9. Sensitif

6.6K 557 16
                                    

Bismillah,

"Jadi istri itu nggak cuma pinter masak dan ngurus anak, tapi juga kudu dandan. Biar cantik dan keliatan modis." Rosa masih belum puas. Dia melanjutkan kritikannya. Sedangkan Shabrina hanya menatapnya tanpa ekspresi.

Ummi menatap Rosa dengan mata bersinar marah, sedangkan Tante Anna terlihat salah tingkah, dia tidak menyangka Rosa akan berkomentar pedas. Firnas yang berdiri di samping Shabrina mengangkat satu alisnya, dia tidak terkejut dengan respons Rosa. Gadis itu sejak dulu tidak berubah.

Ruang tamu sepi untuk sesaat. Lalu suara rengekan Amr terdengar. Shabrina langsung menghibur bocah itu supaya tidak merengek lagi.

"Jadi istri kalo cuma pinter dandan, rumah dan anak-anak nggak keurus, percuma!" Ummi tiba-tiba menyemburkan amarahnya. Perempuan itu masih menatap Rosa tak senang.

"Tapi wajib jaga penampilan juga kan, Tante," balas Rosa tak mau kalah. Gadis itu mengabaikan isyarat Ibunya untuk diam.

"Shabrina nggak dandan aja udah cantik kok, gimana kalo dandan?! Bisa-bisa Firnas nggak tenang gara-gara istrinya banyak yang ngelirik," komentar Ummi lagi.

"Tapi kalo nggak dandan-"

"Ros, sudah!"

Suara tegas Tante Anna memotong ucapan Rosa. Gadis itu merengut lalu bersedekap dengan raut wajah marah. Ummi melirik Ayah, lalu menatap Shabrina yang masih terlihat tenang. Ucapan Rosa membuat suasana menjadi tidak menyenangkan.

Shabrina melirik suaminya yang diam saja. Sebenarnya dia berharap Firnas mengatakan sesuatu, atau menyelamatkannya dari situasi tidak enak ini. Tapi, harapannya tidak terkabul.

"Ehem, maaf, Tante, Ummi, saya mau nemenin Amr tidur dulu ya," pamit Shabrina akhirnya.

Tante Anna tersenyum dan mengangguk, perempuan itu seperti ingin mengatakan sesuatu. Tapi, Shabrina sudah berbalik.

"Brin, kalo Amr sudah tidur bantuin Ummi ya," kata Ummi. Shabrina berbalik menatap Ummi lalu mengangguk. Ummi sengaja melakukan itu, dia ingin Rosa melihat betapa Shabrina bisa melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan Rosa.

Shabrina berjalan pergi, meninggalkan ruang tamu. Sedangkan Firnas mengikutinya. Lelaki itu sebenarnya ingin mengatakan sesuatu untuk membela istrinya, tapi tidak tahu apa.

"Sini, Brin, biar Amr saya gendong," katanya.

Shabrina menyerahkan Amr yang sudah tidur ke gendongan Firnas. Lelaki itu menatap istrinya yang selama beberapa detik berada begitu dekat. Ingin rasanya membisikkan kata-kata untuk menenangkan, tapi apa?!

Ah, Firnas mmemang tidak tanggap dalam masalah ini.

"Sebentar ya, Dik Ana, saya mau nyiapkan makan malam. Saya udah nyiapin masakan istimewa tadi, Shabrina yang bantuin. Padahal dia seharian sudah sibuk ngajar dan momong Hisham dan Amr. Tapi masih sempat aja bantuin di dapur. Jaman sekarang jarang loh, ada perempuan kaya gitu. Kalo yang bisanya cuma dandan banyak. Sebentar ya, Dik."

Ummi bangkit, lalu melirik tajam pada Rosa yang masih cemberut. Rupanya Ummi masih belum puas membela Shabrina. Sambil tersenyum masam, Ummi dan Ayah meninggalkan ruang tamu. Tante Ana dan Rosa ditinggal di ruang tamu. Rosa semakin cemberut karena kata-kata Ummi. Ditambah lagi Firnas tidak menghiraukannya, malah pergi mengikuti Shabrina.

"Ros, jaga mulut kamu! Jangan malu-maluin Mama." Tante Ana menegur Rosa yang wajahnya sudah memerah.

"Tapi yang Rosa bilang bener kan, Ma?! Memang bisa perempuan nggak dandan-."

"Cukup! Mama bilang cukup, Ros!" Tante Anna mendelik marah, lalu bangkit meninggalkan Rosa yang menghentakkan kakinya dengan kesal.

@@@

Menikahi Firnas (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang