14:25 WITA (8 Oktober 2016)
Gugup afri tidak separah sewaktu 22 Juni lalu. Karna ini kali kedua ia menginjakkan kaki di Pulau Dewata. Pulau penuh harap, pulau yang pesonanya bukan main. Petualangan selama disana total akan memakan waktu 60 jam alias tiga hari dua malam. Afri sendiri telah menentukan tema pepergian.
Perjalanan kali ini Afri memilih hotel dekat dengan Pantai Segara. Pantai ini memang tak seindah pandawa atau jajarannya. Kecintaannya pada dunia penerbangan, membuat afri berfikir sesederhana itu. menurutnya cukup di Pantai Segara, menikmati semilir angin lalu sembari melihat pesawat take off dan landing silih berganti. Betul-betul sesederhana itu keinginannya.
Namun sebetulnya ada yang lebih sederhana lagi.
Mengagumi Indri dalam diam.
Tempat pertama yang Afri kunjungi kali ini setelah ia tuntas untuk check in hotel dan meletakkan koper adalah sebuah kedai kopi yang berada di Jalan Sri Kresna. Hasil browsing yang cukup menarik perhatian Afri, langsung saja Ia gas menuju kesana.
Setelah sampai di depan kedai kopi, Afri mantap untuk masuk. Ia disambut oleh seorang barista perempuan yang kerepotan karna kedatangan Afri sepertinya cukup mengagetkannya yang sedang curi curi late lunch. Kebetulan kedai di siang hari itu belum ada customer.
"haloo selamat siang" sapa barista perempuan itu dengan ramah. Dan Afri menyapa balik barista tersebut. Tatapan Afri menunjukkan bahwa Ia segan karna untuk pertama kalinya merasa ga enak datang ke kedai kopi perihal barista tersebut sedang late lunch dengan lahap.
"Sorry yaa mas aku tadi makan" barista tersebut nampaknya ngeh dengan tatapan Afri yang sangat mudah terbaca. "Eh iya mba tenang aja. Mba mau tuntasin makannya dulu gapapa. Saya juga sekalian mau ambil gambar gambar" Afri alibi mengeluarkan kamera dari tas kecilnya yang bergelayut di pundak.
"Gapapa gapapa santai. Order dulu aja. Biar enak kann ambil gambar sambil ada gelasnya" kata barista dengan semangat sembari mengelap meja coffee machine pertanda sudah siap melancarkan aksi sebagai pembuat kopi yang handal.
Afri yang dalam sekejap sudah merasa klop dengan barista perempuan ini, langsung tak melihat menu. Ia dengan lantang mengucapkan "cappucinno ya mba. Tapi mau latte art nya swan bisa ga mba?", sembari melontarkan senyumnya yang bikin melting kebanyakan kaum hawa.
"sipp" barista tersebut mengacungkan jempol kanannya. Afri lalu mengeluarkan dompet dari saku celana, namun barista tersebut menolak afri membayar langsung. Ia mengatakan kalau Afri dapat membayar setelah melihat hasil latte art yang dibuat. Ini kedua kalinya selama bepergian ke Bali, Afri dibuat nyaman dengan barista yang asik menanggapi customer.
"mas nya barista ya?" tanya barista singkat. Afri cukup kaget ditanya seperti itu, pasalnya selama ia menjadi anak rantau Semarang, hanya 1 tempat kopi yang paling nyaman ia datangi bersama ketiga sobat nya.
//"Lohjinawi"
Dari sekian banyak tempat kopi yang sudah ia cicipi di Kota Semarang, kedai kopi yang bernama Lohjinawi adalah tempat yang membuat afri mencintai kopi lebih dalam. Bukan sekedar sruput, namun disana Ia diajari dari titik 0 mengenai kopi. Sampai saat ini yang sudah berjalan 5 bulan, selama di Lohjinawi tak ada sejarahnya kopi dibuatkan oleh seniornya selaku pemilik cafe. Afri diwajibkan untuk membuat kopinya sendiri dan pesanan teman temannya. Kadang jika cafe tengah ramai ramainya, tak ragu seniornya meminta bantuan afri di coffee bar.//
"Hmm bisa dibilang iya" jawab Afri meringis. Yang membuat barista cukup ragu mendengar jawaban Afri. "Saya bantu bantu senior aja sih. Kebetulan dia punya coffee shop di Semarang. Dan kalau lagi rame, yaa saya bantu bantu dikit." Afri memperjelas. "Oh mas dari Semarang." Barista itu menjawab singkat. Namun afri langsung potong sekedar mengklarifikasi bahwa di Semarang ia hanya anak rantau yang tengah kuliah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Penuntun Pulang
Teen FictionSebuah perjalanan yang diakibatkan oleh Aku yang sangat keranjingan oleh pesona mu. Mata elok khas Bali. Delik nya khas Jembrana. Lekuk nya khas Legian. Setelah mengenalmu, Aku menjadi paham bahwa komitmen bukan lagi sekedar ucap. Namun harus tertan...