Chapter 10

3.8K 248 49
                                    

Pagi yang cerah, dan sinar mentari sudah muncul sejak beberapa jam yang lalu. Sosok bertubuh tegap dan berkulit tan itu masih saja berkutat di halaman belakang rumahnya. Ia bertelanjang dada, hanya memakai celana hitam kainnya. Sosok itu tidak memperdulikan sinar mentari yang menusuk kulit eksotisnya.

"Naruto-kun..."

Hinata hanya memandangi sosok suaminya dengan khawatir. Naruto sudah berlatih taijutsu sejak subuh, hingga sekarang ia tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti untuk beristirahat sebentar saja.

Naruto menolehkan kepalanya, melihat Hinata sedang memandanginya. Ia tersenyum, tidak, senyum yang dipaksakan, tidak seperti Naruto yang biasanya.

"Apa kau tidak kelelahan...?" tanya Hinata cemas. Naruto hanya tersenyum sesaat.

"Tentu saja tidak."

Naruto kembali melanjutkan kegiatan berlatihnya. Ia juga berlatih melempar kunai dan shuriken, yang sebenarnya Naruto sudah menguasainya. Tubuh tegap dan berotot itu pun sudah dibasahi keringat.

"Hinata-chan, kau baik-baik saja?" tanya Naruto tiba-tiba, dari kejauhan. Hinata terlalu banyak melamun sampai ia tidak sadar.

"Ah, a-aku baik-baik saja." jawabnya tersenyum.

"Kau harus menjaga kandunganmu." sahut Naruto lagi. Ia lalu duduk dan menyambar air minum disampingnya, meneguknya dengan cepat sehingga jakunnya bergoyang.

Hinata memandanginya, sosok ini bukan Naruto yang biasanya. Ia tahu itu, ada yang berbeda.

Setelah meneguk air sampai habis, Naruto termenung. Alisnya bertaut, memikirkan sesuatu yang sangat berat. Hinata tidak tahu alasannya, karena Naruto tidak pernah bercerita apapun padanya.

"Bolehkah aku... pergi?" tanya Naruto tiba-tiba, ia melamun.

Hinata mengangguk kecil, "Tentu saja, Naruto-kun. M-mau kemana?" balasnya lembut.

"Aku ingin berlatih ke gunung myoboku." Naruto memandangi tanah dengan pandangan kosong.

Hinata memandanginya tidak mengerti, ia tahu Naruto sudah sangat kuat. Tetapi mengapa...? Adakah alasan yang membuat Naruto ingin kembali ke gunung myoboku dengan terburu-buru?

"... aku ingin bertemu tetua katak. Sudah lama tidak kesana." tambah Naruto setelah menyadari Hinata hanya diam, gadis itu pasti bingung. Naruto jelas berbohong padanya.

"B-baiklah...berapa lama?" tanya Hinata. Ia berharap tidak lama, karena ia sedang hamil muda dan membutuhkan sosok pendamping disisinya.

"Aku tidak tahu..." Naruto memegang keningnya dengan gusar. Ia tentu kesana tanpa tujuan, ia hanya ingin mengasingkan diri.

"Naruto-kun, cerita saja kepadaku. Lalu, bagaimana dengan Sasuke-kun? T-tidak ingin menemaninya? Kudengar Sasuke-kun diberi misi." jelas Hinata.

"Misi itu dibatalkan, Hinata-chan." pungkasnya.

Naruto tersenyum miris. Raut wajah itu sangat menyesal, benar-benar menyesal seolah ini adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.

"Kenapa?" Hinata tidak percaya.

"Mana mungkin aku akan menemaninya membunuh anak kami sendiri, huh?" balasnya dalam hati. Naruto menghela nafas, Hinata tidak boleh tahu hal ini karena ia takut Hinata terlalu cemas sampai berpengaruh ke kandungannya. "Sasuke sibuk." jawabnya singkat.

CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang