"Jadi ... kamu benar-benar seorang dokter?" tanya Icut dengan suara pelan. Nyaris tidak terdengar.
Haykal mengernyit. Seingatnya ia pernah mengatakan profesinya pada Icut, hingga melengkapi biodata yang khusus ia buat untuk Icut. Kali saja wanita itu lupa akan hari ulang tahunnya.
"Iya. Kenapa? Kaget?" tanya Haykal dengan suara yang terdengar kesal.
Icut mengusap lengannya berulang kali. Tampak canggung.
"Yah, enggak juga, sih. Rasanya aneh aja kamu jadi dokter. Belum bisa dipercaya. Dan rumah sakit Damai Medika, beneran kerja di sana? Bukannya dulu cita-cita kamu jad--"
"Jadi suami kamu maksudnya?"
Icut menoleh pada lelaki yang sedang menyetir itu. Ia mencebik. Bagaimana bisa Haykal menggombal di saat-saat seperti ini? Tapi wajahnya terlihat datar. Apa itu bukan candaan?
"M-maksudnya apa? Jangan ngaco," ucap Icut gugup.
"Lupain aja."
Haykal yang sekarang berbeda dari yang dulu. Dan itu sedikit menyebalkan.
"Lagian kamu jadi dokter di mana pun apa peduliku. Asal kamu enggak kerja haram aja udah bagus dan yang penting bisa memenuhi kehidupanku," sahut Icut lalu melempar pandangan keluar mobil.
"Oleh karena sikap bodo amatmu itu, kamu bahkan enggak tahu suamimu kerja apa. Gimana kalau misalnya aku bandar narkoba?"
Icut tersentak kaget dengan ucapan Haykal. Ia memandang lelaki itu dengan tatapan tajam.
"Aku bakal cerai sama kamu!"
Haykal tersenyum miring. "Seharusnya kamu sebagai istri bisa ngarahin suami ke jalan yang benar. Bukannya ninggalin dia dalam kegelapan sendirian."
Icut tertegun.
"Jadi ... kamu beneran bandar narkoba?" tanya Icut sedikit takut-takut.
"Kamu percaya sama ucapan tadi?" tanya Haykal lalu menoleh pada Icut. Lampu merah membuat Haykal bisa menatap istrinya dengan tatapan dalam.
"Enggak tahu."
Haykal menghela napas panjang. Ia merasa kurang puas dengan jawaban Icut. Wanita itu, masih sulit ditaklukkan.
Keheningan mendominasi. Traffic light berubah warna menjadi hijau. Suasana canggung seperti ini rasanya aneh. Harusnya tadi Icut tidak menerima tawaran Haykal untuk pulang bersama.
"Cowok tadi ... siapa?"
Icut mengernyitkan keningnya. Haykal bertanya tentang Rivan, kan? Apa ini saatnya untuk memulai?
"Ah, Rivan maksud kamu?"
"Terserah. Dia siapa?" Ada aura mengintimidasi.
"Kenapa kamu kepo?"
"Emangnya aku enggak boleh nanya?"
"Dan aku juga boleh enggak jawab 'kan?"
"Icut ...," geram Haykal. Icut hanya tersenyum puas.
"Kayak yang aku bilang tadi di kafe. Dia pacar aku," sahut Icut santai.
Haykal mengeratkan cengkramannya dengan stir mobil. Rahangnya terlihat mengeras dengan wajah memerah. Dia marah, heh?
"Kamu udah punya suami, Cut. Harusnya kamu enggak punya hubungan semacam itu dengan orang lain!" ucap Haykal menekankan.
"Kenapa? Kenapa enggak boleh?" sengit Icut.
"Karena ... karena ...."
"Karena apa? Kamu cemburu?" tanya Icut dengan nada menantang.
"Karena ... itu dosa," lanjut Haykal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hay, Kal! (Tamat Dan Pindah ke DREAME)
General FictionSudah pindah ke Dreame (versi baru dan revisi) Follow dulu sebelum membaca⚠ #1 Chicklit "Aku pengen tahu kenapa kamu nikahi aku, Kal. Kamu enggak pernah lupa 'kan pernah ninggalin aku? Kamu enggak lupa 'kan pernah ngilang gitu aja? Kamu enggak lupa...