12. tolong

278 94 11
                                    

Dua hari terakhir aku sibuk sekali mengurus segala sesuatu yang menjadi tugasku sebagai panitia dari salah satu divisi untuk acara pelantikan osis akhir pekan ini.

Rencananya acara pelantikan osis tahun ini akan dilangsungkan pada malam minggu nanti, agar pagi minggunya bisa digunakan untuk istirahat dan gotong royong, sehingga tidak mengahambat kegiatan belajar mengajar pekan depan.

"Udah makan, Mi?" Adena menghampiriku yang sedang sibuk berkutat dengan komputer di ruang osis, sedang memperbaiki run down acara untuk pelantikan osis nanti.

"Belum, nih. Di ruang makan masih rame nggak?" Aku menjawab pertanyaannya tanpa menoleh ke arahnya.

"Udah nggak terlalu rame lagi sih. Kamu makan aja dulu! Nanti dilanjutin lagi."

"Iya, bentar lagi. Tanggung, nih."

Adena menarik satu kursi yang ada di pojok ruangan, ikut duduk bersamaku dan juga ikut menatap ke layar komputer.

"Itu penanggung jawab setiap agendanya belum ada, ya?"

Wajar saja Adena bertanya seperti itu, toh dia kan wakil ketua panitia dari kepanitiaan ini.

Aku menggeleng. "Belum ada."

"Yaudah, nanti kasih ke aku aja, ya. Biar aku sama si ketua nanti yang atur semua penanggung jawabnya."

Aku menangguk, mengiyakan perintahnya.

●●●

"Mi, ini udah selesai semua, ya. Besok tinggal kamu kasih tau aja sama teman-teman yang lain." Adena menghampiriku dengan dua lembar kertas ditangannya.

Aku yang sedang rebahan sambil membaca buku sejarah edisi terbaru yang sempat ku pinjam di perpustakaan siang tadi, langsung menerima kedua kertas itu tanpa beban.

Ku baca baik-baik, sangat seksama. Nama-nama penanggung jawab sudah tertera lengkap disetiap berbagai macam agenda yang akan ditampilkan pada malam pelantikan osis nanti.

"INI GAK SALAH TULIS, DE?" Suaraku melambung diudara.

Zea yang sedang duduk dikasurnya tampak meringis, mengusap daun telinganya karna pekikanku.

"Biasa aja, dong. Kayak gak pernah liat setan lewat aja." Zea melemparku dengan plastik bekas cemilannya.

Adena yang baru saja akan beranjak tidur, menghentikan langkahnya.

"Kenapa? Apanya yang salah?" Adena mendekat ke arahku. Ikut duduk diatas kasurku.

"Ini, De. Masak aku sama Julian, sih?" Aku masih setengah berteriak.

"Oh, itu. Iya, aku sengaja." Adena tersenyum lebar.

"Nggak lucu, Adena."

"Ini kesempatan, Mi. Kamu bisa dekat sama dia. Aku sengaja jadiin kalian penanggung jawab MC, biar kamu bisa ngelatih Calon MC-nya bareng dia. Kalian juga bisa adain seleksi buat yang mau jadi MC nantinya. Kamu bisa punya banyak waktu sama dia. Kesempatan gak datang dua kali, Mi." Adena menepuk bahuku, lantas berlalu ke kasurnya.

"Nikmati aja, kali." Zea ikut mengambil alih pembicaraan kami yang terhenti begitu saja.

Aku mendengus sebal.

Lalu sedikit berpikir.

Lantas tersenyum.

Ah! Untuk apa aku berteriak tidak terima, bukankah seharusnya aku senang? Ini memang hal yang aku tunggu selama ini, kan? Bisa berduaan dengan Julian, mengobrol hangat dan menghabiskan waktu bersama, seperti yang sering dilakukan Adena, dan sekarang Adena membuatkanku kesempatan yang sama dengannya.

BALASAN [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang