-Selamat Membaca-
Sore hari, seperti waktu itu. Lagi-lagi bersamamu. Namun, kali ini berbeda. Kita tidak sedang menatap senja. Kamu menuturkan sejumlah kata dan aku yang mendengarnya sibuk mengatur detak yang tak biasa.
-Winter Altaira Zaviersha
***
Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh seluruh siswa maupun siswi SMA Buana Bestari. Acara Birthday Buanstar. Di mana selama tiga hari penuh, mereka tidak akan dipertemukan dengan pelajaran, tak ada tugas, tak ada ulangan dadakan, tak akan mendapat kekejaman guru-guru killer. Semuanya tampak bahagia, seolah menemukan kebebasan setelah sekian lama. Lingkungan sekolah bahkan sudah sangat ramai, entah itu dari warga sekolah asli maupun pendatang-pendatang dari sekolah lain yang mewakili perlombaan.
Winter hampir saja terperangah melihatnya ketika motor hitam Althaf mulai memasuki gerbang sekolah. Pemuda itu memang menjemputnya tadi pagi, karena lagi-lagi Summer harus berangkat kuliah pagi-pagi sekali. Winter tak menyangka acara perayaan ulang tahun di SMA lebih meriah dari SMP-nya. Maklum, Winter baru saja kelas X dan ini adalah pemandangan pertama untuknya.
"Gue pikir lo enggak bakalan mau kalau nanti kena omel sama kak Syala gara-gara lo masih nganga-nganga di sini," tegur Althaf mendapati Winter masih berdiri di dekat motornya tanpa berkeinginan melangkah sedikitpun.
Winter mendengkus, lalu mendekat ke arah Althaf yang sudah berjalan sedikit di depannya. "Kamu beneran nonton aku padus, nanti, 'kan, Thaf?"
Althaf bergumam sekilas. "Gue usahain."
"Usahanya yang bener. Enggak boleh omong doang, awas aja," ancam Winter, sembari menunjuk Althaf membuat pemuda itu terkekeh ringan.
Althaf bergerak merangkul Winter. "Lagian, kenapa ngebet banget buat gue tonton? Win-Win enggak semangat, ya, kalau enggak ada gue?" tutur pemuda itu tersenyum jahil.
Winter memutar netra cokelat terangnya. "Najis, amit-amit, enggak usah kepedean, Altapir." Gadis itu dengan segera melepas tangan kiri Althaf yang bertengger di bahunya.
Belum sempat Althaf kembali berucap, Winter sudah lebih dulu berlari meninggalkannya. Berjalan cepat menuju ruang Paduan Suara. Dengan bibir yang terlipat ke dalam, berusaha menghambat senyum yang hendak tercipta di wajahnya.
Perkataan Althaf tadi ... tidak sepenuhnya salah.
Winter segera menggelengkan kepala ketika kalimat itu tiba-tiba tersemat di pikirannya. Gadis itu beranjak memasuki ruang paduan suara yang telah dipenuhi oleh beberapa anggota.
"Winter, ini seragam lo. Langsung dipakai, ya," ucap Syala, seraya memberikan baju atasan lengan panjang dengan warna putih dan rok di bawah lutut bermotif batik dengan warna jingga. Warna yang dipilih oleh pengurus inti paduan suara adalah ciri khas SMA Buana Bestari sendiri.
"Oke, makasih, Kak." Usai mengatakan itu, Winter berlalu dari sana menuju toilet yang ada di ruang Paduan Suara.
***
Grogi.
Meski tampil di depan umum seperti ini sudah menjadi kebiasaan Winter--terhitung sejak sekolah menengah pertama, saat ia pertama kali mengikuti ekskul paduan suara--entah kenapa untuk kali ini terasa sangat berbeda. Ada sedikit canggung yang menyertai kepercayaan dirinya.
Mungkin, ketiadaan Mauza di sisinya adalah salah satu faktornya. Dulu, jika Winter dilanda gugup seperti ini, akan ada Mauza yang selalu berbaris di sampingnya yang akan menenangkan, tetapi saat ini hanya ada teman seangkatan, itu juga tidak begitu ia kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter in Life
Ficção AdolescenteWinter Altaira Zaviersha merupakan seorang gadis remaja yang optimis dan ambisius. Jika ia menginginkan sesuatu, maka bagaimanapun caranya ia harus merealisasikannya. Itu sebabnya, saat sang mama terasa sudah terlalu jauh meninggalkan jarak, Winter...