memori lama

681 111 18
                                    

Alunan musik di pagi hari mengiringi Yeonjun menyiapkan sarapan untuknya dan si bayi. Berkat bantuan google, ia sudah tahu takaran susu yang benar, cara membuat bubur kasar untuk balita, sudah tahu banyak tentang hidup.

Kadang ia sendiri bingung, kemana semua keahliannya mengurus anak kecil sejak dulu? Mengurus Beomgyu dan Taehyun pernah ia lakukan berdua dengan sang kembaran ketika mereka masih hidup tanpa arah. Taehyun yang saat itu berumur dua tahun, serta Beomgyu berumur tiga tahun. Yeonjun sangat ingat bagaimana telatennya ia mengurus adik-adik, bagaimana ia harus menggantikan peran ayah dan bunda di usia dini. Hingga ketika keluarga Seokjin datang dan menerima mereka dengan baik, Yeonjun akhirnya lega, tugasnya diringankan.

Kini setelah belasan tahun berlalu, melalui kehadiran Junghoon, ia seakan diingatkan kembali bagimana kelamnya masa lalu yang ia dan adik-adiknya lalui, bagaimana tatapan iba terlihat menyakitkan, bagaimana tatapan peduli sekaligus cibiran datang bersamaan dari orang sekitar.

Dan entah kenapa kembalinya memori itu membuat ia rindu akan rumah asalnya. Rumah tempat ia tumbuh hingga menginjak umur enam tahun. Rumah yang tak pernah terpikirkan akan berubah menjadi neraka kecil. Rumah yang menyimpan kenangan paling bahagia sekaligus paling menyakitkan yang tak pernah lagi ingin ia ingat meski kenangan itu tidak pernah hilang sepenuhnya. Rumah dimana hidup dimulai dan diakhiri.

Air mata Yeonjun menetes, mengingat lagi bagaimana pemandangan yang ia liat tiap pagi saat itu. Bunda menyiapkan sarapan, dan ayah duduk menemani sambil mengajak ngobrol. Ayahnya selalu lemah lembut, tidak pernah membentak atau berteriak, tidak pernah bermain fisik. Lalu apa yang terjadi malam yang kelam itu? Yeonjun yakin bukan sang ayah dibalik semuanya. Yeonjun yakin ini jebakan. Polisi hanya keliru menyimpulkan. Andai polisi ingin mendengarkan penuturan seorang anak berusia enam tahun, mungkin ia bisa membantu ayahnya.

Sayangnya ia hanya dianggap anak-anak yang bisa saja berimajinasi, hanya anak-anak yang tidak bisa dipercaya dan gampang dipengaruhi.

Rasa bersalah karena tidak bisa membela atau meringankan membuat Yeonjun tidak ingin melihat wajah ayahnya. Bahkan ketika dua belas tahun telah berlalu, ia masih bisa mengubur rasa rindu yang mendalam dan mengganti dengan penyesalan tiada akhir. Obatnya hanya satu, membuktikan bahwa sang ayah tidak bersalah dan memulai hidup baru kembali.

"Abang.....? Hiks" suara panggilan itu membuat Yeonjun cepat-cepat menghapus air mata. Badannya dibalikkan lalu terkekeh melihat Gembul yang berlajan dengan selimut yang melilit di tubuhnya.

"Mbul dak bica liat bang, geyap" suara rengekan itu bahkan mengingatkan Yeonjun pada Beomgyu kecil yang selalu bermanja padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mbul dak bica liat bang, geyap" suara rengekan itu bahkan mengingatkan Yeonjun pada Beomgyu kecil yang selalu bermanja padanya.

Yeonjun menghampiri. "Hei" melepas selimutnya dan menemukan muka bantal si Gembul, serta mata berkaca-kaca. "Kenapa selimutnya melilit gini? Kalo jatoh kan bahaya" meraih puncak kepala Junhoon dan menciumi penuh rasa sayang.

"Cimutnya nakal"

"Haha... Mau minun susu hm?"

"Hu'um" sangat menggemaskan melihat Junhoon mengangguk lucu sambil memeluk leher Yeonjun erat-erat, takut jatuh sepertinya.

Ma Little BroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang