku duduk di samping Peter karena dipaksakan mereka berdua. Tapi tidak seburuk itu, ini menyenangkan.
Sesampainya di dermaga, Kami berempat ternyata sudah ditunggui oleh Josh yang terlihat geram melihatku bersama dengan Peter.
"Ayo naik semuanya, kapalnya akan segera berangkat sebentar lagi!" Seruan John membuat kami berempat bersemangat dan segera naik ke atas kapal.
Setelah semuanya siap, kapal yang kami tumpangi pun berlayar. Aku melepas karet rambutku, membiarkan angin laut meniup rambutku terbang bebas seperti alang-alang. Mataku menangkap basah seorang Peter terpesona menatapku. Pipiku bersemu merah ketika Peter terlihat salah tingkah terhadap senyuman yang aku lemparkan.
"Sudah, jangan diliatin terus. Nanti kapten kapalnya cemburu." Aku tersentak mendapati Christine tepat berada di belangku. Kenapa dia selalu mengagetkanku, sih?!
"Kau ini!" Aku menampar pundaknya dengan geram dan dia malah menertawakanku.
"Ayo kita berfoto, aku tidak menerima penolakan." Titahnya sambil menanggahkan wajahnya. Tanpa di duga-duga, Christine memanggil Peter dan menyuruhnya untuk memfoto kami dengan angkuhnya. Dasar.
Ketika aku meminum minumanku, Peter terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu. Dan benar saja, dia langsung memanggilku setelah minuman di gelasku ludes tak tersisa.
"Lara?"
Aku membuang gelasku ke keranjang kemudian menjawabnya. "Hmm?"
"Masalah kalian bertiga.. Sudah selesai?" Peter terlihat ragu ketika mengatakannya.
"Ya begitulah, kami berdamai. Ada apa?"
"Uh, tidak. Aku hanya bertanya." Aku menjawabnya dengan anggukan kecil kemudian bangkit dari posisiku untuk mengambil minuman yang baru.
"Tunggu!" Peter menahan tanganku ketika satu kakiku baru saja terangkat dari pijakannya.
"Kenapa?" Dadaku bergemuruh hebat merasakan jari-jari besarnya melingkar di pergelangan tanganku. Tolong!!
"Aku masih ingin bertanya soal.. Gen." Setelah mendengar, dadaku seperti berhenti berdetak. Kenapa rasanya sesakit ini? Aku tidak mengerti.
"Oke," aku hanya bisa pasrah dan kembali duduk di sampingnya.
"Apakah masalah kalian semua karenaku?"
Aku bingung harus menjawabnya apa. Walau beberapa masalah kami karena kehadirannya, aku tidak menyalahkan Peter karena ini semua murni karena sikap kami yang terlalu kekanak-kanakan. Ah, itu jawabannya, bodoh!
"Uh, umm... Aku tidak menyalahkanmu disini, tapi jawabannya adalah, begitulah." Kenapa sesulit ini untuk mengatakannya, Lara?!
"Jadi, bagaimana? Aku tidak mengerti, Covey." Peter merengek meminta penjelasan dan aku tiba-tiba merasa jengkel padanya. Sial, moody-ku kambuh.
"Kau ingin jawabannya, bukan? Semua masalah ini muncul ketika kau mulai berkencan dengannya, dan dia cemburu terhadapku! Aku merasa tidak melakukan sesuatu yang salah padanya jadi aku melawannya dan semua ini berakhir! Apa kau belum puas? Oh, ya! Dan ini ada karena kau mengencaninya dan akulah yang selalu disalahkan disini, bukan kau!" Aku pergi meninggalkan Peter dan berjalan masuk ke ruang kendali untuk menghampiri Josh.
Josh menyerigai ketika melihatku masuk dan duduk di sampingnya. Ah, aku hampir lupa bahwa yang menjalankan kapal ini adalah Josh. Hebat bukan?
"Ada masalah?" Josh menoleh padaku dengan tatapan khawatir.
"Tidak ada, hanya sedikit kesal." Aku menjawabnya asal.
"Aku bisa menjadi penasihatmu, tuan putri." Jawaban Josh membuatku tertawa dan dia pun ikut tertawa sambil menecngkram kemudi.
"Kau pasti tahu masalahku, kan?" Aku menggaruk tengkuk kepalaku yang tidak gatal, sedangkan Josh terkekeh mendengar curhatanku.
"Masalah yang mana?" Pertanyaannya terdengar seperti ejekan, tapi jujur suaranya terdengar menarik di telingaku.
"Apa sebanyak itu?" Aku menatapnya sengan senyum yang tak tertahan. Pesonanya merubuhkan pikiranku yang kacau.
"Tidak tidak, aku hanya bercanda. Dan juga... Aku tidak tahu seberapa masalahmu. Kita cukup jauh akhir-akhir ini." Jawabnya dengan santai. Tapi aku bisa mencium aroma kesedihan disana, aku jadi tidak enak padanya.
Ketika aku menoleh kedepan, aku dapat melihat sebuah pulau kecil yang masih hijau keadaanya. Indah dan menyejukan penglihatanku.
"Kita akan kesini? Wow, aku pasti akan menyesal jika tidak menerima ajakanmu, Josh!" Josh menggaruk tengkuknya kemudian menatapku dengan senyuman canggungnya.
Ketika kapal kami berlabuh, aku dapat merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi.
***
✨annisaa's notes✨
Hwaaa challengenya gagal saudara saudaraa, aku kesiangan hiks:'(
Masa ngabuburead jam sembilanan sih:((Tapi walau challenge nya gagal, inshallah aku bakal terus post di jam yang udah aku tentuin deh wkwkwk
Semoga:'D
![](https://img.wattpad.com/cover/223034598-288-k570230.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Peter's Future
Genç Kurgu✨Fan-fiction To All The Boys I've Loved Before✨ Membayangkan diri sendiri berada di posisi tokoh fiksi memang menyenangkan! Tapi, apa kalian pernah benar-benar membayangkan berada di posisi 'mereka' seperti seorang Lara? Lara hanya gadis remaja yang...