Halte menjadi tempat favorit ku kala itu.
Sella bersiap untuk pulang, ia sudah selesai latihan untuk pensi hari jumat besok. Sekolah tampak sepi, hanya ada ekstrakulikuler basket yang masih latihan di lapangan basket itu pun tampak sudah ingin selesai. Sella memutuskan untuk pergi ke kantin terlebih dahulu, ia ingin menghilangkan dahaganya yang haus akibat menyanyi. Di jam eskul seperti ini masih ada gerai yang buka, setidaknya satu dua.
Saat sampai pintu kantin, Sella melihat Daren yang sedang asik dengan ponsel dan juga segelas kopi di meja. Iya kopi, Sella sendiri bingung kenapa Daren meminum kopi hitam yang lebih notaben di sukai oleh bapak-bapak.
Sella berjalan ke salah satu gerai. "Bu, mineralnya satu sama permen." ucap Sella sembari menyodorkan uang pas.
"Sella." panggil seseorang membuat Sella berbalik.
Daren melambaikan tangan dengan senyum yang terbit di wajahnya. Terlihat tampan. Sella membalas senyuman tersebut, terlihat lambaian tangan Daren seakan menyuruh Sella untuk ke sana.
Sella dengan ragu ke sana dan mulai duduk di hadapan Daren yang sedang menyeruput kopinya.
Kantin benar-benar sepi, hanya ada Daren dan ibu gerai yang mulai membereskan dagangannya tanda akan tutup. Suasananya pun menjadi horor karena sudah tidak ada aktivitas apapun lagi.
Daren tersenyum. "Kok lo jam segini masih di sekolah?" tanya Daren.
Sella membuka permennya lalu memakannya, ia menyodorkan beberapa permen kepada Daren. Lelaki itu dengan senang hati mengambil dua permen, satu di simpan dalam saku dan satu lagi di makan.
"Tadi abis latihan eskul buat besok." balas Sella seadanya. "Lo sendiri?"
Daren menggaruk kepalanya, wajahnya terlihat malu. "Gue lagi hafalan surat Yasin." cicit Daren.
Sella terkekeh."Kenapa gak sambil nongkrong bareng teman-teman lo?"
"Kalau gue hafalan sambil nongkrong, bukan hafalan namanya. Tapi gibah." tutur Daren dengan kekehan.
Sella mengangguk-angguk paham dengan perkataan Daren. Lelaki itu tampak sibuk dengan barang-barangnya.
"Lo mau pulang bareng gue? Ini udah jam setengah lima lho." Daren mulai memakai jaket hitamnya dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.
Sella menggeleng. "Gak usah." tolak Sella halus
Daren tampak terkekeh. "Cewek emang kebiasaan ya, kalau di tawarin sok jual mahal. Padahal dalam hati mau." ucap Daren sembari mengancingkan jaketnya.
Sella mengerutkan dahi bingung. "Gue emang gak mau kok." ujarnya polos.
Daren tersenyum, "Iya gue percaya. Ya udah ayo. Lo mau minep di nih kantin? Serem lho." Daren memakai tasnya.
Sella dan Daren jalan menelurusi koridor yang sepi menuju pagar sekolah, lapangan sudah sepi tidak ada lagi yang bermain basket. Di perjalanan mereka pun tak ada perbincangan, hanya ada suara sepatu yang menemani sepinya suasana.
"Lo gue anter sampai halte aja." ajak Daren sambil menengok ke arah Sella.
Sella tampak berfikir. "Ya udah." terima Sella.
"Bener-bener cewek jujur lo ya." Daren kembali terkekeh lalu berjalan ke arah parkiran motor. Di situ hanya ada motor miliknya, motor hitam yang selalu bersih. Sedangkan Sella masih berdiri dengan bingung. Jujur? Bukan kah itu tawaran yang tidak merepotkan di bandingkan harus di antar pulang yang jelas berbeda arah mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stratus
Teen Fiction"Lo itu seperti awan stratus Sell." Sella memandang Daren bingung, lelaki itu sedari tadi tersenyum sembari menatapnya dengan tatapan tak bisa diartikan. "Lo bisa membawa kebahagian di saat gue lagi merasa gerah sama semua masalah." Sella langsung m...