9. ketahuan

324 110 11
                                    

Aku dan Zea sedang duduk manis menikmati telur gulung yang kami beli disebuah tenda dihalaman depan sekolah.

Hari ini adalah hari pembukaan meeting party yang akan diadakan selama empat hari kedepan. Tenda-tenda para sponsor dan pedagang tampak memenuhi halaman depan sekolah, mengelilingi panggung utama yang terdapat penonton yang berdesakan didepannya.

Seharusnya hari ini aku sibuk sekali membagikan ratusan kotak kue kepada setiap tamu yang datang, seharusnya aku berada digerbang depan untuk menyelasaikan tugasku. Tapi sekarang dengan memakai baju panitia lengkap dengan atributnya aku justru duduk dibangku taman sekolah sambil menikmati telir gulung yang masih mengepulkan asapnya.

Zea yang tidak menjadi panitia dalam acara kali ini, hanya duduk bersantai tanpa takut dikejar-kejar oleh ketua divisi jika terlihat hanya bersantai tanpa ada dedikasi sedikitpun.

"ARUMIII!" Kak Rio yang tak sengaja lewat didekat bangku sekolah yang kami duduki langsung berteriak memanggil namaku, mungkin kesal dengan aku yang tidak bisa diandalkan dalam menyelesaikan tugas.

"Eh, kak Rio" cengiran lebarku muncul, membuatnya semakin kesal.

Aku hanya duduk sambik terus menyantap telur gulungku yang sangat lezat.

Jangan tanya Zea. Bahkan dia tidak peduli pada apa yang sedang terjadi sekarang ini.

"Duduk dulu, kak. Ini enak banget." Aku menggeser tubuhku, mempersilahkan kak Rio untuk ikut duduk bersama kami.

"Cepat kerjain tugas kamu sekarang!" Suara lantang kak Rio menghentikan cengiranku.

"Sebentar lagi kak. Ini tanggung." Aku terus melahap telur gulung itu.

"CEPAT ARUMI!" Sepertinya kak Rio sudah tak main-main kali ini.

Tanpa perlu mendengar bentakannya untuk yang ketiga kali aku langsung melangkah pergi membawa telur gulungku dan segera menyelesaikan tugasku.

Ternyata Zea juga mengekori langkahku yang lebih dulu meninggalkannya tanpa pamit.

●●●

"Arumi, liat deh ada Julian." Zea menyikut sikuku ketika langkah kami telah beriringan.

Aku menoleh, mataku mengekori telunjuk Zea yang sedang terang-terangan menunjuk Julian. Julian sedang berbicara tegas dengan orang-orang yang berada dihadapannya, sepertinya mereka adalah adik kelas kami, muka mereka tidak asing bagiku.

"Samperin yuk." Zea menarik tanganku yang untuk mengikuti langkahnya.

"Nggak, nggak. Mau ngapain?"

Zea tidak menggubris suaraku, ia justru terus menarik pergelangan tanganku hingga kini kami tepat berada didepan Julian.

"Hai, Julian." Zea mengangkat setengah tangannya, melambaikannya ke arah Julian.

Julian yang merasa terpanggil, menoleh sebentar, kemudian menyuruh para adik kelas dihadapannya untuk pergi.

Julian kembali menoleh ke arah kami.

"Kenalin, aku Zea. Ini teman aku, Arumi." Aku tidak mengerti tujuan Zea melakukan ini.

Julian hanya mengangguk mendengarkan Zea.

"Arumi suka sama kamu." Zea blak-blakan. Aku meringis kali ini. Zea sukses mencabut urat maluku yang selama ini ku rawat. Aku benar-benar tidak tau harus membawa kemana mukaku. Aku benar-benar malu. Sangat malu. Malu sekali.

BALASAN [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang