"Julian nembak Adena." Zea memegang tanganku yang ku rasa kehilangan kekuatannya. "Mereka jadian."
Tidak, aku tidak boleh lemah hanya karena mendengar kabar yang memang seharusnya terjadi. Bukankah semesta juga tau bahwa dua sejoli itu akan bersatu pada akhirnya? Jadi apanya yang harus membuatku tidak terima?
Aku mengulas senyum. "Yaudahlah, mau gimana."
"Kok gitu, sih, Mi? Lo udah nggak cinta sama Julian?" Suara Zea seolah memojokiku.
"Ini bukan soal masih atau enggak cinta lagi, Ze. Tapi ini tentang kenyataan yang harus aku terima. Kalaupun aku nggak mau ini semua terjadi, tapi tetap aja bakalan terjadi kan?"
Aku mengusap gusar wajahku, aku lega, setidaknya tubuhku tidak melemah kali ini, ia mulai bisa bersahabat dengan yang namanya kenyataan.
"Dua hari lalu, kak Fatih nembak aku."
Zea mematung mendengar pernyataanku. Tidak percaya.
"Oh ya? Terus kamu terima?" Tanya Zea penuh harap.
Aku menggeleng. "Belum aku jawab."
"Terima aja lah, Mi. Apa sih yang perlu kamu pikirin lagi? Mau tunggu Julian berubah pikiran gitu? Tunggu dia tiba-tiba jatuh cinta sama seorang Arumi gitu?"
Aku menatap Zea dengan lesu, tidak punya jawaban atas pertanyaannya. Karena aku sendiri juga tidak tau, apa yang sebenarnya sedang aku tunggu.
●●●
"Udah lama?" Kak Fatih langsung duduk dihadapanku saat ia tiba di kantin.
Malam ini, aku memutuskan untuk menemui kak Fatih di kantin. Aku akan memberikan jawaban atas ungkapannya dua hari lalu.
Zea benar, tidak ada hal yang akan berubah dari Julian kalaupun aku menolak atau menerima kak Fatih sebagai pacarku. Julian akan tetap akan menjadi Julian yang membenciku, sebab aku mengerti, mencoba berdamai tidaklah semudah sekedar menuliskannya.
"Baru aja, kak." Aku mengulas senyum termanisku.
"Aku beli air dulu, ya."
Aku hanya mengangguk.
Sejurus kemudian kak Fatih datang membawa dua botol teh rasa apel.
"Jadi gimana? Udah dipikirin jawabannya?" Kak Fatih meneguk minumannya.
Aku tersenyum kikuk, menggaruk tengkukku yang tidak gatal sama sekali.
"Aku mau, kak." Aku menunduk malu setelah itu.
Kak Fatih tersenyum lebar, sangat lebar. Bisa dilihat dari matanya, ia senang sekali.
"Mau apa?" Tanya usil.
"Ya mau itu." Masak aku harus bilang mau jadi pacar kakak, sih? Kan aku malu.
"Mau apa? Aku nggak ngerti." Okay, fix! Kak Fatih usil banget. Dia nggak mungkin nggak ngerti kan?
"Ih, kakak!" Aku mencubit pelan lengannya.
Ia terkekeh melihatku yang salah tingkah seperti ini. Aku malu sekali, membuang muka kesan kemari, tidak tau harus bersikap seperti apa.
"Jadi sekarang kita pacaran?" Ia menatapku lekat.
Aku hanya menangguk. Setelah itu, ia benar-benar gila, ia bangkit dari duduknya berteriak senang sambil mengacungkan kepalan tangannya tinggi-tinggi, tidak malu dilihat orang. Yaampun, aku yang sudah seperti tomat busuk hanya bisa menunduk sambil meneguk air dari dalam botol.
KAMU SEDANG MEMBACA
BALASAN [SEGERA TERBIT]
Fiksi Remajaapa kalian pernah mendengar fall in love at first sight? atau mungkin kalian memahami dan bahkan pernah mengalaminya. tunggu sebentar, jika kalian pernah seperti yang ku sebut diatas mari mendekat dan berjabat tangan. itu berarti sebagian besar cer...