6. Gimana Caranya Jatuh Cinta? (Re-published)

7.6K 569 7
                                    

Bismillah,

Sudah sebulan berganti status, Shabrina perlahan mulai bisa menyesuaikan diri. Terutama dengan kesibukan mengurus Hisham dan Amr di pagi hari. Dua anak itu sudah mulai bisa memakai seragam sendiri, walaupun mereka masih sering meminta Shabrina membantu. Bukan karena tidak bisa, tapi karena cari perhatian. Untung Shabrina telaten menghadapi Amr dan Hisham. Yang nggak telaten mengurus bapaknya.

Ritual membaca cerita sebelum tidur masih berlanjut. Tapi Firnas meminta Shabrina menemani Amr dan Hisham di kamar anak-anak. Firnas tidak mau lagi 'acaranya' dengan Shabrina terganggu seperti malam pertama dulu.

"Mama, sekarang ceritanya tentang apa?" Hisham yang bertanya.

"Tentang perang Mu'tah saja gimana?"

"Iya, Ma mau ayo dimulai sekarang, Ma." Hisham dan Amr berebut merespons.

"Ayah sini," panggil Hisham. Bocah itu tersenyum lebar melihat Ayahnya.

Firnas berdiri di ambang pintu sambil bersedekap. Dia senang melihat anak-anaknya antusias. Diliriknya Shabrina yang juga sedang meliriknya. Mereka berdua sama-sama membuang muka.

"Ayah ikut dengerin cerita ya, Mama Brina pinter cerita loh." Amr ikut mengajak Firnas.

Mama Brina pinter cerita. Tapi belum pinter 'nyenengin' ayahnya.

Firnas membatin sambil berdecak kesal. Lelaki berkulit cerah itu berjalan memasuki kamar Amr dan Hisham. Kemudian duduk di kursi belajar menghadap ke tempat tidur. Shabrina meliriknya dengan gugup. Selalu begitu setiap ada Firnas. Padahal Shabrina sudah berusaha keras mengingatkan bahwa Firnas sudah menjadi suaminya. Tapi tetap saja dia butuh waktu untuk menerima kenyataan.

Masih ada perasaan yang tidak bisa dipahami oleh Shabrina. Terutama ketika bayangan seseorang yang berusaha dilupakan Shabrina kadang muncul. Menyisakan perih di hatinya. Dia merasa bersalah karena bayangan itu. Menjadi istri Firnas dan masih memikirkan orang lain, seharusnya tidak boleh terjadi.

"Ayo, Ma, mulai sekarang," kata Hisham.

Shabrina berdehem, menyingkirkan gugup. "Iya, tapi Hisham sama Amr duduk yang bagus dulu ya," perintahnya.

Shabrina menarik Amr ke pangkuannya. Sedangkan Hisham bersila dan menempel pada Shabrina. Tangannya mulai membuka buku bergambar itu. Dia sempat mendongak sebentar, melihat ke arah Firnas. Ternyata lelaki itu sedang menatapnya tak berkedip. Shabrina buru-buru mulai membaca bukunya.

"Perang Mu'tah adalah salah satu perang yang dahsyat, coba Hisham dan Amr bayangin, 3000 tentara muslimin melawan 200.000 tentara Romawi." Shabrina memulai.

"Nih ya, ini 3 tentara, lawan 20 tentara. Kalah jauh sekali." Shabrina mengambil tiga tentara mainan milik Amr. Lalu menunjukkan pada dua bocah yang serius menatapnya.

"Tiga panglima perang kaum muslimin yaitu Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abi Thalib, daaan ... coba siapa yang tau?"

"Abdullah bin Rawahah." Dua bocah lucu itu menjawab bersamaan. Shabrina tertawa senang dan mengelus kepala keduanya. Firnas mau tak mau ikut tersenyum melihat cara Shabrina bercerita.

"Pinter, Masya Allah, jadi ketika Zaid bin Haritsah gugur, bendera perang kaum muslimin langsung di raih oleh Ja'far. Ternyata Ja'far pun gugur. Gugur itu meninggal ya, mereka syahid. Setelah Ja'far, Abdullah meraih bendera kaum muslimin. Qadarullah, Abdullah pun syahid."

"Ada yang tahu nama panglima perang setelah itu?" tanya Shabrina sambil menatap Amr dan Hisham bergantian.

"Khalid bin Walid kan, Ma?" Hisham yang menjawab.

"Betul sekali." Shabrina mengelus kepala Hisham. Lalu cerita itu pun berlanjut, dengan 3 pasang mata menatap Shabrina. Firnas pun terpukau dengan gaya Shabrina bercerita dan memancing dua putranya menjawab. Mmemang tidak salah memilih Shabrina sebagai istri, sekaligus ibu sambung untuk Hisham dan Amr.

Menikahi Firnas (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang