[sixteen]

56 11 0
                                    

     Ryuka membuat beberapa masakan hari ini. Ia senang keadaannya sudah membaik dan itu semua karena JeongWoo yang merawatnya selama seminggu penuh. JeongWoo tidak pulang dan memastikan Ryuka beristirahat dengan benar.
     Dan karena itu pula hari ini JeongWoo bekerja di kantor. Di usianya yang baru duapuluh tahun, Ryuka merasa jika kini prince charming nya sudah sukses. Setelah masakannya selesai dan memasukannya ke kotak bekal, Ryuka menghubungi JeongWoo, berharap ia memiliki waktu luang hari ini.
     Dengan ponsel pinjaman JeongWoo, Ryuka menghubungi JeongWoo
Ryuka : JeongWoo oppa, selamat pagi! Kau ada waktu luang hari ini?
     Satu menit... Dua menit... Tiga menit... Ting! Bunyi notifikasi terdengar.
     JeongWoo : entahlah, kenapa? Ada keperluan?
Ryuka : aku sudah memasak untukmu, aku yakin waktumu tidak banyak untuk membeli makanan di luar kantor, jadi aku membuatkanmu saja. Aku juga sudah membuat porsi untuk asisten kesayanganmu itu, jadi sayang jika makanan ini tidak sampai pada waktunya
     JeongWoo : wah.. Kau rajin sekali. Sepertinya aku bisa meluangkan waktu untukmu. Tetapi dua jam setelah ini, tidak masalah kan?
Ryuka : baiklah ^.^, aku akan mengunjungimu, nanti kuhubungi lagi.
     JeongWoo : ya... Sampai jumpa!.
     Jadi begini rasanya memiliki suami seorang CEO? Suami? Ryuka hanya mengkhayal saja.
     Sebenarnya ia juga memiliki sesuatu untuk dibicarakan dengan JeongWoo. Ini perihal kuliahnya dan cita-citanya. Dan ia rasa ini saat yang tepat untuk mengatakannya pada JeongWoo karena sepertinya ia sudah tidak memiliki banyak waktu untuk mengejar dua tahun yang hilang di hidupnya.
    
                                           ♪───O(≧∇≦)O────♪
 
     "Umm!... Mahakanmu sanghat enhak seherti duhu..! (Masakanmu sangat enak seperti dulu)" JeongWoo berbicara padahal mulutnya penuh dengan makanan. Ryuka hanya tersenyum mendengar pujian dari JeongWoo.
     Disinilah mereka sekarang, rooftop gedung utama perusahaan Jeon yang terletak di Osaka. Udara dingin yang menyeruak tidak memutuskan semangat JeongWoo untuk terus menyantap makanan yang dibuatkan Ryuka.
     Ryuka menilin ujung bajunya, ia gugup untuk berbicara sekarang. "Umm... JeongWoo oppa... Aku ingin berbicara sesuatu..." Akhirnya Ryuka mengatakannya. "Ya? Apa?" Tanya JeongWoo. "Itu... Ini... Tentang Kuliahku." Kini wajah JeongWoo berubah menjadi serius, "kenapa? Apa ada masalah?" Tanya JeongWoo.
     Ryuka menggeleng, "hanya saja... Aku rasa kita tidak akan bisa sering bertemu setelah ini. Aku sibuk dan kau juga sibuk. Aku harus mengejar deadline komik yang kubuat, dan aku yakin kau juga akan mengejar target perusahaan mu kan?" Ujar Ryuka.
     JeongWoo menghembuskan nafas lega kemudian ia tersenyum. Tentu saja ia bahagia. Bagaimana tidak? Kini Ryuka yang ia kenal sudah dewasa. Ia sudah bijak dan mengerti. "Ryuka... Aku senang kau sudah mengerti konsekuensi kehidupan. Jujur, aku masih tidak ingin berada jauh darimu lagi. Tapi inilah hukum alam. Ini pasti akan terjadi... Dan sejujurnya aku juga ingin mengatakan hal itu" respon JeongWoo jelas saja membuat ryuka terkejut,
     "Benarkah?" Tanya Ryuka tidak percaya. "Ya, aku benar. Kita sudah bukan anak SMA lagi. Aku punya kehidupan dan kau juga punya kehidupan, kita memiliki mimpi yang berbeda walau tujuan kita untuk mewujudkannya sama. Yang ingin aku katakan Padamu adalah.."
     "Mari kita saling mendukung. Maksudku... Aku akan mendukungmu untuk mewujudkan mimpimu dan kau juga akan mendukungku untuk memajukan usahaku. Dan jika kita sudah berhasil nanti... Mari kembali bertemu dan aku akan melamarmu" Ujar JeongWoo dengan wajah serius.
     Tentu saja Ryuka senang mendengar perkataan itu. Andaikan waktu itu JeongWoo berpamitan kepadanya dengan cara seperti ini, mungkin Ryuka tidak akan merasa sedih berkepanjangan. "Mulai hari minggu aku tidak akan di Jepang lagi" ujar JeongWoo.
     Perasaan yang pernah terjadi apakah akan terulang lagi?,"kenapa? Kau akan kembali ke Korea?" Tanya Ryuka. "Alasanku untuk kembali ke Korea sudah berada di depanku, jadi tentu saja aku tidak akan kembali jika rumahku sudah berada disini" jawaban JeongWoo membuat Ryuka berpikir sejenak. Ini sama persis dengan mimpinya.. Tidak mungkin.
     "Aku akan ke Amerika dan menjalankan perusahaan ayah yang berada disana. Waktunya tidak bisa ku tentukan. Dan... Kita benar-benar akan saling mendukung sekarang" jawab JeongWoo.
     "Yosh!. Kita saling mendukung! Mari saling mendukung! Dan JeongWoo... Mari bertemu di kesuksesan nanti. Kau sudah melamarku di Korea dan aku ingin kau melakukannya lagi dalam keadaan siap.." Ujar Ryuka. JeongWoo tersenyum lega mendengar perkataannya.
     Ia menghampiri Ryuka dan mengusap kepalanya, "ini baru Ryuka-nya JeongWoo!"  Ucapan JeongWoo sukses membuat wajah Ryuka memerah, bagaimanapun, perasaan itu tetap sama. Ryuka berhasil menjaganya semudah membalikkan telapak tangan.
     "Oh iya, aku ingin bertanya Padamu.." Ujar Ryuka. "Hah?" Tanya JeongWoo, "saat aku koma.. Apa ibu dan Haruta mengunjungiku?" Tanya Ryuka. JeongWoo melihat ke arahnya, "ya.. Mereka mengunjungimu walau hanya beberapa hari. Kemudian mereka kembali ke Korea karena pelajaran Haruta sudah banyak tertinggal"
"Apa kau bertemu ibu?" Tanya Ryuka.
JeongWoo menggeleng, "tidak. Aku tidak tertarik menemui siapapun saat itu. Bahkan untuk pertemuan klien saja masih diwakili oleh Chan jika tidak terlalu penting"
"Kenapa?"
"Itu keputusanku. Aku tidak ingin bertemu siapapun secara direncanakan sebelum bertemu denganmu"
     Ryuka terdiam, apa sebegitunya JeongWoo terhadap Ryuka?, "tetapi Ryuka.. Andai aku tahu jika ibumu kemari, aku sudah pasti menemuinya. Huh... Dasar. Memang aku saja yang egois"
     "Jangan berkata seperti itu, setiap orang pasti memiliki opininya masing-masing" ujar Ryuka. Ryuka melihat jam, sudah hampir sore. "Oppa, aku mau pulang sekarang, sudah hampir sore, masih banyak yang harus ku kerjakan" ujar Ryuka. JeongWoo melihat jam nya dan benar apa yang dikatakan Ryuka, bahkan pertemuannya dengan klien telat tigapuluh menit. "Sayangnya kita lupa waktu... Akan kuantar kau pulang" ujar JeongWoo.
     "Ah, jangan!, kau pasti sedang sangat sibuk sekarang. Meluangkan waktu untukku saja sudah sangat berarti. Aku akan pulang sendiri"
"Pria mana yang akan membiarkan istrinya pulang sendirian sedangkan waktu sudah petang. Aku akan menyuruh Chan mengantarmu"
   . . . . ., istri? Ryuka terdiam dan tertegun. "Ya... Kita belum menikah..."
     "Halo? Chan? Boleh tolong antarkan Ryuka pulang? Oh.. Baiklah, kutunggu"
     "Chan bilang sekitar sepuluh menit lagi urusannya selesai. Tunggu sebentar ya.. Oh ya... Sekarang usiamu masih sembilan belas kan?"
     "Ya, kita berjarak setahun. Kenapa?" Tanya Ryuka.
     "Tidak..." Jawab JeongWoo yang tentu saja menimbulkan rasa penasaran pada Ryuka. "Ada yang kau sembunyikan?" Tanya Ryuka. JeongWoo menggeleng sambil tersenyum jahil. "Lain kali jika ingin kemari, datanglah malam hari. Pemandangannya bagus untuk dilihat dari sini" ujar JeongWoo.
     Ryuka mengangguk penuh semangat.
     Tak berapa lama, Chan mendatangi mereka kemudian Ryuka diantar pulang oleh Chan.
     Ponsel JeongWoo berdering, "moshi-moshi..."
"Moshi-moshi. Tuan, pemberangkatan Anda ke Amerika akan di percepat menjadi dua hari lagi. Maaf mendadak, namun situasinya hampir tidak bisa kami tangani..."
     JeongWoo menelan ludahnya. Ia harus berpisah lagi dengan Ryuka? Secepat itukah?, "baiklah. Kabari aku jika ada informasi lagi" ujar JeongWoo.
      Ia mengeluarkan sebuah kotak dari saku celana nya. Itu cincin yang waktu itu ia beli. Ia.. Harus melakukannya.

[🔚]My Ice TWENTY [wonwoo X ryujin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang