—Selamat Membaca—
Jika kamu salah satu dari sekian orang yang pandai mengamati, pasti dapat menyadari adanya kepedulian seorang sahabat terlepas dari sikap menyebalkan yang ia miliki.
***
Seorang remaja laki-laki berseragam putih abu-abu itu tengah duduk di kursi dengan punggung yang ia sandarkan. Tangannya meraih buku tulis tipis yang tersimpan di laci meja, berniat mengipasi area wajah yang penuh dengan bulir keringat akibat teriknya matahari pada saat upacara bendera tadi.
Namun, rupanya satu masalah sedikit teratasi, timbul masalah baru. Rasa haus sekonyong-konyong menyerangnya. Ingin pergi ke kantin, tetapi malas melangkahkan kaki ke sana. Jadilah manik hitam kelam yang Althaf miliki menelusuri seisi kelas, lebih tepatnya pada tas-tas punggung yang tersusun di tempat duduk masing-masing.
Sampai akhirnya pandangannya berhenti pada tas punggung berbahan kanvas sueding berwarna cokelat kopi. Althaf mengulas senyum bahagia, pemuda itu hafal di luar kepala kalau pemilik tas tersebut tak pernah absen membawa botol minum ke sekolah. Dengan semangat empat lima, ia mengayunkan langkah menuju tempat duduk yang tidak bukan adalah milik Winter. Gadis berambut keriting panjang yang setahunya sedang berkumpul bersama anggota ekskul paduan suara.
"Sahabat gue yang paling cantik, imut, tapi sukanya marah-marah kalau sama gue. Izin minta minum lo sedikit aja, ya. Beneran sedikit, minimal satu botol, deh," ucapnya pelan lantas tertawa geli.
Kedua tangan Althaf terjulur membuka tas punggung Winter, kemudian mengambil botol minum berwarna cokelat muda dengan gambar kartun beruang. Baru saja ia hendak menutup ritsleting tas punggung itu, sebuah suara meneriakinya.
"Woy, cepetan, Thaf! Entar keburu bu Falla datang lagi."
Perkataan Rans barusan sukses mengalihkan atensinya. Teman sebangkunya itu memang sedari tadi mengajaknya bermain game online.
"Sabar napa! On the way, nih," balas Althaf, lantas berlalu dari tempat duduk Winter dengan membawa botol minum milik gadis itu ke tempat duduknya. Melupakan satu hal yang menjadi faktor penyebab seseorang melimpahkan kekesalan kepadanya.
Beberapa menit terlampaui, Althaf dan Rans yang semula terfokus dengan gawainya masing-masing kini dibuyarkan oleh pekikan seorang perempuan. Bukan bu Falla, guru Antropologi yang berjadwal mengajar kelas X Bahasa 3 pada jam pertama. Melainkan seorang gadis bernetra cokelat terang yang kini mendelik dengan langkah mendekati mereka. Lebih tepatnya, Althaf.
Rans yang mencium bau-bau akan munculnya pertengkaran memilih segera beranjak dari sana. Melarikan diri diiringi dengan tatapan Althaf yang minta dikasihani karena meninggalkan pemuda itu seorang diri.
"Altapir gila, sinting, miring! Mana botol minum aku?!" sergah Winter langsung tancap gas.
"Itu di atas meja, Win. Kalem dulu, dilihat bener-bener, kalau enggak ada baru nanya," sahut Althaf dengan tenang. Tepatnya, berusaha untuk tenang.
Winter mengambil botol minum yang berada di atas meja pemuda yang baru saja ia umpati. Emosinya memuncak ketika mendapati botol minumnya kosong melompong.
"Tuh, 'kan, dihabisin. Kebiasaan! Kalau haus itu tempat yang tepat buat kamu minum itu di sungai, bukan botol minum aku. Dasar spesies Altapir nyasar!" cerocos Winter.
Sempat menjadi tontonan sekilas oleh teman sekelas mereka. Hanya sebentar, karena selanjutnya kebanyakan dari mereka malah tertawa kecil. Winter dan Althaf beradu mulut memang sudah biasa di penglihatan mereka saking seringnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter in Life
Teen FictionWinter Altaira Zaviersha merupakan seorang gadis remaja yang optimis dan ambisius. Jika ia menginginkan sesuatu, maka bagaimanapun caranya ia harus merealisasikannya. Itu sebabnya, saat sang mama terasa sudah terlalu jauh meninggalkan jarak, Winter...