Kata pacarnya, Aileen Benni Deolinda atau Lya, dia bukan cowok ganteng biasa. Dia punya potensi untuk menjadi seorang Uke !!!
Nama dia Benjamin Aarava. Dia cuma cowok straight biasa yang punya hobi ngedance, kok.
Tapi Lya memandang cowoknya lebih d...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Benjamin Aarava tidak pernah menyangka bahwa hubungan percintaanya akan jadi seperti ini
.
.
.
Get to Know Each Other
.
.
.
Waktu rapat sudah lewat sejak 30 menit yang lalu. Ben dan Lya masih terjebak di gazebo karena hujan deras ini. Yang mereka bisa lakukan hanya duduk mengamati langit sambil mengobrol hal-hal yang acak. “Mungkin ketua akan membatalkan rapat hari ini.” Ujar Ben.
“Kenapa tidak lihat informasinya di obrolan grup?”
“Hapeku mati, hehe. Bagaimana denganmu?”
“Hari ini aku tidak bawa hape.” Jawan Lya santai.
“Ah! Pantas saja kau tidak menjawab pesanku! Bagaimana bisa kau kuliah tanpa membawa hape? Itu benda wajib untuk mahasiswa tahu!”
“Yah, biasanya aku bawa, tapi hari ini baterai hapeku benar-benar mati. Aku keasyikan menonton sampai pagi dan tidak sempat mengisi dayanya.”
“Apa yang kau tonton sampai lupa waktu begitu?” tanya Ben penasaran.
Lya tersenyum jahil, “Kau mau coba menontonnya? Film Boylove?”
“Hah? Boy... apa katamu tadi?” tidak yakin dengan pendengarannya, Ben meminta pengulangan.
“Boylove. Kisah tentang dua laki-laki yang menjadi pasangan dan melakukan semua kegiatan pasangan pada umumnya termasuk...” Lya menghentikan penjelasannya sambil melirik ke arah bagian bawah Ben dengan tatapan mata penuh arti.
Mata Ben mendelik dan spontan merapatkan kakinya. Dia cukup terkejut Lya yang sampai saat ini masih dianggapnya polos—meski sempat ragu—bisa mengobrolkan topik vulgar semacam itu. “Ly... Lya! Untuk apa kau nonton yang begituan!”
Lya memeluk dua kakinya dan menyandarkan kepalanya di atas lutut. “Menurutmu itu aneh, kan? Tontonan tidak normal seperti itu adalah tontonan yang kusukai.”
Ben tidak menjawab yang artinya ia setuju bahwa tontonan Lya itu aneh. Ben sudah tahu bahwa belakangan ini pasangan sesama lelaki sedang banyak digandrungi oleh teman-teman perempuan di sekitarnya, bahkan di grup cover dance Ben selalu dipasang-pasangkan dengan ketuanya, Vincent. Tapi tetap saja Ben tidak permah terbiasa dengan semua itu.
Tapi kini ia dihadapkam fakta baru yang mengejutkam bahwa pacarnya Lya juga pemuja boylove itu.
“Sejak kapan kau mulai suka dengan boylove itu..?”
“Sejak SMP.” Jawab Lya singkat, padat, dan jelas. Membuat Ben sekali lagi terkejut. Itu waktu yang cukup lama. Itu artinya Lya tidaklah sepolos itu. “Apa masih ada yang ingin kau tanyakan padaku? Sambil menunggu hujan reda, kurasa ini akan jadi kesempatan bagus untuk mengenal satu sama lain.”
Begitulah Ben dan Lya menceritakan semuanya tanpa ada lagi rahasia. Untuk pertama kalinya sejak menjalin hubungan mereka ‘mengenali satu sama lain’.
***
“Kenapa kamu mengajakku pacaran? Kita tidak pernah mengobrol sebelumnya.” Itulah pertanyaan Lya yang pertama.
“Aku menyukai orang yang terlihat polos. Pendiam dan hanya berteman dengan yang itu-itu saja. Singkatnya, aku ingin mempunyai pacar yang berbalikan dengan duniaku. Dan perhatianku jatuh padamu.” Jelas Ben jujur dari awal hingga akhir. Lya hanya mengangguk-angguk.
“Jadi, kalau tahu kita tidak pernah mengobrol sebelumnya, kenapa kau menerimaku ajakanku untuk berkencan?” kini giliran Ben yang bertanya.
“Ini terkait dengan hobi yang kubicarakan barusan. Kau tahu, kan posisi bottom dalam boylove? Aku selalu punya ketertarikan terhadap laki-laki yang mengambil posisi itu. Melihat mereka membuatku selalu berkhayal untuk menjadi top mereka, tapi karena aku perempuan dan orientasi seksualku masih cukup normal setidaknya pacarku harus imut dan memiliki potensi sebagai bottom itu. Dan menurutku kau memilikinya jadi aku menerimamu.” Tidak seperti reaksi Lya yang tampak biasa saja, Ben justru terlihat bingung, risih, dan canggung. Tidak tahu harus Bereaksi seperti apa.
“Kalau begitu, apa kau pernah menyukaiku, Lya?” tanya Ben setelahnya “Selama hampir sebulan kita menjalin hubungan, aku tidak pernah dengar kata ‘suka’ darimu. Alasanmu seakan mengatakan secara tidak langsung bahwa selain aku, bisa saja orang lain.”
“Aku menyukaimu.” Jawaban itu tanpa keraguan. Mengukir satu lagi ekspresi Ben yang tidak bisa dijelaskan. “Sudah sebulan berpacaran, tidak mungkin tidak ada perasaan. Aku bahkan sering kali cemburu.”
“Lalu bagaimana denganmu, Ben?” kini giliran Lya lagi yang bertanya “Kau menyukai orang yang polos dan maaf, ternyata aku tidak seperti bayanganmu. Meski kemarin-kemarin kau bilang suka padaku, tapi bagaimana perasaanmu sekarang?”
Ben mengalami konflik batin. Ia tidak bisa seperti Lya yang menjawabnya dengan cepat dan yakin. Meski sudah menyukai Lya sejak semester satu tapi jujur saja fakta baru ini membuat hatinya menjadi ragu dalam sekejap.
Ben terlihat bimbang. Membuat Lya menghela nafas dan mengusap kepala pacarnya itu. “Sebenarnya, tidak akan jadi masalah jika kau ragu. karena aku sudah memutuskan,” kata Lya.
“Memutuskan apa?”
“Mulai sekarang, aku akan menunjukan semua perhatianku. Karena kau sudah mengetahui seluruhnya tentangku, aku tidak akan menahan diri lagi.” Wajah penuh percaya diri itu sangat jelas tampak di permukaan wajah Lya. “Kau berhasil membuatku jatuh cinta, maka sekarang giliranku yang membuatmu jatuh cinta ‘padaku’. Bukan pada ‘Lya yang polos’. Mudah, kan?” itulah yang dikatakn Lya sambil mendekatkan wajahnya pada Ben.
Bukan perempuan yang polos, melainkan perempuan yang dengan mudah mengambil posisi ‘laki-laki’ yang seharusnya diperankan oleh Ben. Mengatakan akan ‘berjuang’ mendapatkan hati pasangannya dengan cara yang sangat pria. Bahkan membuat Ben salah tingkah dengan seringainya.
Benjamim Aarava tidak pernah menyangka bahwa hubungan percintaannya akan jadi seperti ini. Pacar polos impiannya seperti hilang diguyur hujan. Apa tindakan Ben menyatakan perasaan pada Lya merupakan satu hal yang salah sejak awal?