PART 3

3.5K 496 23
                                    

Ruangan itu sepi dan juga gelap, pendingin yang menyala membuat suhu ruangan lebih dingin dibandingkan dengan suhu diluar. Manik hitam arang itu terlihat gelap menatap kearah jendela yang tertutup tirai.

Jemarinya gemetar walaupun raut wajah itu datar—Pipinya terlihat basah dengan air mata yang menetes begitu saja. Tubuhnya seskali tersentak dan jemarinya yang saling menggenggam ketakutan.

Jungkook tak bisa melakukan apapun—Ia bahkan tak tahu harus melakukan apa, ponsel nya, pekerjaannya kini terlupakan dengan pikirannya yang terus berputar ketika malam natal. Mata itu bergerak dengan tubuhnya yang beringsut mundur dengan tatapan gelisah.

"Tidak—"

Jungkook berucap ketika suara desisan dan gesekan besi pada tembok itu memenuhi telingannya—Nafasnya terengah- engah ketika Jungkook kembali tersadar jika itu hanyalah halusinasinya.

Jungkook menangis—Ia berteriak cukup kencang dengan lengan yang bahkan mencoba untuk memeluk tubuhnya sendiri. Jungkook menyembunyikan pandangannya, kepalanya terasa sakit dengan bekas luka diwajahnya.

"Taetae—Ku mohon kembali—"

Suara itu tedengar begitu lirih diikuti dengan isakan tangis yang menjadi pengiringnya. Jungkook kembali tersentak entah karena apa—membuat nafasnya memburu dan tangisannya berhenti begitu saja.

Ia menatap kearah telepon rumah miliknya yang ia cabut cukup lama—Jemari gemetar dengan nafas yang memburu itu bergerak cepat memasangkan telepon rumahnya, matanya kembali bergerak gelisah sebelum Jungkook kembali memundurkan tubuhnya ketakutan—

Bayangan itu tak mampu menghilang—Sebelum suara deringan telepon itu membangunkan lamunannya—Jungkook kembali terisak, ia mengangkat panggilan itu—

"Taetae? Ku mohon datanglah—Tolong aku, eoh?"

Jungkook menangis tersedu dengan tubuhnya yang gemetar dan menggenggam erat pada gagang telepon—Matanya kembali bergerak gelisah dengan Jungkook yang kembali menahan isak tangisnya.

"Jungkook-ah?"

"Dia menyentuhku—memukulku menggunakan besi—Aagghhh tolong aku!!"

Jungkook menjerit dan melemparkan gagang teleponnya—Ia membiarkan telepon itu menggantung dengan Jungkook yang kini menutup kedua teligannya dengan pandangan yang menunduk.

Memar pada tubuhnya masih terlihat begitu jelas—Hingga Jungkook pun menatap kosong kearah lain—Ia kembali merangkak pada nacas lain disamping tempat tidurnya—Jemarinya terulur—Ia mengambil dua botol obat disana.

"Memar ini harus hilang sebelum Taehyungie kembali—"

Jungkook meneguk obat itu dengan air mineral disana—Meminum nya lagi, lagi dan lagi hingga Jungkook kembali menangis dan memukul bekas memar yang tak menghilang—Jungkook kembali meminum obat itu—

"Aaagh! Menghilanglah!!"

***

Tahun baru kali ini rasanya begitu mencekam—Bahkan suara kembang api mampu mejadi pemacu amarah pria yang kini tengah menunggu dengan gelisah didepan ruang tindakan—Wajah pucat dengan ibu jari yang terus ia gigit begitu merah memperlihatkan ketakutan.

Min Yoongi malam ini hampir gila—Bahkan ia merasa telah gila. Otaknya tak bisa berpikir dengan telinga yang terus berdengung menyuarakan ketakutan. Ia menyembunyikan pandangannnya, menunduk begitu dalam dan sesekali menarik rambut hitamnya.

Ia tak bisa bernafas dengan tenang setelah menemukan Jeon Jungkook dalam keadaan mengenaskan didalam apartementnya setelah pemuda itu menghilang selama satu minggu dan mengangkat panggilannya sambil menangis.

If We Were Destined [TAEKOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang